Selasa, 23 September 2014

PENELITIAN TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO 149/PID.SUS/2010/PT.BJM TENTANG TINDAK PIDANA PENGGELAPAN, PERBANKAN SYARIAH DAN PENCUCIAN UANG





LAPORAN HASIL PENELITIAN PUTUSAN HAKIM


PENELITIAN TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO 149/PID.SUS/2010/PT.BJM TENTANG
TINDAK PIDANA PENGGELAPAN, PERBANKAN SYARIAH DAN PENCUCIAN UANG




Oleh:
Dr. F.A. ABBY, SH, MH



DIBIAYAI PROYEK DIPA KOMISI YUDISIAL RI


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
MARET 2012




HALAMAN PENGESAHAN



Download Di Bawah Ini :





DAFTAR  ISI

Identitas Objek Putusan dan Hakim yang Memutus                  1

A.     Pendahuluan                                                                            1

B.     Posisi Kasus                                                                            2          

C.     Dasar Hukum Yang Digunakan                                              3

D.    Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan                             5            

E.     Studi Pustaka                                                                          11

F.      Analisis                                                                                     21           

G.    Kesimpulan dan Rekomendasi                                          35                             

H.    Daftar Pustaka                                                                        35





 


Identitas Objek Putusan dan Hakim yang Memutus:
      1. No. Perkara                                           : 149/PID.SUS/2010/PT.BJM
      2. Pengadilan tempat putusan ditetapkan     : Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan
      3. Tanggal putusan ditetapkan                     : 8 Desember 2010
      4. Susunan majelis hakim                            : a. Ester Siregar, SH. MH. (Ketua)
                                                                          b. Sutrisni,SH (Anggota)        
                                                                          c. Hidayat, SH (Anggota)
      5. Pengadilan Negeri asal putusan   : Pengadilan Negeri Martapura
      6. No. Perkara (registrasi PN)                    : 133/Pid.Sus/2010/PN.Mtp

A.   Pendahuluan

Putusan Hakim yang diteliti ini tentang tindak pidana Pengelapan, Perbankan Syariah, Pencucian Uang. Penuntut Umum mendakwa dengan dakwaan yang disusun secara gabungan kumulatif subsidairitas yaitu PERTAMA Primair, melanggar Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Subsidair, melanggar Pasal 378 KUHP. Lebih Subsidair, melanggar Pasal 372 KUHP. Dan KEDUA: melanggar Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dan KETIGA: melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Permintaan banding dari Pensehat Hukum Terdakwa maupun Penuntut Umum telah diajukan dalam tenggang waktu dan menurut cara serta syarat-syarat sebagaimana ditentukan menurut Undang-undang, maka dengan demikian permintaan banding tersebut dapat diterima oleh Majelis Hakim PT.
Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji hasil putusan yang dijatuhkan oleh hakim PT terhadap kasus di atas, baik berkenaan dengan dasar hukum yang digunakan oleh hakim, pertimbangan hukum dan amar putusan hakim PN dalam menangani kasus tersebut. Analisis didasarkan pada perkembangan pemikiran ilmu hukum.

B.   Kasus Posisi
-         Pada Selasa tanggal 25 Desember 2005 sampai dengan tanggal 29 Oktober 2009, bertempat di Desa Cinde Alus RT. 002 RW. 001 Kec. Martapura Kota Kab. Banjar atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Martapura, terdakwa LIHAN Bin H. BAHRI (Alm) telah menghimpun dana dari masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha bisnis intan.
-         Pada priode tahun 2005 sampai dengan tahun 2008, masyarakat mengivestasikan dana miliknya kepada terdakwa dengan cara:
a.       Masyarakat langsung menyerahkan dana miliknya langsung di kediaman terdakwa di Desa Cindai Alus RT. 002 RT. 001 Kecamatan Martapura Kota Kabupaten Banjar;
b.      Mayarakat menyerahkan dana melalui perantara, kemudian membuat 2 (dua) kwitansi yang bertuliskan modal usaha intan yang ditandatangani perantara tersebut. Lalu perantara tersebut menyerahkan 1 (satu) lembar kwitansi kepada masyarakat dan 1 (satu) lembar kwitansi lagi diserahkan kepada terdakwa.
-         Pada priode tahun 2009, masyarakat menginvestasikan dana miliknya kepada terdakwa dengan cara:
a.       Masyarakat langsung mentransfer dana ke rekening milik terdakwa;
b.      Masyarakat langsung mentransfer ke rekening milik terdakwa, kemudian masyarakat membawa bukti setoran kepada perantara dan perantara membuat 2 (dua) kwitansi yang bertuliskan modal usaha intan yang ditandatangani oleh perantara tersebut. Lalu perantara tersebut menyerahkan 1 (satu) lembar kwitansi kepada masyarakat dan 1 (satu) lembar kwitansi lagi diserahkan kepada terdakwa;
-         Setelah masyarakat menyerahkan dana investasi secara langsung kepada terdakwa, atau setelah bukti transfer diserahkan kepada terdakwa baik secara langsung maupun melalui perantara, kemudian terdakwa membuat Surat Perjanjian yang ditandatangani oleh terdakwa dengan masyarakat investor di atas materai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah).
-         Dalam Pasal 1 Surat Perjanjian yang telah dibuat, dijelaskan bahwa dana yang telah diserahkan oleh masyarakat tersebut digunakan sebagai modal bisnis intan/moesannite. Sedangkan untuk pembagian keuntungan, pada tahun 2005 s/d 2008, dalam Pasal 2 Surat Perjanjian disebutkan 10% dari modal dan dapat langsung diambil di rumah terdakwa dengan memperlihatkan Surat Perjanjian. Oleh karena keuntungan 10% dari modal adalah riba dan tidak sesuai dengan syariat Islam, kemudian pada tahun 2009 besarnya pembagian keuntungan tersebut berubah dengan didasarkan dari pembagian keuntungan hasil jual beli intan stiap transaksi (prinsip bagi hasil/mudharabah) dengan perbandingan 40% buat masyarakat dan 60% untuk terdakwa dan pada bulan April 2009 keuntungan tersebut di transfer langsung ke rekening masyarakat (investor) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 Surat Perjanjian.
-         Dana yang dihimpun oleh terdakwa ternyata tidak semuanya digunakan untuk bisnis intan, melainkan hanya sebagian kecil saja. Sebagian besar dana masyarakat yang terkumpul tersebut digunakan untuk keperluan pribadi dengan membeli beberapa buah mobil dan property, mendirikan beberapa perusahaan yang tidak bergerak di bidang usaha intan, serta melakukan kunjungan ke luar negeri (Singapura, China, Amerika). 

C.   Dasar Hukum yang Digunakan
Dalam perkara pada putusan ini, dasar hukum yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
1.      PENUNTUT UMUM dalam Surat Dakwaan No.Reg.Perkara : PDM-80/Pargn/Ep.2/11/2011 tertanggal 29 Nopember 2011  mempergunakan dasar hukum :
·      Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Dakwaan Kesatu Primer).
·      Pasal 378 KUHP (Dakwaan Kesatu Subsider).
·      Pasal 372 KUHP (Dakwaan Kesatu Lebih Subsiderr).
·      Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Dakwaan Kedua).
·      Pasal 3 ayat (1) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Dakwaan Ketiga).

2.      PENASEHAT HUKUM dalam Nota Pembelaan menyatakan bahwa Terdakwa LIHAN Bin H. BAHRI (Alm) tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Penggelapan, Perbankan Syariah dan Pencucian Uang, sebagaimana dimaksud dalam dakwaan kesatu lebih subsider, dakwaan kedua dan dakwaan ketiga, membebaskan terdakwa dari semua dakwaan dan tuntutan hukum, mengembalikan harkat dan martabat terdakwa dalam keadaan semula, dan memerintahkan membebaskan terdakwa dari tahanan.
3.      MAJELIS HAKIM PENGADILAN TINGGI KALIMANTAN SELATAN dalam putusannya menyatakan bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar:
·      Pasal 372 KUHP (Dakwaan Kesatu Lebih Subsider).
·      Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Dakwaan Kedua).
·      Pasal 3 ayat (1) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Dakwaan Ketiga).



D.  Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan
Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan dalam rangka memutus perkara Nomor 149/PID.SUS/2010/PT.BJM dalam pertimbangannya telah mengambil alih pertimbangan dan fakta-fakta hukum yang terungkap di pengadilan tingkat pertama menjadi pertimbangan dan fakta-fakta hukum pada tingkat banding.
Setelah mempertimbangkan dakwaan Penuntut Umum yang disusun secara gabungan kumulatif subsidairitas PERTAMA Primair, melanggar Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Subsidair, melanggar Pasal 378 KUHP. Lebih Subsidair, melanggar Pasal 372 KUHP. Dan KEDUA: melanggar Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dan KETIGA: melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang; serta memeriksa dan meneliti dengan seksama putusan Pengadilan Negeri Martapura Nomor 133/Pid.Sus/2011/PN.Mtp  tanggal 11 Oktober 2010, juga mempertimbangkan Memori Banding Penasehat Hukum Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum tertanggal 25 Oktober 2010; maka Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan dalam putusannya menyatakan :

MENGADILI :
1.      Menyatakan terdakwa LIHAN Bin H. BAHRI (Alm) tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam Dakwaan Kesatu Primair dan Kesatu Subsidair;
2.      Membebaskan terdakwa LIHAN Bin H. BAHRI (Alm) oleh karena itu dari dakwaan Kesatu Primair dan Kesatu Subsidair tersebut;
3.      Menyatakan terdakwa LIHAN Bin H. BAHRI (Alm) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana:
-         PENGGELAPAN
-         PERBANKAN SYARIAH dan
-         PENCUCIAN UANG
4.      Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan;
5.      Menetapkan masa penangkapan dan penahanan akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
6.      Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan;
7.      Menetapkan barang bukti berupa:
-         4 (empat) lembar fotocopy surat perjanjian antara NASRULLAH dengan LIHAN, tanggal 20 April 2009, tanggal 13 Oktober 2009, 29 Oktober 2009, dan 10 Juli 2009;
-         1 (satu) lembar  fotocopy surat perjanjian tanggal 06 Oktober 2008 antara LIHAN dengan Hj. IDAWATI;
-         Hasil print-out;
-         17 (tujuh belas) otner fotocopy surat perjanjian antara LIHAN dengan INVESTOR;
-         2 (dua) dus berisi slip setoran antara LIHAN dan Investor ke rekening milik LIHAN;
-         3 (tiga) dus berisi surat perjanjian;
-         43 (empat puluh tiga) buku tulis yang berisi nama, alamat dan No. Rekening investor;
-         1 (satu) buah buku LIHAN USTADZ PENGUSAHA berjudul “Menguak Misteri Kerajaan Bisnis LIHAN” penerbit Smart 2 Print PT. SMART KARYA UTAMA BANJARMASIN, disusun oleh AHMAD BARIE B, AGUS SALIM, HARTATI SAPUTRA, M. RIWANDI, Cetakan I, Agustus 2008;
-         1 (satu) buah paspor Haji An. JUMRATUL ADAWIYAH;
-         1 (satu) buah ID Card An. JUMRATUL ADAWIYAH;
-         1 (satu) buah buku kesehatan haji Indonesia An. JUMRATUL ADAWIYAH;
-         21 (dua puluh satu) lembar fotocopy berkas haji JUMRATUL ADAWIYAH;
-         No. Rek 8061207019 An. JUMRATUL ADAWIYAH dengan saldo Rp. 8.370.421,- (delapan juta tiga ratus tujuh puluh ribu empat ratus dua puluh satu rupiah), No. Rek. 10616050559 dengan saldo Rp. 96.754.015,- (sembilan puluh enam juta tujuh ratus lima puluh empat ribu lima belas rupiah);
-         No. Rek. 9013578499 An. JUMRATUL ADAWIYAH dengan saldo Rp. 2.058.785,- (dua juta lima puluh delapan ribu tujuh ratus delapan puluh lima rupiah);
-         3 (tiga) dus berisikan surat perjanjian (besar);
-         2 (dua) dus berisikan slip setoran dan kwitansi-kwitansi (kecil);
-         1 (satu) dus data investor (dus);
Terhadap barang bukti tersebut dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara lain;
-       2 (dua) unit CPU;
Terhadap barang bukti tersebut dirampas untuk Negara;
-       Tanah berikut bangunan berupa tempat tinggal dan gedung bulu tangkis terletak di Desa Cindai Alus Kec. Martapura Kota Kab. Banjar;
-       Sebidang tanah beserta surat kepemilikan tanah A. LIHAN yang terletak di Desa Cindai Alus Kec. Martapura Kab. Banjar dengan luas tanah sebesar + 512 M2 sertifikat;
-       Uang tunai Rp. 382.000,- (tiga ratus delapan puluh dua ribu);
-       Uang tunai sebesar Rp. 36.000,- (tiga puluh enam ribu rupiah);
-       Sebidang tanah berikut bangunan yang ada di atasnya bersertifikat SHM No. 729, luas 280M2 An. GLADYS yang terletak di Jl. Ciragil I/29 Kel. Rawa Barat Kec. Kebayoran Baru Jakarta Selatan tanpa sertifikat;
-       1 (satu) unit mobil Nissan Grand Livina 1,8 UL A/T warna abu-abu tua metalik tahun 2007, DA 1 LH Noka : MHBGICG2A7J001162 Nosin : MR18009467R berikut STNK dan BPKB An. LIHAN;
-       1 (satu) unit mobil Toyota Avanza 1300 E (F601RM GMDFJJ), nopol DA 12 BP, tahun pembuatan 2007, warna hijau metalik, Noka : MHFM1BA2JK-004532, Nosin: DC04208 beserta STNK An. LIHAN;
-       1 (satu) buah mobil Suzuki APV DLX dengan Nopol DA 2 FA Noka MHYGDN42V8J-305582 Nosin G15AID-169330 An. DHU AFA TERSENYUM;
-       1 (satu) buah buku BPKB Mobil APV DLX dengan Nopol DA 2 FA An. DHU AFA TERSENYUM;
-       No Rek. 5546994 saldo Rp. 12.942.276,- (dua belas juta sembilan ratus empat puluh dua ribu dua ratus tujuh puluh enam rupiah);
-       No Rek. 80341423 dengan saldo Rp. 5.728.674,- (lima juta tujuh ratus dua puluh delapan ribu enam ratus tujuh puluh empat rupiah);
-       No Rek. 97957674 dengan saldo USD. 725,61;
-       Harta kekayaan yang tersimpan pada Bank Bukopin Capem Banjarbaru An. LIHAN No Rek. 1502900009 dengan saldo Rp. 8.658.281,- (delapan juta enam ratus lima puluh delapan ribu dua ratus satu rupiah);
-       Harta kekayaan yang tersimpan pada Bank Mandiri (Yogyakarta STIE YKPN) An. LIHAN No. Rek. 137.00.00.0629317-5 dengan saldo Rp. 101.489.772,- (seratus satu juta empat ratus delapan puluh sembilan ribu tujuh ratus tujuh puluh dua rupiah);
-       Harta kekayaan yang tersimpan pada Bank Mandiri (Bintaro Jaya Jakarta) An. LIHAN No. Rek. 128-00-0571734-0 dengan saldo Rp. 18.073.097,- (delapan belas juta tujuh puluh tiga ribu sembilan puluh tujuh rupiah), No. Rek. 128-00-0571736-7 dengan saldo Rp. 9.494.715,- (sembilan juta empat ratus sembilan puluh empat ribu tujuh ratus lima belas rupiah), No. Rek. 128-00-0572903-0 dengan saldo USD 732 (tujuh ratus tiga puluh dua dollar) yang tersimpan di Bank Mandiri (Bintaro Jaya Jakarta);
-       Harta kekayaan yang tersimpan pada Bank Mandiri Banjarmasin (Mitra Plaza Banjarmasin) An. LIHAN No. Rek. 0310005344448 dengan saldo Rp. 253.347,- (dua ratus lima puluh tiga ribu tiga ratus empat puluh tujuh rupiah);
-       Harta kekayaan yang tersimpan pada Bank Mandiri Cabang Banjarbaru An. LIHAN No. Rek. 031-00-0445808-2 dengan saldo Rp. 294.703,- (dua ratus sembilan puluh empat ribu tujuh ratus tiga rupiah), No. Rek. 031-00-0567581-7 dengan saldo Rp. 337.000,- (tiga ratus tiga puluh tujuh ribu rupiah);
-       Harta kekayaan yang tersimpan pada Bank BII Cabang Banjarmasin An. LIHAN No. Rek. 1061604965 dengan saldo Rp. 20.926.166,- (dua puluh juta sembilan ratus dua puluh enam ribu seratus enam puluh enam rupiah);
-       Uang tunai (pinjaman modal usaha) sebesar Rp. 70.000.000,- (tujuh puluh juta rupiah);
-       Harta kekayaan yang tersimpan pada Bank Muammalat Cabang Banjarmasin An. LIHAN No. Rek. 9171868699 dengan saldo Rp. 4.154.226,- (empat juta seratus lima puluh empat ribu dua ratus dua puluh enam rupiah), No. Rek. 9183134999 dengan saldo Rp. 253.073.860,- (dua ratus lima puluh tiga juta tujuh puluh tiga ribu delapan ratus enam puluh rupiah);
-       No. Rek. 022070020000117 dengan saldo Rp. 85.309.148,- (delapan puluh lima juta tiga ratus sembilan ribu seratus empat puluh delapan rupiah);
-       Harta kekayaan yang tersimpan pada Bank OCBC NISP Cabang Banjarbaru An. LIHAN No. Rek. 271810001526 dengan saldo Rp. 139.521.884,- (seratus tiga puluh sembilan juta lima ratus dua puluh satu ribu delapan ratus delapan puluh empat rupiah), No. Rek. 271810002755 dengan saldo USD. 3.313, No. Rek. 271810010998 dengan saldo Rp. 529.041.425,- (lima ratus dua puluh sembilan juta empat puluh satu ribu empat ratus dua puluh lima rupiah), No. Rek. 271810011079 dengan saldo Rp. 927.000,- (sembilan ratus dua puluh tujuh ribu rupiah) dan USD 10.097,58, No. Rek. 271810011400 dengan saldo Rp. 3.853.916,- (tiga juta delapan ratus lima puluh tiga ribu sembilan ratus enam belas rupiah), No. Rek. 27181000172-4 dengan saldo Rp. 5.078.967,- (lima juta tujuh puluh delapan ribu sembilan ratus enam puluh tujuh rupiah);
-       Harta kekayaan yang tersimpan pada Bank BRI Cabang P. Samudra Banjarmasin An. LIHAN No. Rek. 0003-01-032234-50 dengan saldo Rp. 3.157.884,- (tiga juta seratus lima puluh tujuh ribu delapan ratus delapan puluh empat rupiah);
-       Tanah berikut bangunan berupa tempat tinggal yang terletak di hunian Islami Kota Santri Kapling No. 19 Kel. Guntung Manggis Kec. Landasan Ulin Kota Banjarbaru (rumah tipe 70 dengan luas tanah 200 M2) tanpa sertifikat;
-       Uang sejumlah Rp. 56.500.000,- (lima puluh enam juta lima ratus ribu rupiah) dari saksi An. H. AUNUR ROFIQ LIL FIRDAUS Bin H. ABDUL GOFUR;
-       Uang sejumlah Rp. 62.500.000,- (enam puluh dua juta lima ratus ribu rupiah);
-       Harta kekayaan yang tersimpan pada PT. Smart Karya Utama yang berkantor pusat di Jl. Kelampis Jaya Nomor 6-B Surabaya sesuai dengan Akta Notaris H. ACHMAD SALIS, SH Nomor: 11 tanggal 31 Mei;
-       1 (satu) lembar surat keterangan kepemilikan saham Rumah Sakit Umum Mawar yang disahkan oleh Notaris NOOR HASANAH, SH No. 22 tanggal 04 Maret 2009 tentang pengalihan pemegang saham CV. MAWAR dengan rincian modal sebagai berikut : LIHAN : Rp. 5.570.000.000,- (lima miliar lima ratus tujuh puluh juta rupiah), DARMAWAN JAYA SETIAWAN : Rp. 2.430.000.000,- (dua miliar empat ratus tiga puluh juta rupiah), Dr. SUWANDI YAPARI, MRS;
Terhadap barang bukti tersebut akan diserahkan kepada RUDY INDRAJAYA, SH selaku Kurator LIHAN (Dalam Pailit);
-       1 (satu) buah dompet warna hitam merk Crocodile Genuine Leather, 2 (dua) buah KTP An. LIHAN, 1 (satu) buah SIM ‘A’ An. LIHAN dan 1 (satu) buah SIM ‘C’ An. LIHAN;
-       1 (satu) buah dompet warna hitam merk BOSS, berisi 2 (dua) buah kartu BSM Priority Bank Syariah Mandiri An. LIHAN, 2 (dua) buah kartu Bank Danamon An. LIHAN, 1 (satu) buah kartu Bank Share An. LIHAN, 1 (satu) buah kartu Bank NISP An. LIHAN, 2 (dua) buah kartu Bank Mega An. LIHAN, 3 (tiga) kartu Bank Panin An. LIHAN, 2 (dua) buah kartu Bank BCA An. LIHAN, 3 (tiga) buah kartu Bank Mandiri An. LIHAN, 1 (satu) buah kartu Bank Bukpin An. LIHAN, 2 (dua) buah kartu Bank BNI An. LIHAN, 1 (satu) buah kartu Bank BRI An. LIHAN, 1 (satu) buah kartu ANZ An. LIHAN, 1 (satu) buah kartu pajak An. LIHAN;
-       1 (satu) buah paspor Haji An. LIHAN;
-       1 (satu) buah ID Card An. LIHAN;
-       1 (satu) buah kartu kesehatan haji Indonesia An. LIHAN;
-       21 (dua puluh satu) lembar fotocopy berkas haji An. LIHAN;
-       1 (satu) buah kacamata merk DKNY beserta kotaknya;
-       1 (satu) buah tas berisikan buku perawatan mobil.
Terhadap barang bukti tersebut dikembalikan kepada terdakwa;
-       1 (satu) lembar surat pernyataan yang dibuat tanggal 10 Pebruari 2010 yang ditandatangani oleh sdr. M. WELLEMHARTO berisi bahwa benar sdr. LIHAN menjadi persero bimbingan belajar Prigama Cabang Barito Kuala dan Tabalong dengan masing-masing bernilai uang Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) atau nilai kedua cabang tersebut adalah Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) disita dari M. WELLEMHARTO, sesuai BAP tanggal 10 Maret 2010;
Terhadap barang bukti tersebut tetap terlampir dalam berkas perkara;
8.      Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp.5000,- (lima ribu rupiah).

E.     Studi Pustaka
Negara Indonesia adalah Negara Hukum.  Pernyataan tersebut secara tegas tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai negara hukum, Indonesia menerima hukum sebagai ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negaranya. Konsekuensi dari itu semua adalah bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.
Hukum bisa dilihat sebagai perlengkapan masyarakat untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu hukum bekerja dengan cara memberikan petunjuk tentang tingkah laku dan karena itu pula hukum berupa norma.[1] Hukum yang berupa norma dikenal dengan sebutan norma hukum, dimana hukum mengikatkan diri pada masyarakat sebagai tempat bekerjanya hukum tersebut.
Bila pada uraian di atas dikatakan bahwa konsekuensi dari dianutnya hukum sebagai ideologi oleh suatu negara adalah bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia, maka hukum juga wajib memberikan timbal balik terhadap negara yang menerimanya sebagai ideologi, dengan cara memperhatikan kebutuhan dan kepentingan-kepentingan anggota-anggota masyarakat serta memberikan pelayanan kepada masyarakat.

1.      Hukum Pidana
Indonesia sebagai negara hukum memiliki beberapa macam hukum untuk mengatur tindakan warga negaranya, antara lain adalah hukum pidana dan hukum acara pidana. Kedua hukum ini memiliki hubungan yang sangat erat, karena pada hakekatnya hukum acara pidana termasuk dalam pengertian hukum pidana. Hanya saja hukum acara pidana atau yang juga dikenal dengan sebutan hukum pidana formal lebih tertuju pada ketentuan yang mengatur bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana.
Pengadilan sebagai institusi lahirnya putusan hakim pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan sifatnya sebagai suatu lembaga yang dihadapkan pada tugas pengintegrasian fungsi “adaptasi”, “pengejaran tujuan” dan “mempetahankan pola”.   Secara faktual kadang peradilan dalam tugasnya yang demikian itu tidak mampu sepenuhnya memainkan secara proporsional melakukan pengintegrasian ketiga fungsi itu.[2] Hakim sebagai salah satu alat negara yang diberikan kewenangan untuk memeriksa dan memutus perkara, haruslah mengikuti prosedur hukum acara pidana yang sudah ditentukan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Untuk melakukan pembuktian terhadap suatu tindak pidana, Penjelasan Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa pembuktian undang-undang secara negatif merupakan metode yang paling tepat diterapkan di Indonesia, karena dalam sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif terangkum kesatuan penggabungan antara sistem conviction-in time dengan sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif (positief wettelijk stelsel)[3]
Untuk menganalisis suatu kasus tindak pidana, harus dilihat dalam kerangka tiga permasalahan pokok dalam hukum pidana yaitu:
a.       Tindak pidana (perbuatan pidana);
b.      Pertanggungjawaban pidana; dan
c.       Pemidanaan.
Perbuatan pidana sebagai ”actus yuris” adalah berdasarkan prinsip terpenuhinya suatu perbuatan yang merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu undang-undang, oleh karena itu yang terpenting dalam isu perbuatan pidana di sini adalah apakah perbuatan seseorang tersebut telah memenuhi unsur-unsur perbuatannya  dan perbuatan tersebut telah mendapatkan larangan oleh peraturan perundang-undangan.
Pertanggungjawaban pidana adalah actus rea, yang melihat apakah perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepada yang bersangkutan. Maknanya apakah perbuatan tersebut adalah suatu perbuatan tercela yang harus dipertanggungjawabkan oleh pelaku tindak pidana.  Oleh karena itulah seseorang yang dinilai telah melakukan tindak pidana belumlah serta merta akan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana tersebut.
       Pemberian pidana adalah masalah pokok yang ketiga dan menjadi sasaran akhir dari adanya tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana tersebut.  Dengan kerangka ini dalam hukum pidana dikenal prinsip ”tiada pidana tanpa kesalahan” dan berkembang pula dalam kajian hukum pidana adanya prinsip ”tiada pertanggungjawaban pidana tanpa adanya kesalahan”.[4]
      Dalam kerangka tiga permasalahan pokok hukum pidana inilah, maka suatu proses hukum dalam perkara pidana haruslah mengungkapkan sedalam-dalamnya tentang fakta telah terjadinya suatu tindak pidana dan adanya pertanggungjawaban pidana dari terdakwa.
      Untuk itu terdapat dua pihak yang sejatinya dapat mengungkapkan tersebut, yaitu adanya kesempatan yang seluas-luasnya kepada Jaksa penuntut Umum untuk dapat membuktikan adanya tindak pidana dan harus dipertanggungjawabkan kepada terdakwa, sedangkan disisi lain diberi kesempatan yang seluas-luasnya pula kepada terdakwa/penasihat hukumnya untuk mengungkapkan fakta apakah perbuatan tersebut adalah termasuk katagori tindak pidana dan juga apakah ia dapat dipersalahkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut.
      Gambaran saling terdapatnya kesempatan untuk mengungkapkan fakta yang sedalam-dalamnya tersebut akan menggambarkan suatu proses yang ”fair”, sehingga terdapat interaksi  positif dalam proses persidangan untuk mendapatkan keadilan yang sejatinya dapat diterima oleh terdakwa dan pihak penuntut umum.
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia. Tugas menyelenggarakan peradilan yang diperinci ke dalam kegiatan-kegiatan menerima, memeriksa dan mengadili perkara, pengadilan melakukan penegakan hukum. Cara mengadili seperti yang dikehendaki oleh sistem hukum tersebut termasuk ke dalam kategori ajudikatif, yaitu menentukan apa yang sesungguhnya merupakan isi suatu peraturan, kemudian menentukan apakah peraturan itu telah dilanggar (khususnya dalam perkara pidana)[5].

2.      Penalaran Hukum
Dalam Terminologi Hukum, istilah ‘argument’ diartikan sebagai berusaha mempercayakan orang lain dengan mengajukan alasan-alasan.[6] Dalam Kamus Filasafat, ‘argument’ dari bahasa Latin ‘arguere’ yang berarti menjelaskan. Alasan-alasan (bukti) yang ditawarkan untuk mendukung atau menyangkal sesuatu.[7] Dalam logika, diartikan sebagai serangkaian pernyataan yang disebut premis-premis yang secara logis berkaitan dengan pernyataan berikutnya yang disebut konklusi. Argumen-argumen dibagi menjadi dua kategori umum, yaitu deduktif dan induktif.
Dalam Blak’s Law Dictionary (Garner, 1999:102), istilah ‘argument’ diartikan “a statement that attempts to persuase; esp., the remarks of counsel in alalyzing and pointing out or repudiating a desired inference, for the assistance of decision-maker. The act or process of attempting to persuade”. Sedangkan ‘argumentative’, diartikan sebagai “of or relating to argument or persuasion, stating not only facts, but also inferences and conclusions drawn from facts (the judge sustained the prosecutor’s objection to the argumentative question)”. [8]
    Dalam Kamus Hukum, istilah ‘argumen’ diberikan arti sebagai alasan yang dapat dipakai untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan. Berargumen, berarti berdebat dengan saling mempertahankan atau menolak alasan masing-masing. Istilah argumentasi, diartikan sebagai pemberian alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan. Berargumentasi berarti memberikan alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan.
Dalam Kamus Belanda-Indonesia, istilah ‘argument’ diartikan bukti sanggahan, alasan, perbantahan, dan ‘argumentatie’ diartikan sebagai hal memberikan alasan dengan cara tertentu, debat, pembahasan.[9] Dalam ‘Kamus Inggris-Indonesia’ ditemukan istilah ‘argument’ yang diberikan arti alasan, perdebatan, bukti, perbantahan, dan ‘argumentation’ diberikan arti sebagai pemberian alasan dengan cara tertentu, debat, pembahasan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, argumen diartikan sebagai alasan berupa uraian penjelasan, dan argumentasi diartikan sebagai pemberian alasan yang diuraikan secara jelas untuk memperkuat suatu pendapat.
Dari pengertian-pengertian di atas, diambil simpulan pengertian ‘argumentasi’ diartikan sebagai, ‘mengajukan alasan berupa uraian penjelasan yang diuraikan secara jelas, berupa serangkaian pernyataan yang secara logis berkaitan dengan pernyataan berikutnya yang disebut konklusi, untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan’.
Di dalam masyarakat terdapat banyak masalah sosial. Dari sekian banyak masalah-masalah sosial itu kita harus mampu me­nemukan atau menyeleksi masalah hukumnya, untuk kemudian dirumuskan dan dipecahkan. Bukan pekerjaan yang mudah untuk menyeleksi masalah hukum dari masalah-masalah sosial, yang sering tumpang tindih dengan masalah hukum dan sulit untuk dicari batasnya, seperti misalnya masalah politik, masalah kesusilaan, masalah agama dan sebagainya. Di sinilah pentingnya kemampuan untuk menyeleksi dan kemudian merumuskan masalah hukum (legal problem identification).
Sebagai contoh konkret dapat dikemukakan kegiatan Hakim dalam memeriksa perkara. Setelah peristiwa konkretnya diseleksi melalui proses tanya-jawab dengan argumentasi masing-masing pihak, maka kemudian peristiwa konkret itu dibuktikan untuk dikonstatasi dan sekaligus dirumuskan dan diidentifikasi bahwa benar-benar telah terjadi peristiwa hukum.
Kalau masalah hukumnya telah diketemukan dan dirumuskan, masih perlu diketahui masalah hukum itu masalah hukum bidang apa, hukum perdata, hukum dagang, hukum agraria, hukum pidana dan sebagainya.
Setelah diketemukan masalah hukumnya dengan menggunakan penemuan hukum, maka harus dicari pemecahannya (legal problem solving). Kalau misalnya sudah diketahui bahwa masalah itu merupakan peristiwa pembunuhan harus dicari siapa pelakunya dan hukumnya untuk diterapkan.Sehingga dalam mempelajari hukum, dihadapkan pada peristiwa konkret, kasus atau konflik yang memerlukan pemecahan dengan mencari hukumnya. Bekal untuk memecahkan konfik itu adalah pengetahuan tentang norma hukum, sistem hukum dan penemuan hukum. Setelah pemecahan masalah hukum perlu diberi hukumnya, hak­nya atau hukumannya. Dengan kata lain, harus diambil keputusan (decision making).
Hakim sebagai sebuah jabatan yang memiliki fungsi yudikatif, pada dasarnya memiliki dua tindakan/peran. Pertama, untuk membuktikan keberadaan suatu fakta yang dikualifikasikan sebagai delik pidana oleh suatu norma umum yang harus diterapkan kepada kasus tertentu. Kedua, hakim menjatuhkan suatu sanksi  pidana yang konkret yang ditetapkan secara umum dalam norma yang harus diterapkan. Dari kedua peran tersebut dapat disimpulkan bahwa hakim merupakan penerap dari norma hukum yang berupa peraturan perundang-undangan yang kemudian diikuti dengan menerapkan sanksi demi tegaknya peraturan perundang-undangan tersebut. Di mana kedua tindakan/peran tersebut akan tertuang dalam isi putusannya yang tersusun secara  runtut dan sistematis sehingga akan tercermin adanya penalaran hukum yang logis.
3.      Filosofi Pemidanaan
Dalam penerapan atau penegakan hukum, masyarakat tidak hanya ingin melihat diciptakannya ketertiban dan kepentingan-kepentingannya dilayani oleh hukum, melainkan menginginkan pula agar dalam masyarakat terdapat peraturan-peraturan yang menjamin nilai-nilai keadilan dan kemanfaatan hukum.
Roscoe Pound sebagaimana dikutip Abdussalam dalam bukunya ”Prospek Hukum Pidana Indonesia” mengemukakan tujuan hukum sebagai berikut:
1.      Pemenuhan keinginan masyarakat berupa keamanan umum dalam hubungannya dalam kehidupan masyarakat.
2.      Melakukan kontrol dan merespon kemauan masyarakat terhadap tuntutan jaminan keamanan sesuai dengan paraturan yang hidup di tengah masyarakat.
3.      Memelihara agar jangan terjadi konflik  dengan tetap menjaga agar tetap di jalur rel hukum yang sudah ditetapkan bersama.
4.      Mencegah terjadi gangguan-gangguan terhadap peraturan-peraturan masyarakat dengan menempatkan setiap orang pada tempat yang sudah ditetapkan.
5.      Menjamin kebebasan individu dengan tetap menjaga hak orang lain yang juga mempunyai kebebasan.
6.      Menjamin kepentingan-kepentingan sosial, selama kepentingan-kepentingan tersebut dijamin melalui suatu penertiban manusia dalam hubungan-hubungan kemasyarakatan.[10]
Ada tiga pilar utama dalam hukum yang dapat dijadikan tolak ukur untuk mengukur suatu putusan hakim, yaitu:
a.    Apakah putusan tersebut mengandung nilai-nilai kepastian hukum;
b.    Apakah putusan tersebut mengandung nilai-nilai keadilan;
c.    Apakah putusan tersebut mengandung nilai-nilai kemanfatan.
Dalam kerangka berfikir hukum, tentunya ketiga aspek nilai-nilai hukum tersebut tidak dapat dipisahkan dari instrumen yang digunakan untuk dapat memasuki tataran ketiga nilai tersebut. Oleh karena itu, putusan hakim yang baik atau ideal adalah putusan yang dapat menempatkan titik keseimbangan antara tiga pilar hukum tersebut, seperti bagan di bawah ini:

                                                       KEADILAN



                                  

KEPASTIAN                                     KEMANFAATAN
    
Titik merah tersebut adalah titik keseimbangan sebagai titik hukum yang ideal untuk menilai suatu putusan hakim, maknanya putusan hakim tersebut telah berhasil menggabungkan ketiga nilai hukum tersebut dalam suatu putusannya secara seimbang.  Dan manakala ada putusan yang lebih cenderung kepada suatu sudut tertentu, maka putusan tersebut tidak seimbang, kalau terjadi demikian maka putusan itu belum mampu menempatkan keadilan dalam hukum.
Keadilan dalam hukum tersebut adalah suatu keadilan yang mampu menyeimbangkan ketiga pilar nilai-nilai dasar hukum tersebut, yang dalam bahasa operasional, berarti putusan hakim tersebut adalah putusan yang berkepastian, berkeadilan, dan mempunyai kemanfatan.
Keadilan adalah sesuatu yang diharapkan oleh semua masyarakat sebagai perwujudan dari keseimbangan antara hak dan kewajiban. Manusia yang hidup di suatu negara tentunya memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu yang melekat pada diri setiap warga negaranya.   Untuk itu, nilai keadilan dalam putusan pengadilan harus mencerminkan kepada kepentingan terdakwa, korban, dan masyarakat.


4.      Profesionalisme Hakim
Penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan nilai, ide, cita yang cukup abstrak yang menjadi tujuan hukum. Tujuan hukum atau cita hukum memuat nilai-nilai moral, seperti keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai tersebut harus mampu diwujudkan dalam realitas nyata. Eksistensi hukum diakui apabila nilai-nilai moral yang terkandung dalam hukum tersebut mampu untuk diemplementasikan atau tidak.
Menurut Soerjono Soekanto, secara konsepsional inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantahkan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.
Penegakan hukum sebagai sarana untuk mencapai tujuan hukum, maka sudah semestinya seluruh energi dikerahkan agar hukum mampu bekerja untuk mewujudkan nilai-nilai moral dalam hukum. Kegagalan hukum untuk mewujudkan nilai-nilai hukum tersebut merupakan ancaman bahaya bangkrutnya hukum yang ada. Hukum yang miskin implementasi terhadap nilai-nilai moral akan berjaran serta terisolasi dari masyarakatnya. Keberhasilan penegakan hukum akan menentukan serta menjadi barometer lagitimasi hukum ditengah-tengah realitas sosialnya.
Hukum dibuat untuk dilaksanakan, dan dalam rangka melaksanakan dan menegakan hukum diperlukan institusi-institusi hukum. Salah satu dari institusi penegak hukum adalah pengadilan, dalam hal ini salah satunya dilaksanakan oleh para Hakim. Penegak hukum tidak bekerja dalam ruang hampa dan kedap pengaruh, melainkan selalu berinteraksi dengan lingkup sosial yang besar.
Menurut Satjipto Rahardjo, keadilan akan dapat ditegakan apabila para penegak hukum mau menggunakan atau tidak menggunakan hukum. Hukum yang progresif salah satunya dipengaruhi oleh faktor manusia yang akan menegakan hukum itu sendiri. Penegakan hukum progresif bertolak dari pilar utamanya, yaitu determinasi dan komitmen kuat dari sekalian sub sistem peradilan untuk memerangi korupsi. Memerangi korupsi dalam dunia peradilan disini, dalam kaitan dengan profesionalisme Hakim adalah terwujudnya para Hakim yang menggunakan hukum tersebut secara kreatif, inovatif dan agresif untuk mencapai tujuan yang telah dipastikan.
Penegakan hukum progresif adalah menjalankan hukum tidak sekedar menurut kata-kata hitam putih dari peraturan (according to the letter), melainkan menurut semangat dan makna lebih dalam (to the very meaning) dari undang-undang atau hukum. Penegakan hukum tidak hanya dengan kecerdasan intelektual, melainkan dengan kecerdasan spiritual. Dengan kata lain, penegakan hukum yang dilakukan dengan penuh determinasi, empati, dedikasi, komitmen terhadap penderitaan bangsa dan disertai keberanian untuk mencari jalan lain daripada yang biasa dilakukan.

F.      Analisis   
Berdasar uraian sebelumnya, maka pada bagian ini Peneliti akan melakukan analisis terhadap putusan Nomor 149/PID.SUS/2010/PT.BJM tanggal 8 Desember 2010 dengan Terdakwa LIHAN bin H. BAHRI (Alm). Analisis ini Peneliti bagi dalam beberapa bagian, sebagai berikut :

1.      Prosedur Hukum Acara
Berkenaan dengan prosedur hukum acara pidana yang termuat dalam putusan ini adalah sebagai berikut :
a.       Penerapan ketentuan Pasal 197 KUHAP

KUHAP

PUTUSAN PENGADILAN TINGGI

Pasal 197 KUHAP menyatakan sebagai berikut :
(1)   Surat putusan pemidanaan memuat :

a.    Kepala putusan yang dituliskan berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

Di dalam putusan, bunyi ini juga dimuat dalam kepala putusan (terdapat dalam halaman 1 dari 89 halaman Putusan Nomor : 149/PID.SUS/2010/PT.BJM)
b.    Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa
Dalam putusan pada bagian data tentang Terdakwa termuat sebagai berikut: nama LIHAN bin H. BAHRI (alm), tempat lahir Liang Anggang, umur/tanggal lahir: 36 tahun/09 JULI 1974, jenis kelamin LAKI-LAKI, kebangsaan INDONESIA, tempat tinggal DESA CINDAI ALUS RT.002 RW. 001 KECAMATAN MARTAPURA KOTA KABUPATEN BANJAR, agama: ISLAM, pekerjaan: WIRASWASTA (terdapat dalam halaman 1 dari 89 halaman Putusan Nomor : 133/Pid. Sus/2010/PN.Mtp)
c.    Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan
Di dalam putusan termuat dakwaan Penuntut Umum dengan No. Reg. Perkara: PDS-117/MARTA/04/2010, tanggal 21 Mei 2010 (terdapat dalam halaman 10 dari 89 halaman Putusan Nomor : 149/Pid. Sus/2010/PT.BJM). Terdakwa telah didakwa dengan dakwaan sebagai berikut: KESATU dst nya
(terdapat dalam halaman 10 s.d. 52 dari 89 halaman Putusan Nomor: 149/Pid. Sus/2010/PT.BJM)
Dan
KEDUA dst nya
(terdapat dalam halaman 32 s.d. 40 dari 152 halaman Putusan Nomor: 133/Pid. Sus/2010/PN.Mtp)
Dan
KETIGA dst nya
(terdapat dalam halaman 40 s.d. 50 dari 152 halaman Putusan Nomor: 133/Pid. Sus/2010/PN.Mtp)
d.    Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa
Di dalam putusan termuat sebagai berikut:
-   Menimbang, bahwa dengan demikian dari seluruh uraian dan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Putusaan Pengadilan Negeri Martapura tanggal 11 Oktober 2010 No. 133/Pid.Sus/2010/PT.Mtp yang dimintakan banding dapat dikuatkan, dengan memperbaiki amar putusan mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan atas diri terdakwa, yang selengkapnya sebagaimana disebutkan dalam amar putusan  di bawah ini.
e.    Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan
Dalam putusan termuat sebagai berikut: Surat Tuntutan Penuntut Umum tanggal 21 Mei 2010 No. Reg. Perkara: 117/MARTA/04/2010 menuntut agar Majelis Hakim yang mengadili perkara ini memutuskan dstnya (52 dari 152 halaman Putusan No. 149/Pid.Sus/2010/PT.Bjm.)
f.      Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa
Di dalam putusan termuat sebagai berikut:
Menimbang, bahwa terdakwa telah diajukan oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun secara gabungan kumulatif subsideritas, yaitu :
PERTAMA:
Primair, melanggar Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Subsidair, melanggar Pasal 378 KUHP.
Lebih Subsidair, melanggar Pasal 372 KUHP.
Dan
KEDUA: melanggar Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Dan

KETIGA: melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
-        Menimbang, bahwa dakwaan penuntut umum disusun secara gabungan kumulatif subsideritas, Majelis Tingkat Banding sependapat dengan Hakim Pengadilan Tingkat pertama yang lebih dahulu mempertimbangkan dakwaan Kesatu dari Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (terdapat dalam halaman 76 dari 89 halaman Putusan No. 149/Pid. Sus/2010/PT.Bjm)
-        Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan kesatu tersebut disusun secara subsideritas, maka terlebih dahulu dipertimbangkan dakwaan kesatu primer dan apabila dakwaan kesatu primer telah terbukti, maka dakwaan kesatu subsider tidak perlu dibuktikan lagi, akan tetapi apabila dakwaan kesatu primer tidak terbukti, maka akan dipertimbangkan dakwaan kesatu subsider demikian seterusnya (terdapat dalam halaman 76 dari 89 halaman Putusan No. 149/Pid. Sus/2010/PT.Bjm)

g.    Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal
Di dalam putusan termuat sebagai berikut: demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan di Banjarmasin pada hari Rabu, tanggal 8 Desember 2010, dstnya (terdapat dalam halaman 88 dari 152 halaman Putusan Nomor : 149/PID.SUS/2010/PT.BJM) 

h.    Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan.
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
-         Menerima permintaan banding dari Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum.
-         Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Martapura tanggal 11 Oktober 2010 No. 133/Pid.Sus/2010/PN.Mtp yang dimintakan banding tersebut, dengan memperbaiki amar putusan sekedar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan;
-         Menyatakan terdakwa LIHAN Bin H. BAHRI (Alm) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penggelapan, Perbankan Syariah, dan Pencucian Uang;
-         Menjatukan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun dan denda sebesar Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti pidana kurungan selama 4 (empat) bulan.
(terdapat dalam halaman 81 s/d 82 dari 89 halaman  Putusan Nomor : 149/PID.SUS/2010/PT.BJM)
i.      Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 5.000,- (terdapat dalam halaman 88 dari 89 halaman Putusan Nomor : 149/PID.SUS/2010/PT.BJM)
Mengenai beberapa barang bukti:
-      Dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara lain;
-      Dirampas untuk negara;
-      Diserahkan kepada RUDY INDRAJAYA, SH selaku Kurator LIHAN (dalam Pailit);
-      Dikembalikan kepada terdakwa;
-      Tetap terlampir dalam berkas perkara.
(terdapat dalam halaman 83 s/d 88 dari 89 halaman Putusan Nomor : 149/PID.SUS/2010/PT.BJM)

j.      Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu
Dalam perkara ini tidak ada yang berkenaan dengan surat otentik, sehingga dalam putusan ini tidak memuat tentang hal yang terdapat pada point j ini.
k.    Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan (terdapat dalam halaman 82 dari 89 halaman  Putusan Nomor : 149/PID.SUS/2010/PT.BJM)

l.      Hari dan tanggal putusan, nama penutut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan di Banjarmasin pada hari Rabu tanggal 8 Desember 2010 oleh kami Ester Siregar, SH. MH., Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan di Banjarmasin selaku Hakim Ketua, Sutrisni, SH dan Hidayat, SH masing-masing sebagai Hakim Anggota , untuk memeriksa dan mengadili perkara ini pada tingkat banding, putusan tersebut pada hari dan tanggal itu juga diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota tersebut,  Hj. Gt. Erwina Darmawati, SH., Panitera Pengganti pada Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan tanpa dihadiri oleh Penuntut Umum dan Terdakwa/Penasihat Hukum Terdakwa (terdapat dalam halaman 82 dari 89 halaman  Putusan Nomor : 149/PID.SUS/2010/PT.BJM).

Dalam putusan kasus ini Majelis Hakim memuat secara proporsional argumen Jaksa Penuntut Umum dan Penasihat Hukum. Namun demikian, majelis Hakim tidak sependapat dengan  argumentasi yang dikemukakan Penasihat Hukum terdawa yang mendalilkan bahwa hubungan hukum antara terdakwa dengan para pemberi modal adalah hubungan hukum keperdataan, lebih khusus hubungan hukum perjanjian kerja sama jual beli intan, sehingga dengan demikian alasan-alasan Penasihat Hukum terdakwa sebagaimana tertuang di dalam memori bandingnya tidak cukup berharga untuk dapat membatalkan putusan Pengadilan Negeri Martapura tanggal 11 Oktober 2010 No. 133/Pid.Sus/2010/PN.Mtp.
Perkara ini dimusyawarahkan dan diputuskan dalam tanggal yang sama dan dibacakan dalam dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Namun dalam perkara ini pembacaan putusan tidak dihadiri oleh Terdakwa atau Penasehat Hukumnya. Sehingga Ketua  Majelis Hakim dalam perkara ini sebagaimana ketentuan Pasal 196 ayat (3) KUHAP mempunyai kewajiban untuk memberitahukan segala sesuatu apa yang menjadi haknya terdakwa sehubungan dengan putusan pemidanaan yang diucapkannya. Sifat pemberitahuan menurut Pasal 196 ayat (3) adalah “wajib”. Namun demikian, sekalipun sifat pemberitahuan merupakan “kewajiban”, tetapi undang-undang sendiri tidak menentukan sanksi atas kelalaiannya.


Rangkuman:
Majelis Hakim yang memutus dalam perkara di tingkat banding ini sudah melaksanakan segala hal yang terkait dengan prosedur hukum acara pidana, serta memuat secara proporsional dalam menilai argumen dari jaksa dalam dakwaan dan memori banding. Selain itu, karena dalam pembacaan putusan tanpa dihadiri oleh Terdakwa atau Penasihat Hukumnya, maka kewajiban Ketua Majelis dalam perkara ini sebagaimana yang diamanatkankan dalam Pasal 196 ayat (3) KUHAP harus benar-benar dilaksanakan dengan baik, sehingga Hak Terdakwa tidak ada yang dilanggar. Dan fungsi penegakan hukum melalui diadakannya peradilan agar didapatkan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan, dapat terlaksana.


2.      Hukum Materiil
Bila dihubungkan dengan putusan dalam perkara ini, maka putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan dalam hal ini adalah menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana  Penggelepan, Perbankan Syariah, dan Pencucian Uang dan menjatuhkan pidana penjara selama  9 (sembilan) tahun dan denda sebesar Rp.100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan.
Dalam rangka memutus perkara ini, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan, telah mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh keputusan Pengadilan Tinggi Martapura Nomor : 133/Pid.Sus/2010/PN.Mtp. Hakim Pengadilan Negeri mempergunakan yurisprudensi yaitu Putusan Mahkamah Agung No. 129 K/Kr/1966 tanggal 18-10-1967, terutama dalam menanggapi pembelaan Penasehat Hukum terdakwa yang mendalilkan bahwa tindak pidana PENGGELAPAN adalah termasuk “klacht delict” atau “tindak pidana aduan” yang artinya tindak pidana ini baru dapat diproses oleh Penyidik atas dasar pengaduan dari investor.   Dalam Putusan Mahkamah Agung tersebut dikatakan: “Bahwa kuasa direksi tidak menganggap perlu mengadukan terdakwa kepada Polisi, tidaklah menutup kemungkinan Penuntut Umum untuk menuntut perkara ini di muka Hakim karena tindak pidana PENGGELAPAN bukan suatu delik aduan.”
Berkenaan dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan yang menguatkan Putusan PN Martapura, yaitu menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, telah didukung dengan pertimbangan yang cukup memadai, dimana Majelis Hakim Pengadilan Negeri Martapura dalam putusannya memberikan pertimbangan tentang hal yang  memberatkan dan meringankan sebagai berikut :
Keadaan yang memberatkan:
-         Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat;
-         Perbuatan terdakwa meresahkan stabilitas perekonomian perbankan di Kalimantan Selatan khususnya dan perekonomian nasional umumnya;
-         Perbuatan terdakwa menyebabkan keresahan dan kesulitan ekonomi para korban;
-         Terdakwa tidak mengakui perbuatannya;
Keadaan yang meringankan:
-         Terdakwa belum pernah dihukum;
-         Terdakwa memiliki tanggungan keluarga;
-         Terdakwa masih punya itikat baik untuk mengembalikan uang kepada para investor;

Rangkuman:
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan dalam perkara ini telah menjatuhkan putusan  dalam bentuk menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana  Penggelapan, Perbankan Syariah, dan Pencucian Uang dengan menjatuhkan pidana penjara selama  9 (sembilan) dan denda sebesar Rp.100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti dengan piada kurungan selama 4 (empat) bulan. Terkait dengan hukum materiil, putusan Majelis Hakim PT telah menguatkan putusan dan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri dari sisi hukum materiil.


3.      Penalaran Hukum
Dalam putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan, Hakim dalam mengungkapkan fakta hukum sudah tersusun secara sistematis sehingga mudah dipahami. Tidak terdapat adanya sebuah kesimpulan yang diperoleh melalui logika yang melompat (jumping conclusion). Hakim dalam putusannya telah melakukan proses berpikir silogistik, dimana semua unsur-unsur yang dituduhkan berdasarkan peraturan perundang-undangan dihubungkan dengan fakta hukum sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penggelapan sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 372 KUHP, tindak pidana Perbankan Syariah sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 3 ayat (1) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
 Bila dihubungkan dengan fakta hukum yang didapat dalam putusan ini seperti bahwa  benar terdakwa Lihan bin H. Bahri (Alm) telah menghimpun dana masyarakat dalam melakukan kegiatan bisnis intan dengan sistem bagi hasil/mudharabah, bahwa dana masyarakat yang terkumpul tersebut hanya sebagian kecil saja yang digunakan untuk bisnis sedangkan sebagian besarnya digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa, jelas terlihat bahwa Majelis Hakim telah benar dalam proses berpikirnya, dimana Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan yang memutus perkara ini telah melihat kepada konstruksi hukum yang terdapat dalam pasal-pasal yang didakwakan, kemudian dihubungkan dengan fakta-fakta hukum yang didapatkan dipersidangan, maka dapat ditarik kesimpulan tentang kesalahan yang telah dilakukan oleh Terdakwa. Berdasar uraian tersebut, maka Peneliti tidak menemukan adanya proses penyimpulan yang dilakukan dengan cara melompat dan konklusi yang terlalu dipaksakan dalam putusan ini.

Rangkuman :
Proses berpikir secara silogistik telah dilakukan Majelis Hakim,   karena kesimpulan yang diperoleh sesuai dengan analisis unsur-unsur pasal dihubungkan dengan fakta hukum yang ditemukan dipersidangan sehingga kesimpulan (konklusi) yang diperoleh tidak ada upaya untuk memaksakan agar terdakwa dapat dipidana. Putusan hakim telah mencerminkan penalaran hukum yang logis (runtut dan sistematis )

4.      Penggalian Nilai-nilai yang Hidup dalam Masyarakat
Dalam menetapkan lamanya pidana (straftoemeting), dalam putusan hakim PT tidak teridentifikasi adanya pertimbangan faktor-faktor non-yuridis.
Berdasarkan pada nilai keadilan, Putusan Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan belum mencerminkan hal tersebut, karena pidana yang dijatuhkan tidak sebanding dengan akibat yang perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa yang meresahkan masyarakat, meresahkan stabilitas perekonomian perbankan di Kalimantan Selatan khususnya dan perekonomian nasional pada umumnya, menyebabkan keresahan dan kesulitan ekonomi para korban. Sementara terdakwa sendiri tidak mengakui perbuatannya.
Namun demikian, nilai kemanfaatan juga nampak pada Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan, yakni adanya pemberian sanksi  akan memberikan efek jera bagi terdakwa,  pemberian sanksi  akan membuat masyarakat takut melakukan perbuatan tindak pidana  dan taat pada hukum.
Dalam Putusan Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan telah teridentifikasi adanya falsafah pemidanaan retributif, dimana  pidana penjara selama  9 (sembilan) tahun, dan denda sebesar Rp.100.000.000.000,- dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan yang dijatuhkan Majelis Hakim kepada terdakwa sudah setimpal dengan perbuatan yang dilakukan terdakwa. Hal ini memadai untuk diterapkan agar masyarakat merasa adil atas hukuman yang telah dijatuhkan kepada terdakwa.
Selain itu,  pada Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan  juga telah tergambar adanya  falsafah pemidanaan yang bertujuan penjeraan.  Falsafah ini tetap memadai untuk diterapkan agar  terdakwa tidak lagi mengulangi perbuatan yang sama dan tidak berani melakukan tindak pidana lainnya.

Rangkuman :
Putusan hakim PT tidak menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (aspek-aspek nonyuridis), namun putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan  tetap memenuhi nilai keadilan dan kemanfaatan.


5.      Profesionalisme Hakim
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan dalam putusannya ini telah melaksanakan tugasnya secara profesionalitas. Selain itu,  mereka telah cerdas secara intelektual dalam memberikan pertimbangan meperbaiki amar putusan PT mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan dengan penambahan lamanya pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa.

Rangkuman:
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan sudah profesional dalam menjalankan tugasnya, yaitu telah dilaksanakan prosedur hukum acara pidana dengan baik, serta membuat dasar pertimbangan yang cerdas dalam menambahkan lamanya pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa.



G.  Simpulan dan Rekomendasi
Berdasar hasil uraian analisis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Prosedur Hukum Acara Pidana  sudah dijalankan dengan baik;
2.      Perumusan Hukum Pidana Materiil sudah dilaksanakan dengan baik;
3.      Penalaran Hukum dilakukan dengan baik;
4.      Majelis Hakim dalam perkara ini sudah profesional.
Berdasarkan kesimpulan tersebut Peneliti dapat menyampaikan rekomendasi agar dapat diberi kesempatan untuk meningkatkan karir ke jenjang yang lebih tinggi.






[1] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum. Bandung: Alumni, 1982, Halaman 14.
[2] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya, 2000, Halaman 19.
[3]M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hlm.280
[4]Chairul Huda,  Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan (Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana),  Jakarta:  Predana Media, 2006, halaman 36.
[5]Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta: Genta Publishing, 2009, halaman 77
[6] IPM. Ranuhandoko, Terminologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 1996, halaman  67.
[7]Jalaluddin Rakhmad, Kamus Filsafat. Jakarta: Rosda Karya, 1995, halaman 22-23. 
[8]Bryan A. Garner,  Black’s Law Dictionary: Sevent Editions, St. Paul Min.: West Group, 1999, halaman 102.
 [9] S. Wojowasito,. Kamus Umum Belanda-Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001, halaman 45.
[10]Abdussalam. 2006.Prospek Hukum Pidana Indonesia dalam mewujudkan Rasa Keadilan Masyarakat. Jakarta:  Restu Agung.Halaman 15-16.




H.  Daftar Pustaka
Abdussalam. 2006. Prospek Hukum Pidana Indonesia dalam mewujudkan Rasa
Keadilan Masyarakat.  Jakarta:  Restu Agung.

Adi, Rianto.2004. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit

Garner, Bryan A. 1999. Blak’s Law Dictionary.Sevent Editions.St. Paul Min.:West Group.

Huda, Chairul. 2006. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada
Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan (Tinjauan Kritis
Terhadap TeoriPemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban
Pidana). Jakarta:  Predana Media.

Harahap, M.Yahya. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Edisi Kedua. Jakarta : Sinar Grafika

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. Ke-17,  Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Prinst, Darwan. 1998. Hukum Acara Pidana Dalam Praktik. Jakarta: Djambatan.

Rahardjo,  Satjipto. 1982. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni.

Rahardjo,  Satjipto. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya.

Rahardjo,  Satjipto.2009. Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta: Genta Publishing

Rakhmad, Jalaluddin. 1995. Kamus Filsafat. Jakarta: Rosda Karya.

Ranuhandoko, IPM.1996. Terminologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Wojowasito, S. 2001. Kamus Umum Belanda-Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru

PERATURAN:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Pencucian Uang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

  


RANGKUMAN PUTUSAN:
Nomor Perkara Pengadilan Negeri: 
133/Pid.Sus/2010/PN.Mtp
 Nomor Perkara Pengadilan Tinggi: 
149/Pid.Sus/2010/PT.Bjm

No.
Dasar Hukum Penuntutan
Nama-nama Majelis Hakim PN
Tgl mulai
 sidang s.d.
putusan
Nama
Terdakwa
Maks. Sanksi menurut UU
Tuntutan menurut JPU
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI
Pokok-pokok pertimbangan
Hakim PN
Bunyi Amar Putusan PN
Sanksi Putusan PN
1

·    Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
·    Pasal 378 KUHP.
·    Pasal 372 KUHP.
·    Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
·    Pasal 3 ayat (1) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2002 ttg Tindak Pidana Pencucian Uang







-   Edy Suwanto, SH.MH.
-   Mery Taat Anggarasih, SH. MH.
-   Rajendra M.Iswoyokusumo. SH.
24 Mei 2010
s.d.
11 Oktober 2010
LIHAN Bin H. BAHRI (Alm)
·  Sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun
·  4 tahun
·  4 tahun
·  Paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun
·  Paling lama 20 tahun
Pidana Penjara selama 13 tahun dan pidana denda Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah)
Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana  Penggelapan, Perbankan Syariah, Pencucian Uang

Pidana penjara selama  6 tahun dan 6 bulan, dan denda sebesar Rp.10.000.000.000,- dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan
- Surat Dakwaan Penuntut Umum;
- Surat Tuntutan Penuntut Umum;
- Nota Pembelaan (Pledoi) dari Penasehat Hukum;
- Pembelaan lisan terdakwa
- Pendapat Penasehat Hukum;
Alasan pengajuan banding oleh Penasihat Hukum:
Kompetensi lembaga pengadilan. Menurut penasihat hukum perkara tersebut adalah perkara perdata

Alasan pengajuan banding oleh Jaksa Penuntut Umum:
Lamanya pidana penjara yang dijatuhkan hakim adalah 6 tahun 6 bulan, tuntutan jaksa 13 tahun.
PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
Pokok-pokok pertimbangan
Hakim PT
Bunyi Amar Putusan PT
Sanksi Putusan PT
- Menerima permintaan Banding Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum
Menjatuhkan pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun dan denda sebesar Rp. 100 miliar dgn kurungan pengganti denda selama 4 (empat) bulan
- Surat Dakwaan Penuntut Umum
- Memori Banding dari Penasihat Hukum
- Memori Banding dari Penuntut Umum
- Surat Tuntutan JPU
- Salinan Putusan PN
Nama Hakim Pengadilan Tinggi:
a.        Ester Siregar, SH. MH(Ketua)
b.       Sutrisni,SH (Anggota)             
c.        Hidayat, SH (Anggota)
Kasus Posisi:
-         21 Pada Selasa tanggal 25 Desember 2005 sampai dengan tanggal 29 Oktober 2009, bertempat di Desa Cinde Alus RT. 002 RW. 001 Kec. Martapura Kota Kab. Banjar atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Martapura, terdakwa LIHAN Bin H. BAHRI (Alm) telah menghimpun dana dari masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha bisnis intan.
-         Pada priode tahun 2005 sampai dengan tahun 2008, masyarakat mengivestasikan dana miliknya kepada terdakwa dengan cara:
a.       Masyarakat langsung menyerahkan dana miliknya langsung di kediaman terdakwa di Desa Cindai Alus RT. 002 RT. 001 Kecamatan Martapura Kota Kabupaten Banjar;
b.      Mayarakat menyerahkan dana melalui perantara, kemudian membuat 2 (dua) kwitansi yang bertuliskan modal usaha intan yang ditandatangani perantara tersebut. Lalu perantara tersebut menyerahkan 1 (satu) lembar kwitansi kepada masyarakat dan 1 (satu) lembar kwitansi lagi diserahkan kepada terdakwa.
-         Pada priode tahun 2009, masyarakat menginvestasikan dana miliknya kepada terdakwa dengan cara:
a.       Masyarakat langsung mentransfer dana ke rekening milik terdakwa;
b.      Masyarakat langsung mentransfer ke rekening milik terdakwa, kemudian masyarakat membawa bukti setoran kepada perantara dan perantara membuat 2 (dua) kwitansi yang bertuliskan modal usaha intan yang ditandatangani oleh perantara tersebut. Lalu perantara tersebut menyerahkan 1 (satu) lembar kwitansi kepada masyarakat dan 1 (satu) lembar kwitansi lagi diserahkan kepada terdakwa;
-         Setelah masyarakat menyerahkan dana investasi secara langsung kepada terdakwa, atau setelah bukti transfer diserahkan kepada terdakwa baik secara langsung maupun melalui perantara, kemudian terdakwa membuat Surat Perjanjian yang ditandatangani oleh terdakwa dengan masyarakat investor di atas materai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah).
-         Dalam Pasal 1 Surat Perjanjian yang telah dibuat, dijelaskan bahwa dana yang telah diserahkan oleh masyarakat tersebut digunakan sebagai modal bisnis intan/moesannite. Sedangkan untuk pembagian keuntungan, pada tahun 2005 s/d 2008, dalam Pasal 2 Surat Perjanjian disebutkan 10% dari modal dan dapat langsung diambil di rumah terdakwa dengan memperlihatkan Surat Perjanjian. Oleh karena keuntungan 10% dari modal adalah riba dan tidak sesuai dengan syariat Islam, kemudian pada tahun 2009 besarnya pembagian keuntungan tersebut berubah dengan didasarkan dari pembagian keuntungan hasil jual beli intan stiap transaksi (prinsip bagi hasil/mudharabah) dengan perbandingan 40% buat masyarakat dan 60% untuk terdakwa dan pada bulan April 2009 keuntungan tersebut di transfer langsung ke rekening masyarakat (investor) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 Surat Perjanjian.
-         Dana yang dihimpun oleh terdakwa ternyata tidak semuanya digunakan untuk bisnis intan, melainkan hanya sebagian kecil saja. Sebagian besar dana masyarakat yang terkumpul tersebut digunakan untuk keperluan pribadi dengan membeli beberapa buah mobil dan property, mendirikan beberapa perusahaan yang tidak bergerak di bidang usaha intan, serta melakukan kunjungan ke luar negeri (Singapura, China, Amerika).




RINGKASAN WAWANCARA:
WAWANCARA TERKAIT PUTUSAN:
(wawancara ini selayaknya baru diadakan setelah naskah putusan tersebut dipelajari oleh peneliti).

A.    Terkait kompleksitas perkara:
1.    Apabila dibandingkan dengan kasus-kasus pada umumnya yang Anda tangani, kasus dalam putusan Nomor 149/PID.SUS/2010/PT.BJM ini (menurut penilaian Anda) termasuk kategori: (a) sangat kompleks, (b) cukup kompleks, atau (c) biasa-biasa saja?
Menurut Hakim PT yang diwawancarai, yaitu Hakim Ester Siregar, SH, MH yang menangani kasus ‘Penggelapan, Perbankan Syariah, Pencucian Uang’, perkara yang ditangani cukup kompleks karena kasus ini terkait dengan usaha penghimpunan dana masyarakat yang jumlahnya relatif besar sehingga kasus ini pun menjadi sangat menarik perhatian publik.

  1. Apakah Anda menemukan ada kerumitan dalam menetapkan fakta-fakta yang diungkapkan dalam berkas-berkas perkara yang diajukan? Jika ya, menurut Anda, pada faktor apa persisnya letak kompleksitas tersebut?
Tidak ada

  1. Jika dilihat dari kompleksitasnya, apakah pengadilan tinggi sebagai judex factie saat itu menganggap perlu dilakukan proses persidangan (pemeriksaan ulang) dengan menghadirkan para pihak?
Tidak perlu

  1. Jika jawabannya “tidak perlu”, apa pertimbangannya?
Dasar hukum baik hukum acara maupun hukum materiil yang digunakan oleh Hakim PN dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut sudah memadai menurut hukum.

B.   Terkait dasar hukum yang digunakan:
1.    Apakah Anda melihat dasar hukum yang digunakan oleh pihak JPU (dalam perkara pidana) atau penggugat (dalam perkara perdata) sudah cukup memadai untuk menyelesaikan kasus tersebut?
Cukup memadai

  1. Apakah ada elaborasi (penelaahan lebih dalam) yang dilakukan oleh majelis hakim tingkat banding dalam menstrukturkan dasar hukum yang digunakan?
Hakim PT mengatakan bahwa dasar hukum yang digunakan Hakim pada pengadilan tingkat pertama dalam menjatuhkan putusan sudah tepat.

  1. Selain dasar hukum yang sudah disebutkan oleh para pihak dan di dalam putusan tingkat pertama, apakah ada dasar hukum lain yang majelis hakim banding pergunakan dalam penyelesaian perkara ini?
Tidak ada

  1. Jika ada dasar hukum lain, mengapa menurut Anda, dasar-dasar tersebut perlu ditambahkan sebagai landasan yuridis penyelesaian perkara ini?
Tidak ada.

C.   Terkait penalaran hukum dan penemuan hukum:
1.    Apakah Anda (sebagai hakim pengadilan tingkat banding) menilai hakim pengadilan tingkat pertama sudah cukup komprehensif dalam memberikan pertimbangan-pertimbangan atas fakta dan hukum dalam perkara ini?
Belum cukup
  1. Jika belum, apa catatan Anda terhadap kekurangan dari pertimbangan putusan pengadilan tingkat pertama tersebut?
Ada ketidak jelasan mengenai status barang bukti dalam perkara ini berupa mobil Alphard, toyota Fortuner 2009, Honda CRV, Toyota Altis 2009 dan mobil dump truck tahun 2007 milik terdakwa yang tidak dimunculkan  dalam amar putusan, padahal dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam putusan PN.

  1. Apakah Anda telah melakukan penemuan hukum?
Tidak

  1. Apa tepatnya penemuan hukum yang Anda sampaikan terkait perkara ini?
Tidak ada

  1. Jika harus memberi nama, jenis penemuan hukum ini termasuk penemuan hukum dengan metode apa?
Tidak ada

  1. Mengapa metode penemuan hukum ini, menurut Anda, yang paling tepat untuk memberi makna sebagai struktur aturan dalam penyelesaian perkara ini?
Tidak ada


D.   Terkait pertimbangan nonyuridis:
1.    Apakah ada nilai-nilai kemasyarakatan yang sangat mendesak untuk ditampung dalam pertimbangan para majelis hakim di pengadian banding?
Tidak ada

  1. Apakah Anda merasakan ada intervensi yang mempengaruhi kebebasan hakim dalam memutuskan perkara tersebut?
Tidak ada

E.   Terkait kontribusi hakim tinggi ybs.:
1.    Menurut Anda, apakah peran hakim ketua dalam sebuah majelis memang lebih menentukan daripada peran hakim anggota?
Tidak benar. Hakim ketua hanya berfungsi sebagai koordinator, bukan yang paling menentukan. Tidak ada seperti sistem hierarki atau komando dalam majelis hakim.

2.    Apakah terdapat perbedaan pendapat dalam majelis hakim ketika memutuskan perkara ini?
Tidak ada
  
3.    Dalam hal terdapat perbedaan pendapat, bagaimana sikap Anda saat itu?
Tidak ada



PANDUAN PERTANYAAN
(Perkara Pidana)
PUTUSAN PENGADILAN TINGKAT BANDING
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pengantar
Panduan pertanyaan di bawah ini dimaksudkan untuk membantu peneliti dalam menentukan fokus penelitian dan membuat alur pikir yang nantinya dituangkan dalam Laporan Penelitian.. Isian panduan ini selanjutnya harus dijelaskan secara mendalam pada bagian analisis dan rekomendasi penelitian ini.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Identitas objek putusan dan hakim yang memutus:
1.   No. Perkara  (No. Reg. Perkara PT)                :   No. 149/PID.SUS/2010/PT.BJM
2.   Pengadilan Tinggi Provinsi                                :   KALIMANTAN SELATAN
3.   No. Perkara di Pengadilan Negeri                   :   133/Pid.Sus/2010/PN.Mtp
4.   Pengadilan Negeri Kota/Kabupaten                :   Banjar
5.   Putusan Menyangkut Perkara                           :   Penggelapan, Perbankan Syariah,
                                                                                        Pencucian Uang                                       
6.   Tanggal Penetapan Putusan PT                       :   9 Februari 2012
7.    Susunan Majelis Hakim PT                             :   Ester Siregar, SH. MH. (Ketua)
                                                                                       Sutrisni, SH (Anggota)
                                                                                       Hidayat, SH (Anggota)
                                                                       
                       
                                   
1.  Apakah putusan hakim PT ini telah mengikuti prosedur hukum acara pidana?
1.1. Apakah putusan hakim PT sudah memuat hal-hal yang harus ada dalam suatu  putusan pengadilan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 197 jo. 199 KUHAP? (harap lihat keseluruhan item dari pasal-pasal tersebut!)
         a.  Ya
Dalam Putusan terlihat Majelis Hakim telah mengikuti prosedur hukum acara dalam memutuskan perkara di pengadilan tinggi sesuai denggan Pasal 197 KUHAP. Bahkan, dalam wawancara yang dilakukan, ketua majelis hakim  secara eksplisit menyatakan bahwa beliau mengutamakan terlebih dahulu proses peradilan agar sesuai dengan hukum acara yang berlaku dan juga mengecek apakah tuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum sudah sesuai dengan hukum acara pidana. Setelah prosedur-prosedur hukum acara telah ditaati, baru aspek hukum materialnya diperhatikan

1.2.  Dalam hal majelis hakim PT memeriksa kembali (fakta) di persidangan, apakah
         putusan hakim PT sudah didukung oleh minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 183 jo. Pasal 185 KUHAP?
a. Ya
        
1.3. Apakah hakim PT melakukan pemeriksaan/penilaian alat bukti telah sesuai  dengan Undang-Undang, doktrin dan/atau yurisprudensi?
        c. Tidak teridentifikasi
             
1.4. Apakah dalam putusan hakim PT ini, hakim sudah memuat secara proporsional antara argumen jaksa maupun dan penasihat hukum/terdakwa?
a.  Ya
        
1.5. Apakah hari/tanggal dilakukan musyawarah majelis hakim PT berbeda dengan hari/tanggal putusan diucapkan?
b. Tidak.
      Musyawarah Majelis Hakim PT dilakukan bersamaan dengan hari dan tanggal putusan diucapkan, yaitu pada hari Rabu tanggal 8 Desember 2010.
2.   Terkait dengan penerapan hukum pidana materiil, apakah unsur-unsur tindak pidana dan kesalahan sudah terpenuhi serta dilengkapi dengan sumber-sumber hukum di luar undang-undang?

2.1. Dalam hal putusan PT ini “mengadili sendiri,” apakah putusan hakim PT telah menguraikan secara lengkap unsur-unsur yang didakwakan?
         a.  Ya
                 
2.2. Selain undang-undang, apakah hakim PT juga menggunakan yurisprudensi sebagai dasar pertimbangan putusannya?
         b.   Tidak  

2.3. Selain undang-undang, apakah hakim PT juga menggunakan sumber hukum berupa doktrin hukum sebagai dasar pertimbangan putusannya ?
         b.  Tidak
        
2.4. Apakah putusan hakim PT menggunakan sumber hukum lain (nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, yaitu berupa hukum adat dan/atau kebiasaan)?
         c.  Tidak teridentifikasi

2.5.  Dalam hal amar putusan berbeda (lebih berat/ringan) daripada putusan pengadilan negeri, apakah ada uraian yang memadai tentang faktor yang meringankan/memberatkan tersebut?
         a.  Ya
Dalam Amar Putusan PT lebih berat dari Amar Putusan PN, di mana terdakwa oleh PT dijatuhi pidana penjara lebih berat  selama 9 (sembilan) tahun daripada pidana penjara yang dijatuhkan PN selama 6 (enam) tahun.
Putusan pengadilan tingkat pertama dirasa kurang setimpal dan belum memenuhi rasa keadilan masyarakat utamanya pada saksi korban sehingga majelis hakim tingkat menjatuhkan pidana yang setimpal dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa sekaligus sebagai efek jera bagi terdakwa atau yang lainnya yang melakukan perbuatan serupa.


3.   Apakah putusan hakim PT telah mencerminkan penalaran hukum yang logis (runtut dan sistematis)?
3.1.  Apakah argumentasi yang dibangun oleh hakim PT menunjukkan keterkaitan antara pertimbangan hukum, fakta,  dan konklusinya?
a.   Ya
        
3.2.  Apakah pertimbangan hukum yang disampaikan oleh hakim PT memiliki perbedaan yang mendasar dengan pertimbangan hukum yang diberikan oleh hakim pengadilan tingkat pertama?
b.   Tidak
      Majelis Hakim tingkat banding telah mengambil alih semua pertimbangan hukum majelis hakim pada tingkat pertama.
         
3.3.   Apakah putusan hakim PT mengandung penafsiran baru (di luar penafsiran
         gramatika dan otentik) dibandingkan putusan pengadilan tingkat pertama?
 c.  Tidak Teridentifikasi
        
3.4.   Apakah putusan hakim PT mengandung konstruksi hukum yang baru (misalnya analogi) dibandingkan putusan pengadilan tingkat pertama? (bedakan antara metode penemuan berupa penafsiran dan konstruksi!).
  b. Tidak
        
      3.5.    Dalam alur penalaran yang ditunjukkan oleh hakim PT, apakah Anda mengidentifikasi  adanya konklusi yang ”terlalu dipaksakan”?
                b. Tidak
        


4.   Apakah putusan hakim PT telah menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (aspek-aspek nonyuridis)?

      4.1.   Untuk menetapkan lamanya pidana (straftoemeting) apakah dalam putusan hakim PT teridentifikasikan pertimbangan faktor-faktor non-yuridis (psikologis, sosial, ekonomi, edukatif, lingkungan, religius) ?
         b.  Tidak
                  

      4.2.   Apakah faktor-faktor yang disebutkan dalam pertanyaan 4.1 sejalan dengan bunyi amar putusannya (penjatuhan pidana, putusan bebas, atau lepas dari tuntutan hukum)?
         b.  Tidak        


5.   Apakah Anda menyimpulkan hakim telah berlaku profesional dalam penyelesaian perkara ini?

5.1. Jika “profesionalisme” dimaknai sebagai telah dipenuhinya (ya) butr-butir 1 s.d. 4 di atas, menurut Anda (peneliti), apakah hakim PT telah berlaku profesional dalam menjalankan tugasnya?
a.   Ya
Hakim PT sudah secara memadai mengoptimalkan fungsinya sebagai hakim untuk mewujudkan keadilan masyarakat.

5.2.  Mengingat penelitian ini juga disertai dengan pengkajian data primer, apakah penilaian Anda pada butir 5.1) sejalan dengan deskripsi umum dari hasil pengkajian data primer tersebut?
a.   Ya
Data primer diperoleh melalui wawancara yang dilakukan pada tanggal 15 Maret 2012 di PT Kalimantan Selatan dengan Hakim Ketua Ester Siregar, SH, MH, yang menangani perkara yang dimaksud. Dalam wawancara tersebut, hakim PT menjelaskan garis-garis besar putusan dan pertimbangan-pertimbangan yang ia lakukan, namun tidak secara detail menjelaskan alasan-alasan di baliknya, seperti faktor sosial dan psikologis. Hakim PT secara tegas menyatakan bahwa ia hanya menggunakan dasar hukum normatif dalam memutuskan perkara tersebut dan tidak terdapat kompleksitas berarti dalam menghubungkan fakta hukum dengan dasar hukumnya.

5.3.  Apa rekomendasi Anda terkait dengan kesimpulan Anda pada butir 5.1 dan 5.2 di atas?
-       Hakim hendaknya menjelaskan dasar pertimbangan putusan yang tidak terungkap dalam Putusan tertulis pada saat wawancara, terutama pertimbangan pribadi, keyakinan moral dan psikologis, sehingga peneliti dapat lebih memahami faktor-faktor nonyuridis yang melatarbelakanginya.
-       Hakim perlu mempertimbangkan dasar-dasar hukum yang lain di luar Undang-undang, sehingga putusannya dapat merefleksikan keadilan yang lebih substantif.



                                                                       22 Maret  2012  
                                                                       Peneliti Jejaring 
                                                                       Tanda Tangan,


                                                                      (Dr. F. A. ABBY, S.H., M.H
                                                                      Instansi: Fakultas Hukum 
                                                                      Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin








KODING PERKARA PIDANA
PUTUSAN PENGADILAN TINGKAT BANDING:

Nomor perkara            : NO 149/PID.SUS/2010/PT.BJM

Pengadilan Tinggi          : KALIMANTAN SELATAN

Nama hakim tinggi yang terkait:

Ester Siregar, SH,MH (Hakim Ketua)
Sutrisni, SH (Hakim Anggota)
Hidayat, SH (Hakim Anggota)


Nomor

Sub
Ya
Tidak
Tidak Teridentifikasi
1
1.1
1


1.2
1


1.3


1
1.4
1


1.5

1

JUMLAH
3
1
1
                       
Nomor

Sub
Ya
Tidak
Tidak Teridentifikasi

2
2.1
1


2.2

1

2.3

1

2.4


1
2.5
1


JUMLAH
2
2
1


Nomor

Sub
Ya
Tidak
Tidak Teridentifikasi

3
3.1
1


3.2

1

3.3


1
3.4

1

3.5

1

JUMLAH
1
3
1

Nomor

Sub
Ya
Tidak
Tidak Teridentifikasi

4
4.1

1

4.2

1

JUMLAH
0
2



TOTAL
Khusus jawaban nomor 1 s.d. 4
Total
Persentase
(dari 17 butir)
Jawaban YA
6
35,29%
Jawaban TIDAK
8
47,06%
Jawaban TIDAK TERIDENTIFIKASI
3
17,65%

===================================================================

Nomor

Sub
Ya
Tidak
Keterangan

5
5.1
1


5.2
1


5.3



JUMLAH
2

0





 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar