LAPORAN
HASIL PENELITIAN PUTUSAN HAKIM
PENELITIAN TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO 149/PID.SUS/2010/PT.BJM
TENTANG
TINDAK PIDANA PENGGELAPAN, PERBANKAN SYARIAH DAN
PENCUCIAN UANG
Oleh:
Dr. F.A. ABBY, SH, MH
DIBIAYAI
PROYEK DIPA KOMISI YUDISIAL RI
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
MARET
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Download Di Bawah Ini :
DAFTAR
ISI
Identitas Objek Putusan dan Hakim yang Memutus 1
A. Pendahuluan 1
B.
Posisi Kasus 2
C.
Dasar Hukum Yang Digunakan 3
D.
Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan 5
E.
Studi Pustaka 11
F.
Analisis 21
G.
Kesimpulan dan Rekomendasi 35
H. Daftar Pustaka 35
Identitas Objek Putusan dan Hakim yang Memutus:
1. No. Perkara : 149/PID.SUS/2010/PT.BJM
2.
Pengadilan tempat putusan ditetapkan :
Pengadilan Tinggi Kalimantan
Selatan
3.
Tanggal putusan ditetapkan :
8 Desember 2010
4.
Susunan majelis hakim :
a. Ester Siregar, SH. MH. (Ketua)
b. Sutrisni,SH (Anggota)
c. Hidayat, SH (Anggota)
5.
Pengadilan Negeri asal putusan : Pengadilan Negeri Martapura
6. No.
Perkara (registrasi PN) :
133/Pid.Sus/2010/PN.Mtp
A. Pendahuluan
Putusan Hakim yang diteliti ini tentang tindak
pidana Pengelapan, Perbankan Syariah, Pencucian Uang. Penuntut Umum mendakwa
dengan dakwaan yang disusun secara gabungan kumulatif subsidairitas yaitu PERTAMA Primair, melanggar Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Republik
Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik
Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Subsidair, melanggar Pasal 378 KUHP. Lebih Subsidair, melanggar Pasal 372 KUHP. Dan KEDUA: melanggar
Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah. Dan KETIGA: melanggar
Pasal 3 ayat (1) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang Republik Indonesia No. 25
Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun
2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Permintaan
banding dari Pensehat Hukum
Terdakwa maupun Penuntut Umum
telah diajukan dalam tenggang
waktu dan menurut cara serta syarat-syarat sebagaimana ditentukan menurut
Undang-undang, maka dengan demikian permintaan banding tersebut dapat diterima oleh Majelis Hakim PT.
Penelitian ini ditujukan untuk
mengkaji hasil putusan yang dijatuhkan oleh hakim PT terhadap kasus di atas,
baik berkenaan dengan dasar hukum yang digunakan oleh hakim, pertimbangan hukum
dan amar putusan hakim PN dalam menangani kasus tersebut. Analisis didasarkan
pada perkembangan pemikiran ilmu hukum.
B.
Kasus Posisi
-
Pada Selasa tanggal 25 Desember 2005 sampai dengan
tanggal 29 Oktober 2009, bertempat di Desa Cinde Alus RT. 002 RW. 001 Kec.
Martapura Kota Kab. Banjar atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih
termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Martapura, terdakwa LIHAN Bin H.
BAHRI (Alm) telah menghimpun dana dari masyarakat untuk melakukan kegiatan
usaha bisnis intan.
-
Pada priode tahun 2005 sampai dengan tahun 2008,
masyarakat mengivestasikan dana miliknya kepada terdakwa dengan cara:
a. Masyarakat
langsung menyerahkan dana miliknya langsung di kediaman terdakwa di Desa Cindai
Alus RT. 002 RT. 001 Kecamatan Martapura Kota Kabupaten Banjar;
b. Mayarakat
menyerahkan dana melalui perantara, kemudian membuat 2 (dua) kwitansi yang
bertuliskan modal usaha intan yang ditandatangani perantara tersebut. Lalu
perantara tersebut menyerahkan 1 (satu) lembar kwitansi kepada masyarakat dan 1
(satu) lembar kwitansi lagi diserahkan kepada terdakwa.
-
Pada priode tahun 2009, masyarakat menginvestasikan
dana miliknya kepada terdakwa dengan cara:
a. Masyarakat
langsung mentransfer dana ke rekening milik terdakwa;
b. Masyarakat
langsung mentransfer ke rekening milik terdakwa, kemudian masyarakat membawa
bukti setoran kepada perantara dan perantara membuat 2 (dua) kwitansi yang
bertuliskan modal usaha intan yang ditandatangani oleh perantara tersebut. Lalu
perantara tersebut menyerahkan 1 (satu) lembar kwitansi kepada masyarakat dan 1
(satu) lembar kwitansi lagi diserahkan kepada terdakwa;
-
Setelah masyarakat menyerahkan dana investasi secara
langsung kepada terdakwa, atau setelah bukti transfer diserahkan kepada
terdakwa baik secara langsung maupun melalui perantara, kemudian terdakwa
membuat Surat Perjanjian yang ditandatangani oleh terdakwa dengan masyarakat
investor di atas materai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah).
-
Dalam Pasal 1 Surat Perjanjian yang telah dibuat,
dijelaskan bahwa dana yang telah diserahkan oleh masyarakat tersebut digunakan
sebagai modal bisnis intan/moesannite. Sedangkan untuk pembagian keuntungan,
pada tahun 2005 s/d 2008, dalam Pasal 2 Surat Perjanjian disebutkan 10% dari
modal dan dapat langsung diambil di rumah terdakwa dengan memperlihatkan Surat
Perjanjian. Oleh karena keuntungan 10% dari modal adalah riba dan tidak sesuai
dengan syariat Islam, kemudian pada tahun 2009 besarnya pembagian keuntungan
tersebut berubah dengan didasarkan dari pembagian keuntungan hasil jual beli
intan stiap transaksi (prinsip bagi hasil/mudharabah) dengan perbandingan 40%
buat masyarakat dan 60% untuk terdakwa dan pada bulan April 2009 keuntungan
tersebut di transfer langsung ke rekening masyarakat (investor) sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 3 Surat Perjanjian.
-
Dana yang dihimpun oleh terdakwa ternyata tidak
semuanya digunakan untuk bisnis intan, melainkan hanya sebagian kecil saja.
Sebagian besar dana masyarakat yang terkumpul tersebut digunakan untuk
keperluan pribadi dengan membeli beberapa buah mobil dan property, mendirikan
beberapa perusahaan yang tidak bergerak di bidang usaha intan, serta melakukan
kunjungan ke luar negeri (Singapura, China, Amerika).
C. Dasar Hukum yang Digunakan
Dalam perkara pada putusan ini, dasar hukum yang
dipergunakan adalah sebagai berikut:
1. PENUNTUT UMUM dalam Surat Dakwaan No.Reg.Perkara : PDM-80/Pargn/Ep.2/11/2011 tertanggal 29 Nopember 2011 mempergunakan dasar hukum :
· Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Republik
Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik
Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Dakwaan Kesatu Primer).
· Pasal 378 KUHP (Dakwaan Kesatu Subsider).
· Pasal 372 KUHP (Dakwaan Kesatu Lebih
Subsiderr).
· Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Republik
Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Dakwaan Kedua).
· Pasal 3 ayat (1) huruf a, b, c, d, e
Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang (Dakwaan Ketiga).
2. PENASEHAT HUKUM dalam Nota Pembelaan menyatakan bahwa Terdakwa LIHAN Bin H. BAHRI (Alm) tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
Penggelapan, Perbankan Syariah dan Pencucian Uang, sebagaimana dimaksud dalam
dakwaan kesatu lebih subsider, dakwaan kedua dan dakwaan ketiga, membebaskan terdakwa
dari semua dakwaan dan tuntutan hukum, mengembalikan harkat dan martabat
terdakwa dalam keadaan semula, dan memerintahkan membebaskan terdakwa dari
tahanan.
3. MAJELIS HAKIM PENGADILAN TINGGI KALIMANTAN
SELATAN dalam putusannya menyatakan
bahwa terdakwa secara sah dan
meyakinkan bersalah melanggar:
· Pasal 372 KUHP (Dakwaan Kesatu Lebih
Subsider).
· Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Republik
Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Dakwaan Kedua).
· Pasal 3 ayat (1) huruf a, b, c, d, e
Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang (Dakwaan Ketiga).
D. Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan
Majelis Hakim pada Pengadilan
Tinggi Kalimantan Selatan dalam rangka memutus perkara Nomor 149/PID.SUS/2010/PT.BJM
dalam pertimbangannya telah mengambil alih pertimbangan dan fakta-fakta hukum
yang terungkap di pengadilan tingkat pertama menjadi pertimbangan dan
fakta-fakta hukum pada tingkat banding.
Setelah
mempertimbangkan dakwaan Penuntut Umum yang disusun secara gabungan kumulatif
subsidairitas PERTAMA Primair, melanggar Pasal 46
ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Subsidair, melanggar Pasal 378 KUHP. Lebih Subsidair, melanggar Pasal 372
KUHP. Dan KEDUA: melanggar Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia
No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dan KETIGA: melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf a, b, c, d, e
Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang; serta memeriksa dan
meneliti dengan seksama putusan Pengadilan Negeri Martapura Nomor 133/Pid.Sus/2011/PN.Mtp tanggal
11 Oktober 2010, juga mempertimbangkan
Memori Banding Penasehat Hukum Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum tertanggal 25 Oktober
2010; maka Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan dalam
putusannya menyatakan :
MENGADILI :
1. Menyatakan terdakwa LIHAN Bin H. BAHRI
(Alm) tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
dalam Dakwaan Kesatu Primair dan Kesatu Subsidair;
2. Membebaskan
terdakwa LIHAN Bin H. BAHRI (Alm) oleh karena itu dari dakwaan Kesatu Primair
dan Kesatu Subsidair tersebut;
3. Menyatakan
terdakwa LIHAN Bin H. BAHRI (Alm) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana:
-
PENGGELAPAN
-
PERBANKAN SYARIAH dan
-
PENCUCIAN UANG
4. Menjatuhkan
pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun
dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar
rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana
kurungan selama 4 (empat) bulan;
5. Menetapkan masa
penangkapan dan penahanan akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
dijatuhkan;
6. Menetapkan agar
terdakwa tetap berada dalam tahanan;
7. Menetapkan barang
bukti berupa:
-
4 (empat) lembar fotocopy surat perjanjian antara
NASRULLAH dengan LIHAN, tanggal 20 April 2009, tanggal 13 Oktober 2009, 29
Oktober 2009, dan 10 Juli 2009;
-
1 (satu) lembar fotocopy surat
perjanjian tanggal 06 Oktober 2008 antara LIHAN dengan Hj. IDAWATI;
-
Hasil print-out;
-
17 (tujuh belas) otner fotocopy surat perjanjian
antara LIHAN dengan INVESTOR;
-
2 (dua) dus berisi slip setoran antara LIHAN dan
Investor ke rekening milik LIHAN;
-
3 (tiga) dus berisi surat perjanjian;
-
43 (empat puluh tiga) buku tulis yang berisi nama,
alamat dan No. Rekening investor;
-
1 (satu) buah buku LIHAN USTADZ PENGUSAHA berjudul
“Menguak Misteri Kerajaan Bisnis LIHAN” penerbit Smart 2 Print PT. SMART KARYA
UTAMA BANJARMASIN, disusun oleh AHMAD BARIE B, AGUS SALIM, HARTATI SAPUTRA, M.
RIWANDI, Cetakan I, Agustus 2008;
-
1 (satu) buah paspor Haji An. JUMRATUL ADAWIYAH;
-
1 (satu) buah ID Card An. JUMRATUL ADAWIYAH;
-
1 (satu) buah buku kesehatan haji Indonesia An.
JUMRATUL ADAWIYAH;
-
21 (dua puluh satu) lembar fotocopy berkas haji
JUMRATUL ADAWIYAH;
-
No. Rek 8061207019 An. JUMRATUL ADAWIYAH dengan
saldo Rp. 8.370.421,- (delapan juta tiga ratus tujuh puluh ribu empat ratus dua
puluh satu rupiah), No. Rek. 10616050559 dengan saldo Rp. 96.754.015,-
(sembilan puluh enam juta tujuh ratus lima puluh empat ribu lima belas rupiah);
-
No. Rek. 9013578499 An. JUMRATUL ADAWIYAH dengan
saldo Rp. 2.058.785,- (dua juta lima puluh delapan ribu tujuh ratus delapan
puluh lima rupiah);
-
3 (tiga) dus berisikan surat perjanjian (besar);
-
2 (dua) dus berisikan slip setoran dan
kwitansi-kwitansi (kecil);
-
1 (satu) dus data investor (dus);
Terhadap barang bukti tersebut
dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara lain;
-
2 (dua) unit CPU;
Terhadap barang bukti tersebut dirampas
untuk Negara;
-
Tanah berikut bangunan berupa tempat tinggal dan
gedung bulu tangkis terletak di Desa Cindai Alus Kec. Martapura Kota Kab.
Banjar;
-
Sebidang tanah beserta surat kepemilikan tanah A.
LIHAN yang terletak di Desa Cindai Alus Kec. Martapura Kab. Banjar dengan luas
tanah sebesar + 512 M2 sertifikat;
-
Uang tunai Rp. 382.000,- (tiga ratus delapan puluh
dua ribu);
-
Uang tunai sebesar Rp. 36.000,- (tiga puluh enam
ribu rupiah);
-
Sebidang tanah berikut bangunan yang ada di atasnya
bersertifikat SHM No. 729, luas 280M2 An. GLADYS yang terletak di Jl. Ciragil
I/29 Kel. Rawa Barat Kec. Kebayoran Baru Jakarta Selatan tanpa sertifikat;
-
1 (satu) unit mobil Nissan Grand Livina 1,8 UL A/T
warna abu-abu tua metalik tahun 2007, DA 1 LH Noka : MHBGICG2A7J001162 Nosin :
MR18009467R berikut STNK dan BPKB An. LIHAN;
-
1 (satu) unit mobil Toyota Avanza 1300 E (F601RM
GMDFJJ), nopol DA 12 BP, tahun pembuatan 2007, warna hijau metalik, Noka :
MHFM1BA2JK-004532, Nosin: DC04208 beserta STNK An. LIHAN;
-
1 (satu) buah mobil Suzuki APV DLX dengan Nopol DA 2
FA Noka MHYGDN42V8J-305582 Nosin G15AID-169330 An. DHU AFA TERSENYUM;
-
1 (satu) buah buku BPKB Mobil APV DLX dengan Nopol
DA 2 FA An. DHU AFA TERSENYUM;
-
No Rek. 5546994 saldo Rp. 12.942.276,- (dua belas
juta sembilan ratus empat puluh dua ribu dua ratus tujuh puluh enam rupiah);
-
No Rek. 80341423 dengan saldo Rp. 5.728.674,- (lima
juta tujuh ratus dua puluh delapan ribu enam ratus tujuh puluh empat rupiah);
-
No Rek. 97957674 dengan saldo USD. 725,61;
-
Harta kekayaan yang tersimpan pada Bank Bukopin
Capem Banjarbaru An. LIHAN No Rek. 1502900009 dengan saldo Rp. 8.658.281,-
(delapan juta enam ratus lima puluh delapan ribu dua ratus satu rupiah);
-
Harta kekayaan yang tersimpan pada Bank Mandiri
(Yogyakarta STIE YKPN) An. LIHAN No. Rek. 137.00.00.0629317-5 dengan saldo Rp.
101.489.772,- (seratus satu juta empat ratus delapan puluh sembilan ribu tujuh
ratus tujuh puluh dua rupiah);
-
Harta kekayaan yang tersimpan pada Bank Mandiri
(Bintaro Jaya Jakarta) An. LIHAN No. Rek. 128-00-0571734-0 dengan saldo Rp.
18.073.097,- (delapan belas juta tujuh puluh tiga ribu sembilan puluh tujuh
rupiah), No. Rek. 128-00-0571736-7 dengan saldo Rp. 9.494.715,- (sembilan juta
empat ratus sembilan puluh empat ribu tujuh ratus lima belas rupiah), No. Rek.
128-00-0572903-0 dengan saldo USD 732 (tujuh ratus tiga puluh dua dollar) yang
tersimpan di Bank Mandiri (Bintaro Jaya Jakarta);
-
Harta kekayaan yang tersimpan pada Bank Mandiri
Banjarmasin (Mitra Plaza Banjarmasin) An. LIHAN No. Rek. 0310005344448 dengan
saldo Rp. 253.347,- (dua ratus lima puluh tiga ribu tiga ratus empat puluh
tujuh rupiah);
-
Harta kekayaan yang tersimpan pada Bank Mandiri
Cabang Banjarbaru An. LIHAN No. Rek. 031-00-0445808-2 dengan saldo Rp.
294.703,- (dua ratus sembilan puluh empat ribu tujuh ratus tiga rupiah), No.
Rek. 031-00-0567581-7 dengan saldo Rp. 337.000,- (tiga ratus tiga puluh tujuh
ribu rupiah);
-
Harta kekayaan yang tersimpan pada Bank BII Cabang
Banjarmasin An. LIHAN No. Rek. 1061604965 dengan saldo Rp. 20.926.166,- (dua
puluh juta sembilan ratus dua puluh enam ribu seratus enam puluh enam rupiah);
-
Uang tunai (pinjaman modal usaha) sebesar Rp.
70.000.000,- (tujuh puluh juta rupiah);
-
Harta kekayaan yang tersimpan pada Bank Muammalat
Cabang Banjarmasin An. LIHAN No. Rek. 9171868699 dengan saldo Rp. 4.154.226,-
(empat juta seratus lima puluh empat ribu dua ratus dua puluh enam rupiah), No.
Rek. 9183134999 dengan saldo Rp. 253.073.860,- (dua ratus lima puluh tiga juta
tujuh puluh tiga ribu delapan ratus enam puluh rupiah);
-
No. Rek. 022070020000117 dengan saldo Rp.
85.309.148,- (delapan puluh lima juta tiga ratus sembilan ribu seratus empat
puluh delapan rupiah);
-
Harta kekayaan yang tersimpan pada Bank OCBC NISP
Cabang Banjarbaru An. LIHAN No. Rek. 271810001526 dengan saldo Rp.
139.521.884,- (seratus tiga puluh sembilan juta lima ratus dua puluh satu ribu
delapan ratus delapan puluh empat rupiah), No. Rek. 271810002755 dengan saldo
USD. 3.313, No. Rek. 271810010998 dengan saldo Rp. 529.041.425,- (lima ratus
dua puluh sembilan juta empat puluh satu ribu empat ratus dua puluh lima
rupiah), No. Rek. 271810011079 dengan saldo Rp. 927.000,- (sembilan ratus dua
puluh tujuh ribu rupiah) dan USD 10.097,58, No. Rek. 271810011400 dengan saldo
Rp. 3.853.916,- (tiga juta delapan ratus lima puluh tiga ribu sembilan ratus
enam belas rupiah), No. Rek. 27181000172-4 dengan saldo Rp. 5.078.967,- (lima
juta tujuh puluh delapan ribu sembilan ratus enam puluh tujuh rupiah);
-
Harta kekayaan yang tersimpan pada Bank BRI Cabang
P. Samudra Banjarmasin An. LIHAN No. Rek. 0003-01-032234-50 dengan saldo Rp.
3.157.884,- (tiga juta seratus lima puluh tujuh ribu delapan ratus delapan
puluh empat rupiah);
-
Tanah berikut bangunan berupa tempat tinggal yang
terletak di hunian Islami Kota Santri Kapling No. 19 Kel. Guntung Manggis Kec.
Landasan Ulin Kota Banjarbaru (rumah tipe 70 dengan luas tanah 200 M2) tanpa
sertifikat;
-
Uang sejumlah Rp. 56.500.000,- (lima puluh enam juta
lima ratus ribu rupiah) dari saksi An. H. AUNUR ROFIQ LIL FIRDAUS Bin H. ABDUL
GOFUR;
-
Uang sejumlah Rp. 62.500.000,- (enam puluh dua juta
lima ratus ribu rupiah);
-
Harta kekayaan yang tersimpan pada PT. Smart Karya
Utama yang berkantor pusat di Jl. Kelampis Jaya Nomor 6-B Surabaya sesuai
dengan Akta Notaris H. ACHMAD SALIS, SH Nomor: 11 tanggal 31 Mei;
-
1 (satu) lembar surat keterangan kepemilikan saham
Rumah Sakit Umum Mawar yang disahkan oleh Notaris NOOR HASANAH, SH No. 22
tanggal 04 Maret 2009 tentang pengalihan pemegang saham CV. MAWAR dengan
rincian modal sebagai berikut : LIHAN : Rp. 5.570.000.000,- (lima miliar lima
ratus tujuh puluh juta rupiah), DARMAWAN JAYA SETIAWAN : Rp. 2.430.000.000,-
(dua miliar empat ratus tiga puluh juta rupiah), Dr. SUWANDI YAPARI, MRS;
Terhadap barang bukti tersebut akan
diserahkan kepada RUDY INDRAJAYA, SH selaku Kurator LIHAN (Dalam Pailit);
-
1 (satu) buah dompet warna hitam merk Crocodile
Genuine Leather, 2 (dua) buah KTP An. LIHAN, 1 (satu) buah SIM ‘A’ An. LIHAN
dan 1 (satu) buah SIM ‘C’ An. LIHAN;
-
1 (satu) buah dompet warna hitam merk BOSS, berisi 2
(dua) buah kartu BSM Priority Bank Syariah Mandiri An. LIHAN, 2 (dua) buah
kartu Bank Danamon An. LIHAN, 1 (satu) buah kartu Bank Share An. LIHAN, 1
(satu) buah kartu Bank NISP An. LIHAN, 2 (dua) buah kartu Bank Mega An. LIHAN,
3 (tiga) kartu Bank Panin An. LIHAN, 2 (dua) buah kartu Bank BCA An. LIHAN, 3
(tiga) buah kartu Bank Mandiri An. LIHAN, 1 (satu) buah kartu Bank Bukpin An.
LIHAN, 2 (dua) buah kartu Bank BNI An. LIHAN, 1 (satu) buah kartu Bank BRI An.
LIHAN, 1 (satu) buah kartu ANZ An. LIHAN, 1 (satu) buah kartu pajak An. LIHAN;
-
1 (satu) buah paspor Haji An. LIHAN;
-
1 (satu) buah ID Card An. LIHAN;
-
1 (satu) buah kartu kesehatan haji Indonesia An.
LIHAN;
-
21 (dua puluh satu) lembar fotocopy berkas haji An.
LIHAN;
-
1 (satu) buah kacamata merk DKNY beserta kotaknya;
-
1 (satu) buah tas berisikan buku perawatan mobil.
Terhadap barang bukti tersebut
dikembalikan kepada terdakwa;
-
1 (satu) lembar surat pernyataan yang dibuat tanggal
10 Pebruari 2010 yang ditandatangani oleh sdr. M. WELLEMHARTO berisi bahwa
benar sdr. LIHAN menjadi persero bimbingan belajar Prigama Cabang Barito Kuala
dan Tabalong dengan masing-masing bernilai uang Rp. 100.000.000,- (seratus juta
rupiah) atau nilai kedua cabang tersebut adalah Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta
rupiah) disita dari M. WELLEMHARTO, sesuai BAP tanggal 10 Maret 2010;
Terhadap barang bukti tersebut tetap
terlampir dalam berkas perkara;
8.
Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp.5000,- (lima ribu
rupiah).
E. Studi Pustaka
Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Pernyataan tersebut secara tegas tercantum
dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai negara hukum,
Indonesia menerima hukum sebagai ideologi untuk menciptakan ketertiban,
keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negaranya. Konsekuensi dari
itu semua adalah bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga
negara Indonesia.
Hukum bisa dilihat sebagai perlengkapan masyarakat untuk
menciptakan ketertiban dan keteraturan dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena
itu hukum bekerja dengan cara memberikan petunjuk tentang tingkah laku dan
karena itu pula hukum berupa norma.[1]
Hukum yang berupa norma dikenal dengan sebutan norma hukum, dimana hukum
mengikatkan diri pada masyarakat sebagai tempat bekerjanya hukum tersebut.
Bila pada uraian di atas dikatakan bahwa konsekuensi
dari dianutnya hukum sebagai ideologi oleh suatu negara adalah bahwa hukum
mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia, maka hukum
juga wajib memberikan timbal balik terhadap negara yang menerimanya sebagai
ideologi, dengan cara memperhatikan kebutuhan dan kepentingan-kepentingan
anggota-anggota masyarakat serta memberikan pelayanan kepada masyarakat.
1. Hukum Pidana
Indonesia sebagai negara hukum memiliki beberapa macam
hukum untuk mengatur tindakan warga negaranya, antara lain adalah hukum pidana
dan hukum acara pidana. Kedua hukum ini memiliki hubungan yang sangat erat,
karena pada hakekatnya hukum acara pidana termasuk dalam pengertian hukum
pidana. Hanya saja hukum acara pidana atau yang juga dikenal dengan sebutan
hukum pidana formal lebih tertuju pada ketentuan yang mengatur bagaimana negara
melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk menjatuhkan pidana kepada pelaku
tindak pidana.
Pengadilan sebagai institusi lahirnya putusan hakim pada
hakikatnya tidak dapat dilepaskan sifatnya sebagai suatu lembaga yang
dihadapkan pada tugas pengintegrasian fungsi “adaptasi”, “pengejaran tujuan”
dan “mempetahankan pola”. Secara
faktual kadang peradilan dalam tugasnya yang demikian itu tidak mampu
sepenuhnya memainkan secara proporsional melakukan pengintegrasian ketiga
fungsi itu.[2]
Hakim sebagai salah satu alat negara yang diberikan kewenangan untuk memeriksa
dan memutus perkara, haruslah mengikuti prosedur hukum acara pidana yang sudah
ditentukan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Untuk melakukan pembuktian
terhadap suatu tindak pidana, Penjelasan Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa
pembuktian undang-undang secara negatif merupakan metode yang paling tepat
diterapkan di Indonesia, karena
dalam sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif terangkum kesatuan
penggabungan antara sistem conviction-in
time dengan sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif (positief wettelijk stelsel)[3]
Untuk menganalisis suatu kasus
tindak pidana, harus dilihat dalam kerangka tiga permasalahan pokok dalam hukum
pidana yaitu:
a. Tindak pidana (perbuatan pidana);
b. Pertanggungjawaban pidana; dan
c. Pemidanaan.
Perbuatan pidana sebagai ”actus yuris” adalah berdasarkan prinsip
terpenuhinya suatu perbuatan yang merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu
undang-undang, oleh karena itu yang terpenting dalam isu perbuatan pidana di
sini adalah apakah perbuatan seseorang tersebut telah memenuhi unsur-unsur
perbuatannya dan perbuatan tersebut
telah mendapatkan larangan oleh peraturan perundang-undangan.
Pertanggungjawaban pidana
adalah actus rea, yang melihat apakah
perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepada yang bersangkutan. Maknanya
apakah perbuatan tersebut adalah suatu perbuatan tercela yang harus
dipertanggungjawabkan oleh pelaku tindak pidana. Oleh karena itulah seseorang yang dinilai
telah melakukan tindak pidana belumlah serta merta akan dinyatakan bersalah
melakukan tindak pidana tersebut.
Pemberian pidana adalah masalah pokok yang ketiga dan menjadi sasaran
akhir dari adanya tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana tersebut. Dengan kerangka ini dalam hukum pidana
dikenal prinsip ”tiada pidana tanpa kesalahan” dan berkembang pula dalam kajian
hukum pidana adanya prinsip ”tiada pertanggungjawaban pidana tanpa adanya
kesalahan”.[4]
Dalam kerangka tiga permasalahan pokok hukum pidana inilah, maka suatu
proses hukum dalam perkara pidana haruslah mengungkapkan sedalam-dalamnya
tentang fakta telah terjadinya suatu tindak pidana dan adanya
pertanggungjawaban pidana dari terdakwa.
Untuk itu terdapat dua pihak yang sejatinya dapat mengungkapkan
tersebut, yaitu adanya kesempatan yang seluas-luasnya kepada Jaksa penuntut
Umum untuk dapat membuktikan adanya tindak pidana dan harus
dipertanggungjawabkan kepada terdakwa, sedangkan disisi lain diberi kesempatan
yang seluas-luasnya pula kepada terdakwa/penasihat hukumnya untuk mengungkapkan
fakta apakah perbuatan tersebut adalah termasuk katagori tindak pidana dan juga
apakah ia dapat dipersalahkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut.
Gambaran saling terdapatnya kesempatan untuk mengungkapkan fakta yang
sedalam-dalamnya tersebut akan menggambarkan suatu proses yang ”fair”, sehingga terdapat interaksi positif dalam proses persidangan untuk
mendapatkan keadilan yang sejatinya dapat diterima oleh terdakwa dan pihak
penuntut umum.
Kekuasaan kehakiman adalah
kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum
Republik Indonesia. Tugas menyelenggarakan peradilan yang diperinci ke dalam
kegiatan-kegiatan menerima, memeriksa dan mengadili perkara, pengadilan
melakukan penegakan hukum. Cara mengadili seperti yang dikehendaki oleh sistem
hukum tersebut termasuk ke dalam kategori ajudikatif, yaitu menentukan apa yang
sesungguhnya merupakan isi suatu peraturan, kemudian menentukan apakah
peraturan itu telah dilanggar (khususnya dalam perkara pidana)[5].
2. Penalaran Hukum
Dalam Terminologi Hukum, istilah ‘argument’
diartikan sebagai berusaha mempercayakan orang lain dengan mengajukan
alasan-alasan.[6]
Dalam Kamus Filasafat, ‘argument’ dari bahasa Latin ‘arguere’
yang berarti menjelaskan. Alasan-alasan (bukti) yang ditawarkan untuk mendukung
atau menyangkal sesuatu.[7]
Dalam logika, diartikan sebagai serangkaian pernyataan yang disebut
premis-premis yang secara logis berkaitan dengan pernyataan berikutnya yang
disebut konklusi. Argumen-argumen dibagi menjadi dua kategori umum, yaitu deduktif
dan induktif.
Dalam Blak’s Law Dictionary (Garner, 1999:102), istilah ‘argument’
diartikan “a statement that attempts to persuase; esp., the remarks of
counsel in alalyzing and pointing out or repudiating a desired inference, for
the assistance of decision-maker. The act or process of attempting to persuade”.
Sedangkan ‘argumentative’, diartikan sebagai “of or relating to
argument or persuasion, stating not only facts, but also inferences and
conclusions drawn from facts (the judge sustained the prosecutor’s objection to
the argumentative question)”. [8]
Dalam Kamus
Hukum, istilah ‘argumen’ diberikan arti sebagai alasan yang dapat
dipakai untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan.
Berargumen, berarti berdebat dengan saling mempertahankan atau menolak alasan
masing-masing. Istilah argumentasi, diartikan sebagai pemberian alasan untuk
memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan. Berargumentasi
berarti memberikan alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat,
pendirian atau gagasan.
Dalam Kamus Belanda-Indonesia, istilah ‘argument’
diartikan bukti sanggahan, alasan, perbantahan, dan ‘argumentatie’
diartikan sebagai hal memberikan alasan dengan cara tertentu, debat,
pembahasan.[9]
Dalam ‘Kamus Inggris-Indonesia’ ditemukan istilah ‘argument’ yang
diberikan arti alasan, perdebatan, bukti, perbantahan, dan ‘argumentation’
diberikan arti sebagai pemberian alasan dengan cara tertentu, debat,
pembahasan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, argumen diartikan sebagai alasan
berupa uraian penjelasan, dan argumentasi diartikan sebagai pemberian alasan
yang diuraikan secara jelas untuk memperkuat suatu pendapat.
Dari pengertian-pengertian di atas, diambil simpulan
pengertian ‘argumentasi’ diartikan sebagai, ‘mengajukan alasan berupa uraian
penjelasan yang diuraikan secara jelas, berupa serangkaian pernyataan yang
secara logis berkaitan dengan pernyataan berikutnya yang disebut konklusi,
untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan’.
Di dalam masyarakat terdapat banyak masalah sosial. Dari
sekian banyak masalah-masalah sosial itu kita harus mampu menemukan atau
menyeleksi masalah hukumnya, untuk kemudian dirumuskan dan dipecahkan. Bukan
pekerjaan yang mudah untuk menyeleksi masalah hukum dari masalah-masalah
sosial, yang sering tumpang tindih dengan masalah hukum dan sulit untuk dicari
batasnya, seperti misalnya masalah politik, masalah kesusilaan, masalah agama
dan sebagainya. Di sinilah pentingnya kemampuan untuk menyeleksi dan kemudian
merumuskan masalah hukum (legal problem identification).
Sebagai contoh konkret dapat dikemukakan kegiatan Hakim
dalam memeriksa perkara. Setelah peristiwa konkretnya diseleksi melalui proses tanya-jawab
dengan argumentasi masing-masing pihak, maka kemudian peristiwa konkret itu
dibuktikan untuk dikonstatasi dan sekaligus dirumuskan dan diidentifikasi bahwa
benar-benar telah terjadi peristiwa hukum.
Kalau masalah hukumnya telah diketemukan dan dirumuskan,
masih perlu diketahui masalah hukum itu masalah hukum bidang apa, hukum
perdata, hukum dagang, hukum agraria, hukum pidana dan sebagainya.
Setelah diketemukan masalah hukumnya dengan menggunakan
penemuan hukum, maka harus dicari pemecahannya (legal problem solving).
Kalau misalnya sudah diketahui bahwa masalah itu merupakan peristiwa pembunuhan
harus dicari siapa pelakunya dan hukumnya untuk diterapkan.Sehingga dalam
mempelajari hukum, dihadapkan pada peristiwa konkret, kasus atau konflik yang memerlukan
pemecahan dengan mencari hukumnya. Bekal untuk memecahkan konfik itu adalah
pengetahuan tentang norma hukum, sistem hukum dan penemuan hukum. Setelah
pemecahan masalah hukum perlu diberi hukumnya, haknya atau hukumannya. Dengan
kata lain, harus diambil keputusan (decision making).
Hakim sebagai sebuah jabatan yang memiliki fungsi
yudikatif, pada dasarnya memiliki dua tindakan/peran. Pertama, untuk
membuktikan keberadaan suatu fakta yang dikualifikasikan sebagai delik pidana
oleh suatu norma umum yang harus diterapkan kepada kasus tertentu. Kedua, hakim
menjatuhkan suatu sanksi pidana yang
konkret yang ditetapkan secara umum dalam norma yang harus diterapkan. Dari
kedua peran tersebut dapat disimpulkan bahwa hakim merupakan penerap dari norma
hukum yang berupa peraturan perundang-undangan yang kemudian diikuti dengan
menerapkan sanksi demi tegaknya peraturan perundang-undangan tersebut. Di mana
kedua tindakan/peran tersebut akan tertuang dalam isi putusannya yang tersusun
secara runtut dan sistematis sehingga
akan tercermin adanya penalaran hukum yang logis.
3. Filosofi Pemidanaan
Dalam penerapan atau penegakan
hukum, masyarakat tidak hanya ingin melihat diciptakannya ketertiban dan
kepentingan-kepentingannya dilayani oleh hukum, melainkan menginginkan pula
agar dalam masyarakat terdapat peraturan-peraturan yang menjamin nilai-nilai
keadilan dan kemanfaatan hukum.
Roscoe Pound sebagaimana
dikutip Abdussalam dalam bukunya ”Prospek Hukum Pidana Indonesia” mengemukakan
tujuan hukum sebagai berikut:
1. Pemenuhan keinginan masyarakat berupa
keamanan umum dalam hubungannya dalam kehidupan masyarakat.
2. Melakukan kontrol dan merespon kemauan
masyarakat terhadap tuntutan jaminan keamanan sesuai dengan paraturan yang
hidup di tengah masyarakat.
3. Memelihara agar jangan terjadi
konflik dengan tetap menjaga agar tetap
di jalur rel hukum yang sudah ditetapkan bersama.
4. Mencegah terjadi gangguan-gangguan
terhadap peraturan-peraturan masyarakat dengan menempatkan setiap orang pada
tempat yang sudah ditetapkan.
5. Menjamin kebebasan individu dengan tetap
menjaga hak orang lain yang juga mempunyai kebebasan.
6. Menjamin kepentingan-kepentingan sosial,
selama kepentingan-kepentingan tersebut dijamin melalui suatu penertiban
manusia dalam hubungan-hubungan kemasyarakatan.[10]
Ada tiga pilar utama dalam
hukum yang dapat dijadikan tolak ukur untuk mengukur suatu putusan hakim,
yaitu:
a. Apakah putusan tersebut mengandung
nilai-nilai kepastian hukum;
b. Apakah putusan tersebut mengandung
nilai-nilai keadilan;
c. Apakah putusan tersebut mengandung nilai-nilai
kemanfatan.
Dalam kerangka berfikir hukum,
tentunya ketiga aspek nilai-nilai hukum tersebut tidak dapat dipisahkan dari
instrumen yang digunakan untuk dapat memasuki tataran ketiga nilai tersebut.
Oleh karena itu, putusan hakim yang baik atau ideal adalah putusan yang dapat
menempatkan titik keseimbangan antara tiga pilar hukum tersebut, seperti bagan
di bawah ini:
KEADILAN
KEPASTIAN KEMANFAATAN
Titik merah tersebut adalah
titik keseimbangan sebagai titik hukum yang ideal untuk menilai suatu putusan
hakim, maknanya putusan hakim tersebut telah berhasil menggabungkan ketiga
nilai hukum tersebut dalam suatu putusannya secara seimbang. Dan manakala ada putusan yang lebih cenderung
kepada suatu sudut tertentu, maka putusan tersebut tidak seimbang, kalau
terjadi demikian maka putusan itu belum mampu menempatkan keadilan dalam hukum.
Keadilan dalam hukum tersebut
adalah suatu keadilan yang mampu menyeimbangkan ketiga pilar nilai-nilai dasar
hukum tersebut, yang dalam bahasa operasional, berarti putusan hakim tersebut
adalah putusan yang berkepastian, berkeadilan, dan mempunyai kemanfatan.
Keadilan adalah sesuatu yang
diharapkan oleh semua masyarakat sebagai perwujudan dari keseimbangan antara
hak dan kewajiban. Manusia yang hidup di suatu negara tentunya memiliki hak-hak
dan kewajiban-kewajiban tertentu yang melekat pada diri setiap warga negaranya. Untuk itu, nilai keadilan dalam putusan
pengadilan harus mencerminkan kepada kepentingan terdakwa, korban, dan
masyarakat.
4. Profesionalisme Hakim
Penegakan hukum merupakan
rangkaian proses untuk menjabarkan nilai, ide, cita yang cukup abstrak yang
menjadi tujuan hukum. Tujuan hukum atau cita hukum memuat nilai-nilai moral,
seperti keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai tersebut harus mampu diwujudkan
dalam realitas nyata. Eksistensi hukum diakui apabila nilai-nilai moral yang
terkandung dalam hukum tersebut mampu untuk diemplementasikan atau tidak.
Menurut Soerjono Soekanto,
secara konsepsional inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang
mantap dan mengejawantahkan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai
tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian
pergaulan hidup.
Penegakan hukum sebagai sarana
untuk mencapai tujuan hukum, maka sudah semestinya seluruh energi dikerahkan
agar hukum mampu bekerja untuk mewujudkan nilai-nilai moral dalam hukum.
Kegagalan hukum untuk mewujudkan nilai-nilai hukum tersebut merupakan ancaman
bahaya bangkrutnya hukum yang ada. Hukum yang miskin implementasi terhadap
nilai-nilai moral akan berjaran serta terisolasi dari masyarakatnya.
Keberhasilan penegakan hukum akan menentukan serta menjadi barometer lagitimasi
hukum ditengah-tengah realitas sosialnya.
Hukum dibuat untuk
dilaksanakan, dan dalam rangka melaksanakan dan menegakan hukum diperlukan
institusi-institusi hukum. Salah satu dari institusi penegak hukum adalah
pengadilan, dalam hal ini salah satunya dilaksanakan oleh para Hakim. Penegak
hukum tidak bekerja dalam ruang hampa dan kedap pengaruh, melainkan selalu
berinteraksi dengan lingkup sosial yang besar.
Menurut Satjipto Rahardjo,
keadilan akan dapat ditegakan apabila para penegak hukum mau menggunakan atau
tidak menggunakan hukum. Hukum yang progresif salah satunya dipengaruhi oleh
faktor manusia yang akan menegakan hukum itu sendiri. Penegakan hukum progresif
bertolak dari pilar utamanya, yaitu determinasi dan komitmen kuat dari sekalian
sub sistem peradilan untuk memerangi korupsi. Memerangi korupsi dalam dunia
peradilan disini, dalam kaitan dengan profesionalisme Hakim adalah terwujudnya
para Hakim yang menggunakan hukum tersebut secara kreatif, inovatif dan agresif
untuk mencapai tujuan yang telah dipastikan.
Penegakan hukum progresif
adalah menjalankan hukum tidak sekedar menurut kata-kata hitam putih dari
peraturan (according to the letter),
melainkan menurut semangat dan makna lebih dalam (to the very meaning) dari undang-undang atau hukum. Penegakan hukum
tidak hanya dengan kecerdasan intelektual, melainkan dengan kecerdasan
spiritual. Dengan kata lain, penegakan hukum yang dilakukan dengan penuh
determinasi, empati, dedikasi, komitmen terhadap penderitaan bangsa dan
disertai keberanian untuk mencari jalan lain daripada yang biasa dilakukan.
F. Analisis
Berdasar uraian sebelumnya,
maka pada bagian ini Peneliti akan melakukan analisis terhadap putusan Nomor 149/PID.SUS/2010/PT.BJM
tanggal 8 Desember 2010 dengan Terdakwa LIHAN bin H. BAHRI (Alm). Analisis ini Peneliti bagi dalam beberapa bagian, sebagai berikut :
1. Prosedur Hukum Acara
Berkenaan dengan prosedur hukum acara
pidana yang termuat dalam putusan ini adalah sebagai berikut :
a.
Penerapan
ketentuan Pasal 197 KUHAP
KUHAP
|
PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
|
Pasal 197
KUHAP menyatakan sebagai berikut :
(1)
Surat
putusan pemidanaan memuat :
|
|
a.
Kepala
putusan yang dituliskan berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA”
|
Di dalam putusan, bunyi ini juga dimuat dalam kepala
putusan (terdapat dalam halaman 1 dari 89 halaman Putusan Nomor : 149/PID.SUS/2010/PT.BJM)
|
b.
Nama
lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa
|
Dalam putusan pada bagian data tentang Terdakwa termuat sebagai berikut:
nama LIHAN bin H. BAHRI (alm), tempat lahir Liang Anggang, umur/tanggal
lahir: 36 tahun/09 JULI 1974, jenis kelamin LAKI-LAKI, kebangsaan INDONESIA, tempat tinggal
DESA CINDAI ALUS RT.002 RW. 001 KECAMATAN MARTAPURA KOTA KABUPATEN BANJAR,
agama: ISLAM, pekerjaan: WIRASWASTA (terdapat dalam halaman 1 dari 89 halaman
Putusan Nomor : 133/Pid. Sus/2010/PN.Mtp)
|
c.
Dakwaan,
sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan
|
Di dalam putusan termuat dakwaan Penuntut Umum
dengan No. Reg. Perkara: PDS-117/MARTA/04/2010,
tanggal 21 Mei 2010 (terdapat dalam halaman 10 dari 89 halaman Putusan Nomor
: 149/Pid. Sus/2010/PT.BJM). Terdakwa telah didakwa dengan dakwaan sebagai
berikut: KESATU dst nya
(terdapat dalam halaman 10 s.d. 52 dari 89 halaman Putusan Nomor: 149/Pid. Sus/2010/PT.BJM)
Dan
KEDUA dst nya
(terdapat dalam halaman 32 s.d. 40 dari 152 halaman Putusan Nomor: 133/Pid. Sus/2010/PN.Mtp)
Dan
KETIGA dst nya
(terdapat dalam halaman 40 s.d. 50 dari 152 halaman Putusan Nomor: 133/Pid. Sus/2010/PN.Mtp)
|
d.
Pertimbangan
yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat
pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar
penentuan kesalahan terdakwa
|
Di dalam putusan termuat sebagai berikut:
- Menimbang, bahwa dengan demikian dari
seluruh uraian dan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Putusaan
Pengadilan Negeri Martapura tanggal 11 Oktober 2010 No.
133/Pid.Sus/2010/PT.Mtp yang dimintakan banding dapat dikuatkan, dengan
memperbaiki amar putusan mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan atas diri
terdakwa, yang selengkapnya sebagaimana disebutkan dalam amar putusan di bawah ini.
|
e.
Tuntutan
pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan
|
Dalam putusan termuat sebagai berikut: Surat Tuntutan Penuntut Umum
tanggal 21 Mei 2010 No. Reg. Perkara: 117/MARTA/04/2010 menuntut agar Majelis
Hakim yang mengadili perkara ini memutuskan dstnya (52 dari 152 halaman
Putusan No. 149/Pid.Sus/2010/PT.Bjm.)
|
f.
Pasal
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai
keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa
|
Di dalam putusan termuat sebagai berikut:
Menimbang, bahwa terdakwa
telah diajukan oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun secara gabungan
kumulatif subsideritas, yaitu :
PERTAMA:
Primair, melanggar Pasal 64 ayat (1)
Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Subsidair, melanggar Pasal 378 KUHP.
Lebih Subsidair, melanggar Pasal 372 KUHP.
Dan
KEDUA: melanggar Pasal 59 ayat (1)
Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Dan
KETIGA: melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf a, b,
c, d, e Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang.
-
Menimbang,
bahwa dakwaan penuntut umum
disusun secara gabungan kumulatif subsideritas, Majelis Tingkat Banding
sependapat dengan Hakim Pengadilan Tingkat pertama yang lebih dahulu
mempertimbangkan dakwaan Kesatu dari Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (terdapat dalam
halaman 76 dari 89 halaman Putusan No. 149/Pid. Sus/2010/PT.Bjm)
-
Menimbang,
bahwa oleh karena dakwaan
kesatu tersebut disusun secara subsideritas, maka terlebih dahulu
dipertimbangkan dakwaan kesatu primer dan apabila dakwaan kesatu primer telah
terbukti, maka dakwaan kesatu subsider tidak perlu dibuktikan lagi, akan
tetapi apabila dakwaan kesatu primer tidak terbukti, maka akan
dipertimbangkan dakwaan kesatu subsider demikian seterusnya (terdapat dalam
halaman 76 dari 89 halaman Putusan No. 149/Pid. Sus/2010/PT.Bjm)
|
g.
Hari
dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa
oleh hakim tunggal
|
Di dalam putusan termuat sebagai berikut:
demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan
Tinggi Kalimantan Selatan di Banjarmasin pada hari Rabu, tanggal 8 Desember
2010, dstnya (terdapat dalam halaman 88 dari 152 halaman Putusan Nomor : 149/PID.SUS/2010/PT.BJM)
|
h.
Pernyataan
kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan
tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan
yang dijatuhkan.
|
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
-
Menerima
permintaan banding dari Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum.
-
Menguatkan
putusan Pengadilan Negeri Martapura tanggal 11 Oktober 2010 No.
133/Pid.Sus/2010/PN.Mtp yang dimintakan banding tersebut, dengan memperbaiki
amar putusan sekedar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan;
-
Menyatakan
terdakwa LIHAN Bin H. BAHRI (Alm) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana Penggelapan, Perbankan Syariah, dan Pencucian Uang;
-
Menjatukan
pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 9
(sembilan) tahun dan denda sebesar Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar
rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti pidana
kurungan selama 4 (empat) bulan.
(terdapat dalam halaman 81 s/d 82 dari 89 halaman Putusan Nomor : 149/PID.SUS/2010/PT.BJM)
|
i.
Ketentuan
kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti
dan ketentuan mengenai barang bukti
|
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 5.000,- (terdapat dalam halaman 88 dari 89 halaman Putusan
Nomor : 149/PID.SUS/2010/PT.BJM)
Mengenai beberapa barang bukti:
-
Dikembalikan
kepada Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara lain;
-
Dirampas
untuk negara;
-
Diserahkan
kepada RUDY INDRAJAYA, SH selaku Kurator LIHAN (dalam Pailit);
-
Dikembalikan
kepada terdakwa;
-
Tetap
terlampir dalam berkas perkara.
(terdapat dalam halaman 83 s/d 88 dari 89
halaman Putusan Nomor : 149/PID.SUS/2010/PT.BJM)
|
j.
Keterangan
bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana letaknya kepalsuan
itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu
|
Dalam perkara ini tidak ada yang berkenaan
dengan surat otentik, sehingga dalam putusan ini tidak memuat tentang hal
yang terdapat pada point j ini.
|
k.
Perintah
supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan
|
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam
tahanan (terdapat dalam halaman 82 dari 89 halaman Putusan Nomor : 149/PID.SUS/2010/PT.BJM)
|
l.
Hari
dan tanggal putusan, nama penutut umum, nama hakim yang memutus dan nama
panitera
|
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan di Banjarmasin pada hari Rabu
tanggal 8 Desember 2010 oleh kami Ester Siregar, SH. MH., Hakim Tinggi
Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan di Banjarmasin selaku Hakim Ketua,
Sutrisni, SH dan Hidayat, SH masing-masing sebagai Hakim Anggota , untuk
memeriksa dan mengadili perkara ini pada tingkat banding, putusan tersebut
pada hari dan tanggal itu juga diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk
umum oleh Hakim Ketua, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota tersebut, Hj. Gt. Erwina Darmawati, SH., Panitera
Pengganti pada Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan tanpa dihadiri oleh
Penuntut Umum dan Terdakwa/Penasihat Hukum Terdakwa (terdapat dalam halaman
82 dari 89 halaman Putusan Nomor : 149/PID.SUS/2010/PT.BJM).
|
Dalam putusan kasus ini Majelis Hakim memuat
secara proporsional argumen Jaksa Penuntut Umum dan Penasihat Hukum. Namun
demikian, majelis Hakim tidak sependapat dengan
argumentasi yang dikemukakan Penasihat Hukum terdawa yang mendalilkan
bahwa hubungan hukum antara terdakwa dengan para pemberi modal adalah hubungan
hukum keperdataan, lebih khusus hubungan hukum perjanjian kerja sama jual beli
intan, sehingga dengan demikian alasan-alasan Penasihat Hukum terdakwa
sebagaimana tertuang di dalam memori bandingnya tidak cukup berharga untuk
dapat membatalkan putusan Pengadilan Negeri Martapura tanggal 11 Oktober 2010
No. 133/Pid.Sus/2010/PN.Mtp.
Perkara ini dimusyawarahkan dan diputuskan dalam
tanggal yang sama dan dibacakan dalam dalam persidangan yang terbuka untuk
umum. Namun dalam perkara ini pembacaan putusan tidak dihadiri oleh Terdakwa
atau Penasehat Hukumnya. Sehingga Ketua
Majelis Hakim dalam perkara ini sebagaimana ketentuan Pasal 196 ayat (3)
KUHAP mempunyai kewajiban untuk memberitahukan segala sesuatu apa yang menjadi
haknya terdakwa sehubungan dengan putusan pemidanaan yang diucapkannya. Sifat
pemberitahuan menurut Pasal 196 ayat (3) adalah “wajib”. Namun demikian,
sekalipun sifat pemberitahuan merupakan “kewajiban”, tetapi undang-undang
sendiri tidak menentukan sanksi atas kelalaiannya.
Rangkuman:
Majelis Hakim yang memutus dalam perkara di
tingkat banding ini sudah melaksanakan segala hal yang terkait dengan prosedur
hukum acara pidana, serta memuat secara proporsional dalam menilai argumen dari jaksa dalam dakwaan dan memori banding. Selain itu, karena dalam
pembacaan putusan tanpa dihadiri oleh Terdakwa atau Penasihat Hukumnya, maka
kewajiban Ketua Majelis dalam perkara ini sebagaimana yang diamanatkankan dalam
Pasal 196 ayat (3) KUHAP harus benar-benar dilaksanakan dengan baik, sehingga
Hak Terdakwa tidak ada yang dilanggar. Dan fungsi penegakan hukum melalui
diadakannya peradilan agar didapatkan kepastian hukum, keadilan dan
kemanfaatan, dapat terlaksana.
2. Hukum Materiil
Bila dihubungkan dengan
putusan dalam perkara ini, maka putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan dalam hal ini adalah menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana Penggelepan, Perbankan Syariah, dan
Pencucian Uang dan
menjatuhkan pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun dan denda sebesar Rp.100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah) dengan ketentuan jika
denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan.
Dalam rangka memutus perkara
ini, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan, telah mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh keputusan Pengadilan Tinggi
Martapura Nomor : 133/Pid.Sus/2010/PN.Mtp. Hakim Pengadilan
Negeri mempergunakan
yurisprudensi yaitu Putusan Mahkamah Agung No. 129 K/Kr/1966 tanggal
18-10-1967, terutama dalam menanggapi pembelaan Penasehat Hukum terdakwa yang
mendalilkan bahwa tindak pidana PENGGELAPAN adalah termasuk “klacht delict”
atau “tindak pidana aduan” yang artinya tindak pidana ini baru dapat diproses
oleh Penyidik atas dasar pengaduan dari investor. Dalam
Putusan Mahkamah Agung tersebut dikatakan: “Bahwa kuasa direksi tidak
menganggap perlu mengadukan terdakwa kepada Polisi, tidaklah menutup
kemungkinan Penuntut Umum untuk menuntut perkara ini di muka Hakim karena
tindak pidana PENGGELAPAN bukan suatu delik aduan.”
Berkenaan dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan yang menguatkan Putusan PN Martapura, yaitu menjatuhkan pidana terhadap terdakwa,
telah didukung dengan pertimbangan yang cukup memadai, dimana Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Martapura dalam putusannya memberikan pertimbangan tentang
hal yang memberatkan dan meringankan
sebagai berikut :
Keadaan yang memberatkan:
-
Perbuatan
terdakwa meresahkan masyarakat;
-
Perbuatan
terdakwa meresahkan stabilitas perekonomian perbankan di Kalimantan Selatan
khususnya dan perekonomian nasional umumnya;
-
Perbuatan
terdakwa menyebabkan keresahan dan kesulitan ekonomi para korban;
-
Terdakwa
tidak mengakui perbuatannya;
Keadaan yang meringankan:
-
Terdakwa
belum pernah dihukum;
-
Terdakwa
memiliki tanggungan keluarga;
-
Terdakwa
masih punya itikat baik untuk mengembalikan uang kepada para investor;
Rangkuman:
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan dalam perkara ini telah menjatuhkan putusan dalam bentuk menyatakan terdakwa
telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penggelapan, Perbankan Syariah, dan Pencucian Uang dengan menjatuhkan pidana
penjara selama 9 (sembilan) dan denda sebesar Rp.100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti dengan piada kurungan selama 4 (empat) bulan. Terkait dengan hukum materiil, putusan Majelis Hakim PT telah menguatkan putusan dan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri
dari sisi hukum materiil.
3. Penalaran Hukum
Dalam putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan, Hakim dalam mengungkapkan fakta hukum sudah
tersusun secara sistematis sehingga mudah dipahami. Tidak terdapat adanya
sebuah kesimpulan yang diperoleh melalui logika yang melompat (jumping conclusion). Hakim dalam
putusannya telah melakukan proses berpikir silogistik, dimana semua unsur-unsur
yang dituduhkan berdasarkan peraturan perundang-undangan dihubungkan dengan
fakta hukum sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa terdakwa secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penggelapan sebagaimana diatur
dan diancam pidana berdasarkan Pasal 372 KUHP, tindak pidana Perbankan Syariah sebagaimana diatur dan diancam pidana
berdasarkan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah, tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana diatur
dan diancam pidana berdasarkan Pasal 3 ayat (1) huruf a, b, c, d, e
Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang.
Bila dihubungkan dengan fakta hukum
yang didapat dalam putusan ini seperti bahwa
benar terdakwa Lihan bin H. Bahri (Alm) telah menghimpun dana masyarakat
dalam melakukan kegiatan bisnis intan dengan sistem bagi hasil/mudharabah,
bahwa dana masyarakat yang terkumpul tersebut hanya sebagian kecil saja yang
digunakan untuk bisnis sedangkan sebagian besarnya digunakan untuk kepentingan
pribadi terdakwa, jelas terlihat bahwa Majelis Hakim telah benar dalam proses
berpikirnya, dimana Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan yang memutus perkara ini telah melihat kepada
konstruksi hukum yang terdapat dalam pasal-pasal yang didakwakan, kemudian
dihubungkan dengan fakta-fakta hukum yang didapatkan dipersidangan, maka dapat
ditarik kesimpulan tentang kesalahan yang telah dilakukan oleh Terdakwa.
Berdasar uraian tersebut, maka Peneliti tidak menemukan adanya proses
penyimpulan yang dilakukan dengan cara melompat dan konklusi yang terlalu
dipaksakan dalam putusan ini.
Rangkuman :
Proses berpikir secara silogistik telah dilakukan Majelis Hakim, karena kesimpulan yang diperoleh sesuai
dengan analisis unsur-unsur pasal dihubungkan dengan fakta hukum yang
ditemukan dipersidangan sehingga kesimpulan (konklusi) yang diperoleh tidak
ada upaya untuk memaksakan agar terdakwa dapat dipidana. Putusan hakim telah mencerminkan
penalaran hukum yang logis (runtut dan sistematis )
|
4. Penggalian Nilai-nilai yang Hidup dalam Masyarakat
Dalam menetapkan lamanya
pidana (straftoemeting), dalam
putusan hakim PT tidak teridentifikasi adanya pertimbangan faktor-faktor non-yuridis.
Berdasarkan pada nilai
keadilan, Putusan Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan belum mencerminkan hal
tersebut, karena pidana yang dijatuhkan tidak sebanding dengan akibat yang
perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa yang meresahkan masyarakat, meresahkan
stabilitas perekonomian perbankan di Kalimantan Selatan khususnya dan
perekonomian nasional pada umumnya, menyebabkan keresahan dan kesulitan ekonomi
para korban. Sementara terdakwa sendiri tidak mengakui perbuatannya.
Namun demikian, nilai
kemanfaatan juga nampak pada Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan, yakni adanya pemberian sanksi akan memberikan efek jera bagi terdakwa, pemberian sanksi akan membuat masyarakat takut melakukan
perbuatan tindak pidana dan taat pada
hukum.
Dalam Putusan Hakim Pengadilan
Tinggi Kalimantan Selatan telah teridentifikasi adanya falsafah
pemidanaan retributif, dimana pidana penjara
selama 9 (sembilan) tahun, dan denda sebesar Rp.100.000.000.000,- dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti
dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan yang dijatuhkan Majelis Hakim
kepada terdakwa sudah setimpal dengan perbuatan yang dilakukan terdakwa. Hal
ini memadai untuk diterapkan agar masyarakat merasa adil atas hukuman yang
telah dijatuhkan kepada terdakwa.
Selain itu, pada Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan
juga telah tergambar adanya
falsafah pemidanaan yang bertujuan penjeraan. Falsafah ini tetap memadai untuk diterapkan
agar terdakwa tidak lagi mengulangi
perbuatan yang sama dan tidak berani melakukan tindak pidana lainnya.
Rangkuman :
Putusan hakim PT tidak menggali nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat (aspek-aspek nonyuridis), namun putusan Majelis Hakim
Pengadilan Tinggi Kalimantan
Selatan tetap
memenuhi nilai keadilan dan kemanfaatan.
|
5. Profesionalisme Hakim
Majelis Hakim Pengadilan
Tinggi Kalimantan Selatan dalam putusannya ini telah melaksanakan tugasnya
secara profesionalitas. Selain itu, mereka telah cerdas secara intelektual dalam memberikan
pertimbangan meperbaiki amar putusan PT mengenai lamanya pidana
yang dijatuhkan dengan penambahan lamanya pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa.
Rangkuman:
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan
Selatan sudah profesional dalam menjalankan tugasnya, yaitu telah dilaksanakan prosedur hukum acara pidana dengan baik, serta membuat
dasar pertimbangan yang cerdas dalam menambahkan lamanya pidana yang dijatuhkan
terhadap terdakwa.
G. Simpulan dan Rekomendasi
Berdasar hasil uraian
analisis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Prosedur
Hukum Acara Pidana sudah dijalankan
dengan baik;
2.
Perumusan
Hukum Pidana Materiil sudah dilaksanakan dengan baik;
3.
Penalaran
Hukum dilakukan dengan baik;
4.
Majelis
Hakim dalam perkara ini sudah profesional.
Berdasarkan kesimpulan tersebut Peneliti dapat menyampaikan rekomendasi agar
dapat diberi kesempatan untuk meningkatkan karir ke jenjang yang lebih tinggi.
[1] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum.
Bandung:
Alumni, 1982, Halaman 14.
[3]M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan
KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hlm.280
[4]Chairul Huda, Dari Tiada
Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa
Kesalahan (Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan
Pertanggungjawaban Pidana), Jakarta:
Predana Media, 2006, halaman 36.
[5]Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta: Genta Publishing, 2009, halaman 77
[6] IPM. Ranuhandoko, Terminologi Hukum.
Jakarta: Sinar Grafika, 1996, halaman
67.
[7]Jalaluddin Rakhmad, Kamus
Filsafat. Jakarta: Rosda Karya, 1995, halaman 22-23.
[8]Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary: Sevent Editions, St. Paul Min.: West Group, 1999, halaman 102.
[9] S. Wojowasito,. Kamus Umum Belanda-Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2001, halaman 45.
[10]Abdussalam. 2006.Prospek Hukum Pidana Indonesia dalam mewujudkan Rasa Keadilan
Masyarakat. Jakarta: Restu
Agung.Halaman 15-16.
H. Daftar Pustaka
Abdussalam. 2006. Prospek Hukum
Pidana Indonesia dalam mewujudkan Rasa
Keadilan
Masyarakat. Jakarta:
Restu Agung.
Adi, Rianto.2004. Metodologi
Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit
Garner, Bryan A.
1999. Blak’s Law Dictionary.Sevent Editions.St. Paul Min.:West Group.
Huda, Chairul. 2006. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju
Kepada
Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan (Tinjauan
Kritis
Terhadap TeoriPemisahan Tindak Pidana dan
Pertanggungjawaban
Pidana). Jakarta: Predana
Media.
Harahap, M.Yahya. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali,
Edisi Kedua. Jakarta : Sinar Grafika
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, cet.
Ke-17, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Prinst, Darwan. 1998. Hukum
Acara Pidana Dalam Praktik. Jakarta: Djambatan.
Rahardjo, Satjipto. 1982. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni.
Rahardjo, Satjipto. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya.
Rahardjo,
Satjipto.2009. Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis.
Yogyakarta: Genta Publishing
Rakhmad,
Jalaluddin. 1995. Kamus Filsafat. Jakarta: Rosda Karya.
Ranuhandoko, IPM.1996. Terminologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Wojowasito, S. 2001. Kamus
Umum Belanda-Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru
PERATURAN:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun 2002 tentang Pencucian Uang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah
RANGKUMAN PUTUSAN:
Nomor Perkara Pengadilan
Negeri:
133/Pid.Sus/2010/PN.Mtp
Nomor Perkara Pengadilan
Tinggi:
149/Pid.Sus/2010/PT.Bjm
No.
|
Dasar Hukum Penuntutan
|
Nama-nama Majelis Hakim PN
|
Tgl mulai
sidang s.d.
putusan
|
Nama
Terdakwa
|
Maks. Sanksi menurut UU
|
Tuntutan menurut JPU
|
PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI
|
Pokok-pokok pertimbangan
Hakim PN
|
|
Bunyi Amar Putusan PN
|
Sanksi Putusan
PN
|
||||||||
1
|
·
Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No.
10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan.
·
Pasal 378 KUHP.
·
Pasal 372 KUHP.
·
Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No.
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
·
Pasal 3 ayat (1) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang
Republik Indonesia No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Republik Indonesia No. 15 Tahun 2002 ttg Tindak Pidana Pencucian Uang
|
- Edy Suwanto, SH.MH.
- Mery Taat Anggarasih,
SH. MH.
- Rajendra
M.Iswoyokusumo. SH.
|
24 Mei 2010
s.d.
11 Oktober 2010
|
LIHAN Bin H. BAHRI (Alm)
|
· Sekurang-kurangnya 5
tahun dan paling lama 15 tahun
· 4 tahun
· 4 tahun
· Paling singkat 5 tahun
dan paling lama 15 tahun
· Paling lama 20 tahun
|
Pidana Penjara selama 13 tahun dan pidana denda Rp. 10.000.000.000,-
(sepuluh miliar rupiah)
|
Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penggelapan, Perbankan Syariah, Pencucian Uang
|
Pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan, dan denda sebesar Rp.10.000.000.000,- dengan ketentuan jika denda
tidak dibayar harus
diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan
|
- Surat Dakwaan Penuntut
Umum;
- Surat Tuntutan Penuntut
Umum;
- Nota Pembelaan (Pledoi) dari Penasehat Hukum;
- Pembelaan lisan terdakwa
- Pendapat Penasehat Hukum;
|
Alasan pengajuan banding oleh Penasihat Hukum:
Kompetensi lembaga pengadilan. Menurut penasihat
hukum perkara tersebut adalah perkara perdata
Alasan pengajuan banding
oleh Jaksa Penuntut Umum:
Lamanya pidana penjara yang dijatuhkan hakim
adalah 6 tahun 6 bulan, tuntutan jaksa 13 tahun.
|
PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
|
Pokok-pokok pertimbangan
Hakim PT
|
|||||||
Bunyi Amar Putusan PT
|
Sanksi Putusan PT
|
||||||||
- Menerima permintaan Banding Terdakwa dan Jaksa Penuntut
Umum
|
Menjatuhkan pidana
penjara selama 9 (sembilan) tahun dan denda sebesar Rp. 100 miliar dgn
kurungan pengganti denda selama 4 (empat) bulan
|
- Surat Dakwaan Penuntut Umum
- Memori Banding dari Penasihat Hukum
- Memori Banding dari Penuntut Umum
- Surat Tuntutan JPU
- Salinan Putusan PN
|
|||||||
Nama Hakim Pengadilan Tinggi:
a.
Ester Siregar, SH. MH(Ketua)
b.
Sutrisni,SH (Anggota)
c.
Hidayat, SH (Anggota)
|
|||||||||
Kasus Posisi:
-
21 Pada Selasa tanggal 25
Desember 2005 sampai dengan tanggal 29 Oktober 2009, bertempat di Desa Cinde
Alus RT. 002 RW. 001 Kec. Martapura Kota Kab. Banjar atau setidak-tidaknya di
suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri
Martapura, terdakwa LIHAN Bin H. BAHRI (Alm) telah menghimpun dana dari
masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha bisnis intan.
-
Pada priode tahun 2005 sampai dengan tahun 2008,
masyarakat mengivestasikan dana miliknya kepada terdakwa dengan cara:
a. Masyarakat
langsung menyerahkan dana miliknya langsung di kediaman terdakwa di Desa
Cindai Alus RT. 002 RT. 001 Kecamatan Martapura Kota Kabupaten Banjar;
b. Mayarakat
menyerahkan dana melalui perantara, kemudian membuat 2 (dua) kwitansi yang
bertuliskan modal usaha intan yang ditandatangani perantara tersebut. Lalu
perantara tersebut menyerahkan 1 (satu) lembar kwitansi kepada masyarakat dan
1 (satu) lembar kwitansi lagi diserahkan kepada terdakwa.
-
Pada priode tahun 2009, masyarakat
menginvestasikan dana miliknya kepada terdakwa dengan cara:
a. Masyarakat
langsung mentransfer dana ke rekening milik terdakwa;
b. Masyarakat
langsung mentransfer ke rekening milik terdakwa, kemudian masyarakat membawa
bukti setoran kepada perantara dan perantara membuat 2 (dua) kwitansi yang
bertuliskan modal usaha intan yang ditandatangani oleh perantara tersebut.
Lalu perantara tersebut menyerahkan 1 (satu) lembar kwitansi kepada
masyarakat dan 1 (satu) lembar kwitansi lagi diserahkan kepada terdakwa;
-
Setelah masyarakat menyerahkan dana investasi
secara langsung kepada terdakwa, atau setelah bukti transfer diserahkan
kepada terdakwa baik secara langsung maupun melalui perantara, kemudian
terdakwa membuat Surat Perjanjian yang ditandatangani oleh terdakwa dengan
masyarakat investor di atas materai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah).
-
Dalam Pasal 1 Surat Perjanjian yang telah dibuat,
dijelaskan bahwa dana yang telah diserahkan oleh masyarakat tersebut
digunakan sebagai modal bisnis intan/moesannite. Sedangkan untuk pembagian
keuntungan, pada tahun 2005 s/d 2008, dalam Pasal 2 Surat Perjanjian
disebutkan 10% dari modal dan dapat langsung diambil di rumah terdakwa dengan
memperlihatkan Surat Perjanjian. Oleh karena keuntungan 10% dari modal adalah
riba dan tidak sesuai dengan syariat Islam, kemudian pada tahun 2009 besarnya
pembagian keuntungan tersebut berubah dengan didasarkan dari pembagian
keuntungan hasil jual beli intan stiap transaksi (prinsip bagi
hasil/mudharabah) dengan perbandingan 40% buat masyarakat dan 60% untuk
terdakwa dan pada bulan April 2009 keuntungan tersebut di transfer langsung
ke rekening masyarakat (investor) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 Surat
Perjanjian.
-
Dana yang dihimpun oleh terdakwa ternyata tidak
semuanya digunakan untuk bisnis intan, melainkan hanya sebagian kecil saja.
Sebagian besar dana masyarakat yang terkumpul tersebut digunakan untuk
keperluan pribadi dengan membeli beberapa buah mobil dan property, mendirikan
beberapa perusahaan yang tidak bergerak di bidang usaha intan, serta
melakukan kunjungan ke luar negeri (Singapura, China, Amerika).
|
RINGKASAN WAWANCARA:
WAWANCARA TERKAIT
PUTUSAN:
(wawancara ini
selayaknya baru diadakan setelah naskah putusan tersebut dipelajari oleh
peneliti).
A. Terkait kompleksitas perkara:
1.
Apabila dibandingkan dengan kasus-kasus pada
umumnya yang Anda tangani, kasus dalam putusan Nomor 149/PID.SUS/2010/PT.BJM ini
(menurut penilaian Anda) termasuk kategori: (a) sangat kompleks, (b) cukup
kompleks, atau (c) biasa-biasa saja?
Menurut
Hakim PT yang diwawancarai, yaitu Hakim Ester Siregar, SH, MH yang menangani kasus ‘Penggelapan, Perbankan Syariah, Pencucian Uang’,
perkara yang ditangani cukup kompleks karena kasus ini terkait dengan usaha penghimpunan dana masyarakat yang
jumlahnya relatif besar sehingga kasus ini pun menjadi sangat menarik perhatian
publik.
- Apakah Anda menemukan ada kerumitan dalam menetapkan fakta-fakta yang diungkapkan dalam berkas-berkas perkara yang diajukan? Jika ya, menurut Anda, pada faktor apa persisnya letak kompleksitas tersebut?
Tidak ada
- Jika dilihat dari kompleksitasnya, apakah pengadilan tinggi sebagai judex factie saat itu menganggap perlu dilakukan proses persidangan (pemeriksaan ulang) dengan menghadirkan para pihak?
Tidak perlu
- Jika jawabannya “tidak perlu”, apa pertimbangannya?
Dasar hukum baik hukum acara maupun hukum
materiil yang digunakan oleh Hakim PN dalam memeriksa dan mengadili perkara
tersebut sudah memadai menurut hukum.
B. Terkait dasar hukum yang digunakan:
1.
Apakah Anda melihat dasar hukum yang
digunakan oleh pihak JPU (dalam perkara pidana) atau penggugat (dalam perkara
perdata) sudah cukup memadai untuk menyelesaikan kasus tersebut?
Cukup memadai
- Apakah ada elaborasi (penelaahan lebih dalam) yang dilakukan oleh majelis hakim tingkat banding dalam menstrukturkan dasar hukum yang digunakan?
Hakim PT mengatakan bahwa dasar hukum yang digunakan Hakim pada pengadilan tingkat
pertama dalam menjatuhkan putusan sudah tepat.
- Selain dasar hukum yang sudah disebutkan oleh para pihak dan di dalam putusan tingkat pertama, apakah ada dasar hukum lain yang majelis hakim banding pergunakan dalam penyelesaian perkara ini?
Tidak ada
- Jika ada dasar hukum lain, mengapa menurut Anda, dasar-dasar tersebut perlu ditambahkan sebagai landasan yuridis penyelesaian perkara ini?
Tidak ada.
C.
Terkait penalaran hukum dan penemuan hukum:
1. Apakah Anda (sebagai hakim pengadilan tingkat
banding) menilai hakim pengadilan tingkat pertama sudah cukup komprehensif
dalam memberikan pertimbangan-pertimbangan atas fakta dan hukum dalam perkara
ini?
Belum cukup
- Jika belum, apa catatan Anda terhadap kekurangan dari pertimbangan putusan pengadilan tingkat pertama tersebut?
Ada ketidak jelasan mengenai status barang bukti dalam
perkara ini berupa mobil Alphard, toyota Fortuner 2009, Honda CRV, Toyota Altis
2009 dan mobil dump truck tahun 2007 milik terdakwa yang tidak dimunculkan dalam amar putusan, padahal dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam putusan PN.
- Apakah Anda telah melakukan penemuan hukum?
Tidak
- Apa tepatnya penemuan hukum yang Anda sampaikan terkait perkara ini?
Tidak ada
- Jika harus memberi nama, jenis penemuan hukum ini termasuk penemuan hukum dengan metode apa?
Tidak ada
- Mengapa metode penemuan hukum ini, menurut Anda, yang paling tepat untuk memberi makna sebagai struktur aturan dalam penyelesaian perkara ini?
Tidak ada
D.
Terkait pertimbangan nonyuridis:
1. Apakah ada nilai-nilai kemasyarakatan yang
sangat mendesak untuk ditampung dalam pertimbangan para majelis hakim di
pengadian banding?
Tidak ada
- Apakah Anda merasakan ada intervensi yang mempengaruhi kebebasan hakim dalam memutuskan perkara tersebut?
Tidak ada
E.
Terkait kontribusi hakim tinggi ybs.:
1.
Menurut Anda, apakah peran hakim ketua dalam sebuah majelis memang lebih
menentukan daripada peran hakim anggota?
Tidak benar.
Hakim ketua hanya berfungsi sebagai koordinator, bukan yang paling menentukan.
Tidak ada seperti sistem hierarki atau komando dalam majelis hakim.
2. Apakah terdapat perbedaan pendapat dalam majelis
hakim ketika memutuskan perkara ini?
Tidak ada
3. Dalam hal terdapat perbedaan pendapat,
bagaimana sikap Anda saat itu?
Tidak ada
PANDUAN PERTANYAAN
(Perkara Pidana)
PUTUSAN PENGADILAN TINGKAT BANDING
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pengantar
Panduan
pertanyaan di bawah ini dimaksudkan untuk membantu peneliti dalam menentukan
fokus penelitian dan membuat alur pikir yang nantinya dituangkan dalam Laporan
Penelitian.. Isian panduan ini selanjutnya harus dijelaskan secara mendalam pada bagian analisis dan
rekomendasi penelitian ini.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Identitas objek putusan dan hakim yang memutus:
1. No. Perkara
(No. Reg. Perkara PT) : No. 149/PID.SUS/2010/PT.BJM
2. Pengadilan Tinggi Provinsi : KALIMANTAN SELATAN
3. No. Perkara di Pengadilan Negeri : 133/Pid.Sus/2010/PN.Mtp
4. Pengadilan Negeri Kota/Kabupaten : Banjar
5. Putusan Menyangkut Perkara : Penggelapan, Perbankan Syariah,
Pencucian Uang
6. Tanggal Penetapan
Putusan PT : 9 Februari 2012
7. Susunan
Majelis Hakim PT : Ester Siregar, SH. MH. (Ketua)
Sutrisni, SH (Anggota)
Hidayat, SH (Anggota)
1. Apakah putusan
hakim PT ini telah mengikuti prosedur hukum acara pidana?
1.1. Apakah putusan hakim PT sudah
memuat hal-hal yang harus ada dalam suatu
putusan pengadilan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 197 jo. 199 KUHAP? (harap lihat keseluruhan item dari
pasal-pasal tersebut!)
a. Ya
Dalam Putusan terlihat Majelis Hakim telah mengikuti
prosedur hukum acara dalam memutuskan perkara di pengadilan tinggi sesuai
denggan Pasal 197 KUHAP. Bahkan, dalam wawancara yang dilakukan, ketua majelis hakim secara eksplisit menyatakan bahwa beliau
mengutamakan terlebih dahulu proses peradilan agar sesuai dengan hukum acara
yang berlaku dan juga mengecek apakah tuntutan yang dilakukan oleh Jaksa
Penuntut Umum sudah sesuai dengan hukum acara pidana. Setelah prosedur-prosedur
hukum acara telah ditaati, baru aspek hukum materialnya diperhatikan
1.2. Dalam hal
majelis hakim PT memeriksa kembali (fakta) di persidangan, apakah
putusan hakim PT sudah didukung oleh minimal dua alat
bukti yang sah sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 183 jo. Pasal
185 KUHAP?
a.
Ya
1.3. Apakah
hakim PT melakukan pemeriksaan/penilaian alat bukti
telah sesuai dengan Undang-Undang,
doktrin dan/atau yurisprudensi?
c. Tidak
teridentifikasi
1.4. Apakah dalam putusan hakim PT ini, hakim sudah memuat
secara proporsional antara argumen jaksa maupun dan penasihat hukum/terdakwa?
a. Ya
1.5.
Apakah hari/tanggal dilakukan musyawarah majelis
hakim PT berbeda dengan hari/tanggal putusan diucapkan?
b. Tidak.
Musyawarah
Majelis Hakim PT dilakukan bersamaan dengan hari dan tanggal putusan diucapkan,
yaitu pada hari Rabu tanggal 8 Desember 2010.
2. Terkait dengan penerapan
hukum pidana materiil, apakah unsur-unsur
tindak pidana dan kesalahan
sudah terpenuhi serta dilengkapi dengan sumber-sumber
hukum di luar undang-undang?
2.1. Dalam
hal putusan PT ini “mengadili sendiri,” apakah putusan hakim PT telah
menguraikan secara lengkap unsur-unsur yang didakwakan?
a. Ya
2.2. Selain
undang-undang, apakah hakim PT juga menggunakan yurisprudensi sebagai dasar pertimbangan putusannya?
b.
Tidak
2.3. Selain
undang-undang, apakah hakim PT juga menggunakan sumber hukum berupa doktrin
hukum sebagai dasar pertimbangan putusannya ?
b.
Tidak
2.4. Apakah
putusan hakim PT menggunakan sumber hukum lain (nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat, yaitu berupa hukum adat dan/atau kebiasaan)?
c. Tidak teridentifikasi
2.5. Dalam hal amar putusan berbeda (lebih berat/ringan)
daripada putusan pengadilan negeri, apakah ada uraian yang memadai tentang
faktor yang meringankan/memberatkan tersebut?
a. Ya
Dalam Amar
Putusan PT lebih berat dari Amar Putusan PN, di mana
terdakwa oleh PT dijatuhi pidana penjara lebih berat selama 9 (sembilan) tahun daripada pidana penjara
yang dijatuhkan PN selama 6 (enam) tahun.
Putusan
pengadilan tingkat pertama dirasa kurang setimpal dan belum memenuhi rasa
keadilan masyarakat utamanya pada saksi korban sehingga majelis hakim tingkat
menjatuhkan pidana yang setimpal dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh
terdakwa sekaligus sebagai efek jera bagi terdakwa atau yang lainnya yang
melakukan perbuatan serupa.
3. Apakah putusan hakim PT telah mencerminkan
penalaran hukum yang logis (runtut dan sistematis)?
3.1. Apakah argumentasi yang
dibangun oleh hakim PT
menunjukkan keterkaitan antara pertimbangan hukum, fakta, dan konklusinya?
a. Ya
3.2. Apakah pertimbangan hukum yang disampaikan oleh hakim PT
memiliki perbedaan yang mendasar dengan pertimbangan hukum yang diberikan oleh
hakim pengadilan tingkat pertama?
b. Tidak
Majelis Hakim tingkat banding telah mengambil
alih semua pertimbangan hukum majelis hakim pada tingkat pertama.
3.3. Apakah putusan hakim PT mengandung penafsiran baru (di
luar penafsiran
gramatika
dan otentik) dibandingkan putusan pengadilan tingkat pertama?
c. Tidak
Teridentifikasi
3.4. Apakah putusan
hakim PT mengandung konstruksi hukum yang baru (misalnya analogi) dibandingkan
putusan pengadilan tingkat pertama? (bedakan antara metode penemuan berupa penafsiran dan konstruksi!).
b. Tidak
3.5. Dalam alur penalaran yang ditunjukkan oleh
hakim PT, apakah Anda mengidentifikasi adanya konklusi
yang ”terlalu dipaksakan”?
b. Tidak
4. Apakah putusan hakim PT telah menggali nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat
(aspek-aspek nonyuridis)?
4.1. Untuk menetapkan lamanya pidana (straftoemeting)
apakah dalam putusan hakim PT teridentifikasikan pertimbangan faktor-faktor
non-yuridis (psikologis, sosial, ekonomi, edukatif, lingkungan, religius) ?
b.
Tidak
4.2. Apakah faktor-faktor yang disebutkan dalam pertanyaan 4.1
sejalan dengan bunyi amar putusannya (penjatuhan pidana, putusan bebas, atau
lepas dari tuntutan hukum)?
b. Tidak
5. Apakah Anda menyimpulkan hakim telah
berlaku profesional dalam penyelesaian perkara
ini?
5.1. Jika
“profesionalisme” dimaknai sebagai telah dipenuhinya (ya) butr-butir 1 s.d. 4
di atas, menurut Anda (peneliti), apakah hakim PT telah berlaku profesional
dalam menjalankan tugasnya?
a. Ya
Hakim PT sudah secara
memadai mengoptimalkan fungsinya sebagai hakim untuk mewujudkan keadilan masyarakat.
5.2. Mengingat penelitian ini juga disertai dengan pengkajian
data primer, apakah penilaian Anda pada butir 5.1) sejalan
dengan deskripsi umum dari hasil pengkajian data primer tersebut?
a. Ya
Data primer diperoleh melalui wawancara yang dilakukan
pada tanggal 15 Maret 2012 di PT Kalimantan Selatan dengan Hakim Ketua Ester
Siregar, SH, MH, yang menangani perkara yang dimaksud. Dalam wawancara
tersebut, hakim PT menjelaskan garis-garis besar putusan dan
pertimbangan-pertimbangan yang ia lakukan, namun tidak secara detail
menjelaskan alasan-alasan di baliknya, seperti faktor sosial dan psikologis.
Hakim PT secara tegas menyatakan bahwa ia hanya menggunakan dasar hukum
normatif dalam memutuskan perkara tersebut dan tidak terdapat kompleksitas
berarti dalam menghubungkan fakta hukum dengan dasar hukumnya.
5.3. Apa rekomendasi Anda terkait dengan
kesimpulan Anda pada butir 5.1 dan 5.2 di atas?
-
Hakim hendaknya menjelaskan dasar pertimbangan putusan yang
tidak terungkap dalam Putusan tertulis pada saat wawancara, terutama
pertimbangan pribadi, keyakinan moral dan psikologis, sehingga peneliti dapat
lebih memahami faktor-faktor nonyuridis yang melatarbelakanginya.
-
Hakim perlu mempertimbangkan dasar-dasar hukum yang lain
di luar Undang-undang, sehingga putusannya dapat merefleksikan keadilan yang
lebih substantif.
Peneliti Jejaring
Tanda Tangan,
(Dr. F. A. ABBY, S.H., M.H)
Instansi:
Fakultas Hukum
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
KODING PERKARA PIDANA
PUTUSAN
PENGADILAN TINGKAT BANDING:
Nomor perkara :
NO 149/PID.SUS/2010/PT.BJM
Pengadilan Tinggi :
KALIMANTAN SELATAN
Nama hakim tinggi yang terkait:
Ester Siregar,
SH,MH (Hakim Ketua)
Sutrisni, SH
(Hakim Anggota)
Hidayat, SH (Hakim
Anggota)
Nomor
|
Sub
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
Teridentifikasi
|
1
|
1.1
|
1
|
||
1.2
|
1
|
|||
1.3
|
1
|
|||
1.4
|
1
|
|||
1.5
|
1
|
|||
JUMLAH
|
3
|
1
|
1
|
Nomor
|
Sub
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
Teridentifikasi
|
2
|
2.1
|
1
|
||
2.2
|
1
|
|||
2.3
|
1
|
|||
2.4
|
1
|
|||
2.5
|
1
|
|||
JUMLAH
|
2
|
2
|
1
|
|
Nomor
|
Sub
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
Teridentifikasi
|
3
|
3.1
|
1
|
||
3.2
|
1
|
|||
3.3
|
1
|
|||
3.4
|
1
|
|||
3.5
|
1
|
|||
JUMLAH
|
1
|
3
|
1
|
Nomor
|
Sub
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
Teridentifikasi
|
4
|
4.1
|
1
|
||
4.2
|
1
|
|||
JUMLAH
|
0
|
2
|
TOTAL
Khusus jawaban nomor 1 s.d. 4
|
Total
|
Persentase
(dari 17 butir)
|
Jawaban YA
|
6
|
35,29%
|
Jawaban TIDAK
|
8
|
47,06%
|
Jawaban TIDAK
TERIDENTIFIKASI
|
3
|
17,65%
|
===================================================================
Nomor
|
Sub
|
Ya
|
Tidak
|
Keterangan
|
5
|
5.1
|
1
|
||
5.2
|
1
|
|||
5.3
|
||||
JUMLAH
|
2
|
0
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar