Senin, 22 September 2014

PENELITIAN TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO 08/PID.SUS/2012/PT.BJM TENTANG TINDAK PIDANA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK UNTUK MELAKUKAN PERSETUBUHAN DENGANNYA



LAPORAN HASIL PENELITIAN PUTUSAN HAKIM





PENELITIAN TERHADAP PUTUSAN HAKIM
NO 08/PID.SUS/2012/PT.BJM TENTANG TINDAK PIDANA
DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK UNTUK
MELAKUKAN PERSETUBUHAN DENGANNYA





Oleh:

Dr. NIRMALA SARI, SH, M.Hum





DIBIAYAI PROYEK DIPA KOMISI YUDISIAL RI



FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
MARET 2012




HALAMAN PENGESAHAN




Download Di Bawah Ini :








DAFTAR  ISI






Identitas Objek Putusan dan Hakim yang Memutus                                     1

A.     Pendahuluan                                                                                             1

B.     Posisi Kasus                                                                                             2          

C.     Dasar Hukum Yang Digunakan                                                               5

D.    Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan                                               6            

E.     Studi Pustaka                                                                                           9

F.      Analisis                                                                                                   18 

G. Kesimpulan dan Rekomendasi                                                               30                            

H.    Daftar Pustaka                                                                                       31

 






Identitas Objek Putusan dan Hakim yang Memutus:
      1. No. Perkara                                           : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM
      2. Pengadilan tempat putusan ditetapkan     : Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan
      3. Tanggal putusan ditetapkan                     : 9 Februari 2012
      4. Susunan majelis hakim                            : a. Gatot Supramono,SH,M.Hum(Ketua)
                                                                          b. Hizbullah,SH (Anggota)     
                                                                          c.  Sutrisni, SH (Anggota)
      5. Pengadilan Negeri asal putusan   : Pengadilan Negeri Amuntai
      6. No. Perkara (registrasi PN)                    : 179/Pid.Sus/2011/PN.Amt


A.   Pendahuluan
Putusan Hakim yang diteliti ini tentang tindak pidana Dengan Sengaja Membujuk Anak untuk Melakukan Persetubuhan Dengannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Penuntut Umum mendakwa dengan dakwaan yang disusun secara alternatif yaitu PERTAMA melanggar Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, atau KEDUA melanggar Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, atau KETIGA melanggar Pasal 82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum diterima oleh Majelis Hakim PT, namun memori banding JPU dinyatakan tidak dapat diterima karena menggunakan dasar hukum yang tidak sesuai. Hakim PT menilai bukan UU Perlindungan Anak yang dapat diterapkan pada kasus ini, melainkan KUHP. Oleh karena itu, Putusan PN dibatalkan dan terdakwa dibebaskan dari semua dakwaan, dikeluarkan dari tahanan serta biaya perkara dibebankan kepada negara.
Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji hasil putusan yang dijatuhkan oleh hakim PT terhadap kasus di atas, baik berkenaan dengan dasar hukum yang digunakan oleh hakim, pertimbangan hukum dan amar putusan hakim PN dalam menangani kasus tersebut. Analisis didasarkan pada perkembangan pemikiran ilmu hukum.

B.   Kasus Posisi
Tanggal
Keterangan
21 Oktober 2011
Pada hari Jum’at sekitar jam 19.30 wita saksi FITRI datang kerumah saksi SRI HANDAYANI dengan maksud mengajak makan bakso, namun saat itu saksi SRI HANDAYANI tidak mau diajak oleh saksi FITRI untuk makan bakso, kemudian saksi FITRI memberikan permen kiss warna biru yang saat itu bungkusnya dalam keadaan terbuka dan oleh saksi SRI HANDAYANI menolak untuk memakan permen tersebut akan tetapi saksi FITRI memaksa dan mengancam saksi SRI HANDAYANI apabila tidak mau memakan permen tersebut maka tidak mau lagi berteman sehingga saksi SRI HANDAYANI mau memakan permen kiss tersebut.
21 Oktober 2011
Saksi SRI HANDAYANI memakan permen kiss pemberian dari saksi FITRI tersebut kemudian saksi SRI HANDAYANI bermaksud mengantar jahitan dan minta ditemani dengan saksi FITRI namun waktu itu saksi FITRI tidak mau menemani dengan alasan mengajak makan bakso terlebih dahulu sehingga saksi SRI HANDAYANI berjalan sendiri untuk mengantar jahitan yang jaraknya sekitar 100 meter dari rumah saksi SRI HANDAYANI dan sewaktu berjalan hendak menuju ke tukang jahit saksi SRI HANDAYANI mengalami pusing dan tiba-tiba  saksi SRI HANDAYANI bertemu dengan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) yang sedang mengendarai sepeda motor dan bermaksud mengajak saksi SRI HANDAYANI untuk jalan-jalan.
21 Oktober 2011
Saksi SRI HANDAYANI menolak ajakan dari terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) tersebut namun terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) memaksa saksi SRI HANDAYANI dengan cara menarik tangan sebanyak 2 (dua) kali dan oleh karena kepala saksi SRI HANDAYANI bertambah pusing sehingga tidak berdaya dan mau menerima ajakan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) dengan cara berboncengan dengan mengendarai sepeda motor yang dikemudikan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) tersebut. 
21 Oktober 2011
Sekitar pukul 20.00 Wita sepeda motor terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) yang berboncengan dengan saksi SRI HANDAYANI singgah atau berhenti di lokasi Perkebunan Karet Kelurahan Paringin Timur Kecamatan Paringin Kabupaten Balangan kemudian terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) memaksa saksi SRI HANDAYANI untuk melakukan hubungan badan dengan cara saksi SRI HANDAYANI masih berada diatas jok sepeda motor terdakawa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) dengan kedua paha terbuka serta celana dalam dibawah lutut, oleh karena saksi SRI HANDAYANI dalam keadaan tidak berdaya sehingga tidak bisa berbuat apa dan saat itu terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) juga membuka celana dan memasukan kemaluannya kelubang kemaluan saksi SRI HANDAYANI melakukan hubungan layaknya suami isteri sekitar 3 menit lamanya kemudian air mani terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) keluar dan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO mencabut kemaluannya tersebut.
21 Oktober 2011
Setelah terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) menyetubuhi secara paksa saksi SRI HANDAYANI tersebut kemudian terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) mengantarkan saksi SRI HANDAYANI pulang kerumahnya dan sesampai dirumah saksi SRI HANDAYANI kemudian memeriksa kemaluannya yang terasa sakit dan terdapat lendir atau cairan, kemudian saksi SRI HANDAYANI menceritakan hal tersebut kepada orangtuanya yaitu saksi ABDUL MUTHALIB dan mendengar cerita dari anaknya tersebut sehingga saksi ABDUL MUTHALIB merasa tidak terima dan melaporkannya kepada pihak yang berwajib dan akhirnya terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) berhasil diamankan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya
25 Oktober 2011
Akibat perbuatan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) tersebut saksi SRI HANDAYANI mengalami luka-luka sesuai dengan hasil Visum et Repertum dari PUSKESMAS KECAMATAN PARINGIN dengan Nomor: 002/Ver/PKM-PRG/2011 TANGGAL 25 Oktober 2011 yang ditandatangani oleh dr. AULIA ASMI SETIAWATY dengan kesimpulan selaput dara (Hymen) robek pada jam 6 dan jam 9, tidak terdapat darah, dan tidak terdapat cairan sperma, tidak terdapat lecet ataupun luka pada liang vagina akibat persentuhan dengan benda tumpul.


C.   Dasar Hukum yang Digunakan
Dalam perkara pada putusan ini, dasar hukum yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
1. PENUNTUT UMUM dalam Surat Dakwaan dalam Surat Dakwaan No.Reg.Perkara : PDM-80/Pargn/Ep.2/11/2011 tertanggal 29 Nopember 2011  mempergunakan dasar hukum :
·    Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, atau
·    Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, atau
·      Pasal 82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

2. PENASEHAT HUKUM dalam Nota Pembelaan menyatakan bahwa Terdakwa AHMAD WAHYUNI Als. WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) tidak terbukti melanggar dakwaan kedua Jaksa Penuntut Umum Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan membebaskan terdakwa dari semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum, serta merehabilitasi nama baik terdakwa.

3.  MAJELIS HAKIM PENGADILAN TINGGI KALIMANTAN SELATAN dalam putusannya menyatakan bahwa UU Perlindungan Anak tidak dapat diterapkan pada kasus ini, karena UU Perlindungan Anak hanya ditujukan terhadap perbuatan yang dilakukan orang dewasa dan bukan ditujukan kepada perbuatan yang dilakukan oleh anak. Oleh karena itu ketentuan pidana yang mendasari kasus ini adalah KUHP.




D.   Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan
Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan dalam rangka memutus perkara Nomor 08/PID.SUS/2012/PT.BJM telah menimbang :

  1. Surat Dakwaan Penuntut Umum No.Reg.Perkara: PDM-80/Pargn/Ep.2/11/2011 tertanggal 29 Nopember 2011;
  2. Akta Permintaan Banding dari Penasihat Hukum Terdakwa dan Penuntut Umum No.01/Akta.Pid/2012/PN.Amt masing-masing tertanggal 10 Januari 2012 dan 12 Januari 2012;
  3.  Memori Banding dari Penasihat Hukum Terdakwa tertanggal 24 Januari 2012 dan Penuntut Umum tertanggal 30 Januari 2012;
  4. Kontra memori banding dari Penuntut Umum tertanggal 30 Januari 2012;
  5. Surat Pemberitahuan untuk mempelajari berkas perkara secara resmi masing-masing kepada Penasihat Hukum Terdakwa dan Penuntut Umum masing-masing tertanggal 1 Februari 2012;
  6. Surat tuntutan (requisitoir) Penuntut Umum No.Reg.Perk : PDM-80/Pargn/Ep.1/12/2011 tertanggal 4 Januari 2012;
  7.  Salinan Putusan Pengadilan Negeri Amuntai Nomor .179/Pid.Sus/2011/PN.Amt tertanggal 5 Januari 2012.
Maka Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan memperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut :
1.      Bahwa benar terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) telah kenal dengan korban Sri Handayani, karena sama-sama sekolah di SMA Negeri 1 Paringin, duduk di kelas 1, lain ruangan;
2.      Bahwa benar terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) menyetubuhi korban Sri Handayani pada hari Jumat tanggal 21 Oktober 2011 antara jam 20.00 s/d jam 21.00 Wita di jalan tembus parkiran Bis Pama arah ke Masjid Yampi, atau kurang lebih 500 meter sebelum masjid, lokasi perkebunan karet Kelurahan Paringin Timur Kecamatan Paringin Kabupaten Balangan dan perbuatan tersebut dilakukan terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) diatas sepeda motor yang dikemudikannya;
3.      Bahwa benar yang mengajak untuk melakukan hubungan badan adalah terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm);
4.      Bahwa benar terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) datang menjemput korban Sri Handayani pakai kendaraan Yamaha Yupiter MX Warna Hitam Nomor DA 3097 YF;
5.      Bahwa benar diperjalanan terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) membawa korban Sri Handayani jalan kearah Paringin Timur, untuk main lalu tiba ditempat kejadian terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) menyuruh korban Sri Handayani membuka celananya dan setelah itu terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) menurunkan celananya hingga lutut;
6.      Bahwa benar setelah celana terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) diturunkan terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) berusaha memasukkan kemaluannya kedalam lubang vagina korban Sri Handayani namun tidak bisa terus masuk, baru setelah dilakukan berulang-ulang dapat masuk, dan setelah lebih kurang 3 (tiga) menit air mani terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) keluar dan setelah itu terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) mencabut kemaluannya;
7.      Bahwa benar disaat terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) menyetubuhi korban Sri Handayani, terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) mengatakan akan bertanggung jawab;
8.      Bahwa benar perasaan terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) menjadi nyaman setelah kemaluannya masuk kedalam kemaluan korban Sri Handayani dan mengeluarkan air mani;
9.      Bahwa benar terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) sadar perbuatannya dilarang oleh agama;
10.  Bahwa benar setelah kejadian, keluarga Sri Handayani ada datang menemui dan menanyakan kepada terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) tentang perbuatan yang dilakukannya.

Setelah mempertimbangkan dakwaan Penuntut Umum yang disusun secara alternatif PERTAMA melanggar Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; atau KEDUA  melanggar Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; atau KETIGA melanggar Pasal 82 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; serta memeriksa dan meneliti dengan seksama putusan Pengadilan Negeri Amuntai Nomor 151/Pid.Sus/2010/Pn.Amt, juga mempertimbangkan Memori Banding dari Penasehat Hukum tertanggal 25 November 2010; maka Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan dalam putusannya menyatakan :

MENGADILI :
-     Menerima permintaan banding dari pembanding Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Paringin
-     Menyatakan permintaan banding dari pembanding terdakwa tidak dapat diterima;


-   Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Amuntai No.179/Pid.Sus/2011/PN.Amt tanggal 5 Januari 2012 an. Terdakwa AHMAD WAHYUNI Als. WAHYU bin ERDIANTO (Alm) yang dimintakan banding tersebut;

MENGADILI SENDIRI 

  1. Menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara pidana No.179/Pid.Su/2011/PN.Amt an. Terdakwa AHMAD WAHYUNI als. WAHYU bin ERDIANTO (alm) tidak dapat diterima; 
  2. Menetapkan terdakwa dikeluarkan dari tahanan; 
  3. Membebankan biaya perkara kepada Negara.

E.     Studi Pustaka
Negara Indonesia adalah Negara Hukum.  Pernyataan tersebut secara tegas tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai negara hukum, Indonesia menerima hukum sebagai ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negaranya. Konsekuensi dari itu semua adalah bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.
Hukum bisa dilihat sebagai perlengkapan masyarakat untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu hukum bekerja dengan cara memberikan petunjuk tentang tingkah laku dan karena itu pula hukum berupa norma.[1] Hukum yang berupa norma dikenal dengan sebutan norma hukum, dimana hukum mengikatkan diri pada masyarakat sebagai tempat bekerjanya hukum tersebut.
Bila pada uraian di atas dikatakan bahwa konsekuensi dari dianutnya hukum sebagai ideologi oleh suatu negara adalah bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia, maka hukum juga wajib memberikan timbal balik terhadap negara yang menerimanya sebagai ideologi, dengan cara memperhatikan kebutuhan dan kepentingan-kepentingan anggota-anggota masyarakat serta memberikan pelayanan kepada masyarakat.

1.      Hukum Pidana
Indonesia sebagai negara hukum memiliki beberapa macam hukum untuk mengatur tindakan warga negaranya, antara lain adalah hukum pidana dan hukum acara pidana. Kedua hukum ini memiliki hubungan yang sangat erat, karena pada hakekatnya hukum acara pidana termasuk dalam pengertian hukum pidana. Hanya saja hukum acara pidana atau yang juga dikenal dengan sebutan hukum pidana formal lebih tertuju pada ketentuan yang mengatur bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana.
Pengadilan sebagai institusi lahirnya putusan hakim pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan sifatnya sebagai suatu lembaga yang dihadapkan pada tugas pengintegrasian fungsi “adaptasi”, “pengejaran tujuan” dan “mempetahankan pola”.   Secara faktual kadang peradilan dalam tugasnya yang demikian itu tidak mampu sepenuhnya memainkan secara proporsional melakukan pengintegrasian ketiga fungsi itu.[2] Hakim sebagai salah satu alat negara yang diberikan kewenangan untuk memeriksa dan memutus perkara, haruslah mengikuti prosedur hukum acara pidana yang sudah ditentukan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Untuk melakukan pembuktian terhadap suatu tindak pidana, Penjelasan Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa pembuktian undang-undang secara negatif merupakan metode yang paling tepat diterapkan di Indonesia, karena dalam sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif terangkum kesatuan penggabungan antara sistem conviction-in time dengan sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif (positief wettelijk stelsel)[3]
Untuk menganalisis suatu kasus tindak pidana, harus dilihat dalam kerangka tiga permasalahan pokok dalam hukum pidana yaitu:
a.       Tindak pidana (perbuatan pidana);
b.      Pertanggungjawaban pidana; dan
c.       Pemidanaan.
Perbuatan pidana sebagai ”actus yuris” adalah berdasarkan prinsip terpenuhinya suatu perbuatan yang merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu undang-undang, oleh karena itu yang terpenting dalam isu perbuatan pidana di sini adalah apakah perbuatan seseorang tersebut telah memenuhi unsur-unsur perbuatannya  dan perbuatan tersebut telah mendapatkan larangan oleh peraturan perundang-undangan.
Pertanggungjawaban pidana adalah actus rea, yang melihat apakah perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepada yang bersangkutan. Maknanya apakah perbuatan tersebut adalah suatu perbuatan tercela yang harus dipertanggungjawabkan oleh pelaku tindak pidana.  Oleh karena itulah seseorang yang dinilai telah melakukan tindak pidana belumlah serta merta akan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana tersebut.
       Pemberian pidana adalah masalah pokok yang ketiga dan menjadi sasaran akhir dari adanya tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana tersebut.  Dengan kerangka ini dalam hukum pidana dikenal prinsip ”tiada pidana tanpa kesalahan” dan berkembang pula dalam kajian hukum pidana adanya prinsip ”tiada pertanggungjawaban pidana tanpa adanya kesalahan”.[4]
      Dalam kerangka tiga permasalahan pokok hukum pidana inilah, maka suatu proses hukum dalam perkara pidana haruslah mengungkapkan sedalam-dalamnya tentang fakta telah terjadinya suatu tindak pidana dan adanya pertanggungjawaban pidana dari terdakwa.
      Untuk itu terdapat dua pihak yang sejatinya dapat mengungkapkan tersebut, yaitu adanya kesempatan yang seluas-luasnya kepada Jaksa penuntut Umum untuk dapat membuktikan adanya tindak pidana dan harus dipertanggungjawabkan kepada terdakwa, sedangkan disisi lain diberi kesempatan yang seluas-luasnya pula kepada terdakwa/penasihat hukumnya untuk mengungkapkan fakta apakah perbuatan tersebut adalah termasuk katagori tindak pidana dan juga apakah ia dapat dipersalahkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut.
      Gambaran saling terdapatnya kesempatan untuk mengungkapkan fakta yang sedalam-dalamnya tersebut akan menggambarkan suatu proses yang ”fair”, sehingga terdapat interaksi  positif dalam proses persidangan untuk mendapatkan keadilan yang sejatinya dapat diterima oleh terdakwa dan pihak penuntut umum.
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia. Tugas menyelenggarakan peradilan yang diperinci ke dalam kegiatan-kegiatan menerima, memeriksa dan mengadili perkara, pengadilan melakukan penegakan hukum. Cara mengadili seperti yang dikehendaki oleh sistem hukum tersebut termasuk ke dalam kategori ajudikatif, yaitu menentukan apa yang sesungguhnya merupakan isi suatu peraturan, kemudian menentukan apakah peraturan itu telah dilanggar (khususnya dalam perkara pidana)[5].

2.      Penalaran Hukum
Dalam Terminologi Hukum, istilah ‘argument’ diartikan sebagai berusaha mempercayakan orang lain dengan mengajukan alasan-alasan.[6] Dalam Kamus Filasafat, ‘argument’ dari bahasa Latin ‘arguere’ yang berarti menjelaskan. Alasan-alasan (bukti) yang ditawarkan untuk mendukung atau menyangkal sesuatu.[7] Dalam logika, diartikan sebagai serangkaian pernyataan yang disebut premis-premis yang secara logis berkaitan dengan pernyataan berikutnya yang disebut konklusi. Argumen-argumen dibagi menjadi dua kategori umum, yaitu deduktif dan induktif.
Dalam Blak’s Law Dictionary (Garner, 1999:102), istilah ‘argument’ diartikan “a statement that attempts to persuase; esp., the remarks of counsel in alalyzing and pointing out or repudiating a desired inference, for the assistance of decision-maker. The act or process of attempting to persuade”. Sedangkan ‘argumentative’, diartikan sebagai “of or relating to argument or persuasion, stating not only facts, but also inferences and conclusions drawn from facts (the judge sustained the prosecutor’s objection to the argumentative question)”. [8]
    Dalam Kamus Hukum, istilah ‘argumen’ diberikan arti sebagai alasan yang dapat dipakai untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan. Berargumen, berarti berdebat dengan saling mempertahankan atau menolak alasan masing-masing. Istilah argumentasi, diartikan sebagai pemberian alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan. Berargumentasi berarti memberikan alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan.
Dalam Kamus Belanda-Indonesia, istilah ‘argument’ diartikan bukti sanggahan, alasan, perbantahan, dan ‘argumentatie’ diartikan sebagai hal memberikan alasan dengan cara tertentu, debat, pembahasan.[9] Dalam ‘Kamus Inggris-Indonesia’ ditemukan istilah ‘argument’ yang diberikan arti alasan, perdebatan, bukti, perbantahan, dan ‘argumentation’ diberikan arti sebagai pemberian alasan dengan cara tertentu, debat, pembahasan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, argumen diartikan sebagai alasan berupa uraian penjelasan, dan argumentasi diartikan sebagai pemberian alasan yang diuraikan secara jelas untuk memperkuat suatu pendapat.
Dari pengertian-pengertian di atas, diambil simpulan pengertian ‘argumentasi’ diartikan sebagai, ‘mengajukan alasan berupa uraian penjelasan yang diuraikan secara jelas, berupa serangkaian pernyataan yang secara logis berkaitan dengan pernyataan berikutnya yang disebut konklusi, untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan’.
Di dalam masyarakat terdapat banyak masalah sosial. Dari sekian banyak masalah-masalah sosial itu kita harus mampu me­nemukan atau menyeleksi masalah hukumnya, untuk kemudian dirumuskan dan dipecahkan. Bukan pekerjaan yang mudah untuk menyeleksi masalah hukum dari masalah-masalah sosial, yang sering tumpang tindih dengan masalah hukum dan sulit untuk dicari batasnya, seperti misalnya masalah politik, masalah kesusilaan, masalah agama dan sebagainya. Di sinilah pentingnya kemampuan untuk menyeleksi dan kemudian merumuskan masalah hukum (legal problem identification).
Sebagai contoh konkret dapat dikemukakan kegiatan Hakim dalam memeriksa perkara. Setelah peristiwa konkretnya diseleksi melalui proses tanya-jawab dengan argumentasi masing-masing pihak, maka kemudian peristiwa konkret itu dibuktikan untuk dikonstatasi dan sekaligus dirumuskan dan diidentifikasi bahwa benar-benar telah terjadi peristiwa hukum.
Kalau masalah hukumnya telah diketemukan dan dirumuskan, masih perlu diketahui masalah hukum itu masalah hukum bidang apa, hukum perdata, hukum dagang, hukum agraria, hukum pidana dan sebagainya.
Setelah diketemukan masalah hukumnya dengan menggunakan penemuan hukum, maka harus dicari pemecahannya (legal problem solving). Kalau misalnya sudah diketahui bahwa masalah itu merupakan peristiwa pembunuhan harus dicari siapa pelakunya dan hukumnya untuk diterapkan.Sehingga dalam mempelajari hukum, dihadapkan pada peristiwa konkret, kasus atau konflik yang memerlukan pemecahan dengan mencari hukumnya. Bekal untuk memecahkan konfik itu adalah pengetahuan tentang norma hukum, sistem hukum dan penemuan hukum. Setelah pemecahan masalah hukum perlu diberi hukumnya, hak­nya atau hukumannya. Dengan kata lain, harus diambil keputusan (decision making).
Hakim sebagai sebuah jabatan yang memiliki fungsi yudikatif, pada dasarnya memiliki dua tindakan/peran. Pertama, untuk membuktikan keberadaan suatu fakta yang dikualifikasikan sebagai delik pidana oleh suatu norma umum yang harus diterapkan kepada kasus tertentu. Kedua, hakim menjatuhkan suatu sanksi  pidana yang konkret yang ditetapkan secara umum dalam norma yang harus diterapkan. Dari kedua peran tersebut dapat disimpulkan bahwa hakim merupakan penerap dari norma hukum yang berupa peraturan perundang-undangan yang kemudian diikuti dengan menerapkan sanksi demi tegaknya peraturan perundang-undangan tersebut. Di mana kedua tindakan/peran tersebut akan tertuang dalam isi putusannya yang tersusun secara  runtut dan sistematis sehingga akan tercermin adanya penalaran hukum yang logis.
3.      Filosofi Pemidanaan
Dalam penerapan atau penegakan hukum, masyarakat tidak hanya ingin melihat diciptakannya ketertiban dan kepentingan-kepentingannya dilayani oleh hukum, melainkan menginginkan pula agar dalam masyarakat terdapat peraturan-peraturan yang menjamin nilai-nilai keadilan dan kemanfaatan hukum.
Roscoe Pound sebagaimana dikutip Abdussalam dalam bukunya ”Prospek Hukum Pidana Indonesia” mengemukakan tujuan hukum sebagai berikut:
1.      Pemenuhan keinginan masyarakat berupa keamanan umum dalam hubungannya dalam kehidupan masyarakat.
2.      Melakukan kontrol dan merespon kemauan masyarakat terhadap tuntutan jaminan keamanan sesuai dengan paraturan yang hidup di tengah masyarakat.
3.      Memelihara agar jangan terjadi konflik  dengan tetap menjaga agar tetap di jalur rel hukum yang sudah ditetapkan bersama.
4.      Mencegah terjadi gangguan-gangguan terhadap peraturan-peraturan masyarakat dengan menempatkan setiap orang pada tempat yang sudah ditetapkan.
5.      Menjamin kebebasan individu dengan tetap menjaga hak orang lain yang juga mempunyai kebebasan.
6.      Menjamin kepentingan-kepentingan sosial, selama kepentingan-kepentingan tersebut dijamin melalui suatu penertiban manusia dalam hubungan-hubungan kemasyarakatan.[10]
Ada tiga pilar utama dalam hukum yang dapat dijadikan tolak ukur untuk mengukur suatu putusan hakim, yaitu:
a.    Apakah putusan tersebut mengandung nilai-nilai kepastian hukum;
b.    Apakah putusan tersebut mengandung nilai-nilai keadilan;
c.    Apakah putusan tersebut mengandung nilai-nilai kemanfatan.
Dalam kerangka berfikir hukum, tentunya ketiga aspek nilai-nilai hukum tersebut tidak dapat dipisahkan dari instrumen yang digunakan untuk dapat memasuki tataran ketiga nilai tersebut. Oleh karena itu, putusan hakim yang baik atau ideal adalah putusan yang dapat menempatkan titik keseimbangan antara tiga pilar hukum tersebut, seperti bagan di bawah ini:

                                                       KEADILAN



                                  

KEPASTIAN                                     KEMANFAATAN
    
Titik merah tersebut adalah titik keseimbangan sebagai titik hukum yang ideal untuk menilai suatu putusan hakim, maknanya putusan hakim tersebut telah berhasil menggabungkan ketiga nilai hukum tersebut dalam suatu putusannya secara seimbang.  Dan manakala ada putusan yang lebih cenderung kepada suatu sudut tertentu, maka putusan tersebut tidak seimbang, kalau terjadi demikian maka putusan itu belum mampu menempatkan keadilan dalam hukum.
Keadilan dalam hukum tersebut adalah suatu keadilan yang mampu menyeimbangkan ketiga pilar nilai-nilai dasar hukum tersebut, yang dalam bahasa operasional, berarti putusan hakim tersebut adalah putusan yang berkepastian, berkeadilan, dan mempunyai kemanfatan.
Keadilan adalah sesuatu yang diharapkan oleh semua masyarakat sebagai perwujudan dari keseimbangan antara hak dan kewajiban. Manusia yang hidup di suatu negara tentunya memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu yang melekat pada diri setiap warga negaranya.   Untuk itu, nilai keadilan dalam putusan pengadilan harus mencerminkan kepada kepentingan terdakwa, korban, dan masyarakat.
4.      Profesionalisme Hakim
Penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan nilai, ide, cita yang cukup abstrak yang menjadi tujuan hukum. Tujuan hukum atau cita hukum memuat nilai-nilai moral, seperti keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai tersebut harus mampu diwujudkan dalam realitas nyata. Eksistensi hukum diakui apabila nilai-nilai moral yang terkandung dalam hukum tersebut mampu untuk diemplementasikan atau tidak.
Menurut Soerjono Soekanto, secara konsepsional inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantahkan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.
Penegakan hukum sebagai sarana untuk mencapai tujuan hukum, maka sudah semestinya seluruh energi dikerahkan agar hukum mampu bekerja untuk mewujudkan nilai-nilai moral dalam hukum. Kegagalan hukum untuk mewujudkan nilai-nilai hukum tersebut merupakan ancaman bahaya bangkrutnya hukum yang ada. Hukum yang miskin implementasi terhadap nilai-nilai moral akan berjaran serta terisolasi dari masyarakatnya. Keberhasilan penegakan hukum akan menentukan serta menjadi barometer lagitimasi hukum ditengah-tengah realitas sosialnya.
Hukum dibuat untuk dilaksanakan, dan dalam rangka melaksanakan dan menegakan hukum diperlukan institusi-institusi hukum. Salah satu dari institusi penegak hukum adalah pengadilan, dalam hal ini salah satunya dilaksanakan oleh para Hakim. Penegak hukum tidak bekerja dalam ruang hampa dan kedap pengaruh, melainkan selalu berinteraksi dengan lingkup sosial yang besar.
Menurut Satjipto Rahardjo, keadilan akan dapat ditegakan apabila para penegak hukum mau menggunakan atau tidak menggunakan hukum. Hukum yang progresif salah satunya dipengaruhi oleh faktor manusia yang akan menegakan hukum itu sendiri. Penegakan hukum progresif bertolak dari pilar utamanya, yaitu determinasi dan komitmen kuat dari sekalian sub sistem peradilan untuk memerangi korupsi. Memerangi korupsi dalam dunia peradilan disini, dalam kaitan dengan profesionalisme Hakim adalah terwujudnya para Hakim yang menggunakan hukum tersebut secara kreatif, inovatif dan agresif untuk mencapai tujuan yang telah dipastikan.
Penegakan hukum progresif adalah menjalankan hukum tidak sekedar menurut kata-kata hitam putih dari peraturan (according to the letter), melainkan menurut semangat dan makna lebih dalam (to the very meaning) dari undang-undang atau hukum. Penegakan hukum tidak hanya dengan kecerdasan intelektual, melainkan dengan kecerdasan spiritual. Dengan kata lain, penegakan hukum yang dilakukan dengan penuh determinasi, empati, dedikasi, komitmen terhadap penderitaan bangsa dan disertai keberanian untuk mencari jalan lain daripada yang biasa dilakukan.

F.      Analisis   
Berdasar uraian sebelumnya, maka pada bagian ini Peneliti akan melakukan analisis terhadap putusan Nomor 08/PID.SUS/2011/PT.BJM dengan Terdakwa AHMAD WAHYUNI alias WAHYU bin ERDIANTO (Alm). Analisis ini Peneliti bagi dalam beberapa bagian, sebagai berikut :

1.      Prosedur Hukum Acara
Berkenaan dengan prosedur hukum acara pidana yang termuat dalam putusan ini adalah sebagai berikut :
a.       Penerapan ketentuan Pasal 197 KUHAP

KUHAP

PUTUSAN PENGADILAN TINGGI

Pasal 197 KUHAP menyatakan sebagai berikut :
(1)   Surat putusan pemidanaan memuat :


a.    Kepala putusan yang dituliskan berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

Di dalam putusan, bunyi ini juga dimuat dalam kepala putusan (terdapat dalam halaman 1 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
b.    Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa
Dalam putusan pada bagian data tentang Terdakwa termuat sebagai berikut: nama AHMAD WAHYUNI Als. WAHYU BIN ERDIANTO (alm), tempat lahir GALUMBANG, umur/tanggal lahir 16 tahun/29 JULI 1995, jenis kelamin LAKI-LAKI, kebangsaan INDONESIA, tempat tinggal DESA GALUMBANG RT 03 KECAMATAN PARINGIN SELATAN KABUPATEN BALANGAN, agama ISLAM, pekerjaan PELAJAR/KELAS I SMA N PARINGIN (terdapat dalam halaman 1 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
c.    Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan
Di dalam putusan termuat sebagai berikut: Surat Dakwaan Penuntut Umum tertanggal 29 Nopember 2011, No.Reg.Perkara : PDM-80/Pargn/Ep.2/11/2011, Terdakwa telah didakwa dengan dakwaan sebagai berikut: DAKWAAN PERTAMA dst nya
DAKWAAN KEDUA dst nya
DAKWAAN KETIGA dst nya
(terdapat dalam halaman 3 s.d. 10 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
d.    Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa
Di dalam putusan termuat sebagai berikut:
-   Menimbang dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan, yang menjadi terdakwa adalah seorang anak yang masih di bawah umur (terdapat dalam halaman 12 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
-   Menimbang bahwa di dalam perkara ini terdakwanya adalah anak dan didakwa dengan tindak pidana yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2002 (terdapat dalam halaman 12 dari 14 halaman Putusan Nomor: 08/PID.SUS/2012/PT.BJM )
e.    Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan
Dalam putusan termuat sebagai berikut: Surat Tuntutan Penuntut Umum tanggal 12 Oktober 2010, No.Reg.Perk: PDM-80/Pargn/Ep.1/12/2011 menuntut agar Majelis Hakim yang mengadili perkara ini memutuskan dstnya (terdapat dalam halaman 10 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
f.      Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa
Di dalam putusan termuat sebagai berikut:
-        Menimbang, bahwa terdakwa telah diajukan oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun secara alternatif, yaitu : PERTAMA melanggar pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dstnya, KEDUA melanggar Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dstnya, KETIGA melanggar Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (terdapat dalam halaman 11 s.d. 12 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
-        Menimbang, bahwa dakwaan yang didasarkan pada UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dinilai tidak tepat oleh Majelis Hakim Tingkat Banding dengan pertimbangan: Tujuan UU No. 23 Tahun 2002, Pasal 20 UU No. 23 Tahun 2002 (terdapat dalam halaman 12 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
-        Menimbang, UU No. 23 Tahun 2002 tidak dapat dijadikan dasar dakwaan jaksa, sehingga dakwaan Penuntut Umum tidak dapat diterima (terdapat dalam halaman 12 s.d. 13 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
-        Menimbang, Putusan PN tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan (terdapat dalam halaman 13 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
-        Memperhatikan, akan ketentuan Pasal 156 KUHAP dan peraturan lain yang bersangkutan (terdapat dalam halaman 13 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)

g.    Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal
Di dalam putusan termuat sebagai berikut: demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan di Banjarmasin pada hari KAMIS, tanggal 9 FEBRUARI 2012, dstnya (terdapat dalam halaman 13 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM) 

h.    Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan.
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
Menyatakan surat dakwaan JPU dalam perkara pidana No. 179/Pid.Sus/2011/PN.Amt an. Terdakwa AHMAD WAHYUNI alias WAHYU bin ERDIANTO (alm) tidak dapat diterima; Menetapkan terdakwa dikeluarkan dari tahanan
(terdapat dalam halaman 13 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM) 
i.      Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
Membebankan biaya perkara kepada Negara (terdapat dalam halaman 13 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)  ;
Ketentuan mengenai barang bukti tidak diatur, karena dakwaan tidak diterima
j.      Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu
Dalam perkara ini tidak ada yang berkenaan dengan surat otentik, sehingga dalam putusan ini tidak memuat tentang hal yang terdapat pada point j ini.
k.    Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
Memerintahkan agar Terdakwa dikeluarkan tahanan (terdapat dalam halaman 13 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM) 
l.      Hari dan tanggal putusan, nama penutut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Haki Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan di Banjarmasin pada hari KAMIS, tanggal 9 FEBRUARI 2012, oleh kami GATOT SUPRAMONO,SH.,M.Hum., Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan, sebagai Hakim Ketua Majelis, HIZBULLAH, S.H. dan SUTRISNI S.H.,M.Hum., masing-masing sebagai Hakim Anggota, yang ditunjuk berdasarkan Surat Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan di Banjarmasin tertanggal 1 Februari 2012 Nomor 08/Pen.Pid/2012/PT.BJM, untuk mengadili perkara ini pada peradilan tingkat banding, dan pada hari itu juga putusan tersebut diucapkan oleh hakim Ketua tersebut dalam persidangan yang terbuka untuk umum dengan dihadiri para Hakim Anggota serta DIYONO, Panitera Pengganti pada Pengadilan Tinggi tersebut, dan tidak dihadiri oleh Terdakwa dan Penuntut Umum (terdapat dalam halaman 14 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM) 

Dalam putusan kasus ini Majelis Hakim tidak memuat secara proporsional argumen Jaksa dan Penasihat Hukum, sebab dalam putusan ini Majelis Hakim tidak mempertimbangkan Surat Dakwaan Penuntut Umum tertanggal 31 Agustus 2010, No.Reg.Perkara: PDM-87/Amunt/Ep.2/08/2010. Bahkan, Majelis Hakim mengatakan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima karena UU yang digunakan dalam dakwaan tidak tepat dan membatalkan seluruh keputusan PN.
Perkara ini dimusyawarahkan dan diputuskan dalam tanggal yang sama dan dibacakan dalam dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Namun dalam perkara ini pembacaan putusan tidak dihadiri oleh Terdakwa atau Penasehat Hukumnya. Sehingga Ketua  Majelis Hakim dalam perkara ini sebagaimana ketentuan Pasal 196 ayat (3) KUHAP mempunyai kewajiban untuk memberitahukan segala sesuatu apa yang menjadi haknya terdakwa sehubungan dengan putusan pemidanaan yang diucapkannya. Sifat pemberitahuan menurut Pasal 196 ayat (3) adalah “wajib”, Cuma sekalipun sifat pemberitahuan merupakan “kewajiban”, namun undang-undang sendiri tidak menentukan sanksi atas kelalaiannya.

Rangkuman:
Majelis Hakim yang memutus dalam perkara di tingkat banding ini sudah melaksanakan segala hal yang terkait dengan prosedur hukum acara pidana, namun tidak memuat secara proporsional menilai argumen dari jaksa dalam dakwaan dan memori banding. Selain itu, karena dalam pembacaan putusan tanpa dihadiri oleh Terdakwa atau Penasehat Hukumnya, maka kewajiban Ketua Majelis dalam perkara ini sebagaimana yang diamanatkankan dalam Pasal 196 ayat (3) KUHAP harus benar-benar dilaksanakan dengan baik, sehingga Hak Terdakwa tidak ada yang dilanggar. Dan fungsi penegakan hukum melalui diadakannya peradilan agar didapatkan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan, dapat terlaksana.
2.      Hukum Materiil
Putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan dalam hal ini adalah: menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Amuntai No. 179/PID.SUS/2011/PN.AMT dengan pertimbangan bahwa dasar hukum yang digunakan dalam dakwaan dan putusan PN tidak tepat. Namun, Hakim PT tidak memeriksa kembali unsur-unsur yang didakwakan berdasarkan dasar hukum yang dinilai lebih tepat oleh Hakim Pengadilan Tinggi, sehingga dalam rangka memutus perkara ini, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan, tidak terlihat mempergunakan yurisprudensi, doktrin, maupun hukum adat.
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa pihak yang berkewajiban bertanggung jawab menyelenggarakan perlindungan anak sesuai Pasal 20 UU No. 23 Tahun 2002 adalah Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua. Dari ketentuan ini, anak tidak termasuk pihak yang dibebani kewajiban menyelenggarakan perlindungan anak.
Dengan dasar pertimbangan tersebut di atas, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa semua ketentuan pidana yang diatur dalam UU Perlindungan Anak hanya ditujukan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh orang dewasa dan bukan ditujukan kepada perbuatan yang dilakukan oleh anak.
Selanjutnya Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat juga bahwa apabila ketentuan pidana di dalam UU Perlindungan Anak diterapkan terhadap terdakwa anak, sama halnya melakukan pemaksaan anak untuk bertanggung jawab atas kewajiban penyelenggaraan anak seperti orang dewasa, sehingga Majelis Hakim Pengadilan Tinggi memandang bahwa terhadap terdakwa anak dalam perkara ini lebih tepat diterapkan ketentuan pidana yang terdapat di dalam KUHP. Dengan pertimbangan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa ketentuan-ketentuan pidana di dalam UU Perlindungan Anak tidak dapat dijadikan sebagai dasar dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa AHMAD WAHYUNI Als. WAHYU bin ERDIANTO (alm) yang berstatus anak.
Meskipun Majelis Hakim Pengadilan Tinggi mempertimbangkan bahwa ketentuan pidana yang diatur di dalam KUHP lebih tepat diterapkan, namun Majelis Hakim Pengadilan Tinggi tidak menguraikan dengan jelas ketentuan-ketentuan dalam KUHP yang seharusnya diterapkan.

Rangkuman:
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan dalam perkara ini telah menjatuhkan putusan banding dalam bentuk membatalkan putusan  Pengadilan Negeri. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa, dasar hukum yang digunakan dalam dakwaan dan putusan Pengadilan Negeri tidak tepat. Putusan tersebut ditinjau dari hukum materiil tidak tepat, karena tidak menghubungkan  dasar hukum dengan fakta-fakta hukum secara baik.


3.      Penalaran Hukum
Putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan dalam hal ini adalah: menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Amuntai No. 179/PID.SUS/2011/PN.AMT dengan pertimbangan bahwa dasar hukum yang digunakan dalam dakwaan dan putusan PN tidak tepat. Namun, Hakim PT tidak memeriksa kembali unsur-unsur yang didakwakan berdasarkan dasar hukum yang dinilai lebih tepat oleh Hakim Pengadilan Tinggi.
Putusan Pengadilan Tinggi kurang mencerminkan penalaran hukum yang logis (runtut dan sistematis),  karena beberapa hal yang yang tidak teridentifikasi, antara lain:  
-         Argumentasi yang dibangun apakah menunjukkan keterkaitan antara pertimbangan hukum, fakta,  dan konklusinya. Hal tersebut dapat dilihat dari pertimbangan bahwa pihak yang berkewajiban bertanggung jawab menyelenggarakan perlindungan anak sesuai Pasal 20 UU No. 23 Tahun 2002 adalah Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua. Dari ketentuan ini, anak tidak termasuk pihak yang dibebani kewajiban menyelenggarakan perlindungan anak. Namun, Hakim Pengadilan Tinggi tidak memberikan penjelasan logis tentang bentuk pertanggungjawaban seperti apa yang harus diemban pihak-pihak tersebut.
-         Alur penalaran yang ditunjukkan oleh hakim PT apakah terdapat konklusi yang ”terlalu dipaksakan”. Hal itu dapat dilihat dari pertimbangan yang menyatakan bahwa Hakim Pengadilan Tinggi memandang bahwa terhadap terdakwa anak dalam perkara ini lebih tepat diterapkan ketentuan pidana yang terdapat di dalam KUHP. Dengan pertimbangan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa ketentuan-ketentuan pidana di dalam UU Perlindungan Anak tidak dapat dijadikan sebagai dasar dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa AHMAD WAHYUNI Als. WAHYU bin ERDIANTO (alm) yang berstatus anak. Sementara Hakim Pengadilan Tinggi tidak mempertimbangkan lebih jauh terhadap kepentingan korban yang juga merupakan seorang anak.
                        
Rangkuman :
Putusan hakim Pengadilan Tinggi kurang mencerminkan penalaran hukum yang logis (runtut dan sistematis), karena kesimpulan (konklusi) tidak teridentifikasi argumentasi yang dibangun oleh hakim Pengadilan Tinggi

4.      Penggalian Nilai-nilai yang Hidup dalam Masyarakat
Dalam putusan hakim Pengadilan Tinggi tidak teridentifikasikan pertimbangan faktor-faktor non-yuridis (psikologis, sosial, ekonomi, edukatif, lingkungan, religius).
Pertimbangan faktor-faktor nonyuridis ini sebenarnya sangat dibutuhkan dan menjadi bagian yang intergral dengan pertimbangan yuridis berdasarkan hukum materiil. Hal tersebut dapat dilihat dari fakta hukum bahwa secara psikologis meskipun terdakwa masih tergolong anak, namun cara berfikir dan tindakan yang dilakukannya dapat diktegorikan sebagai cara berfikir dan tindakan orang dewasa. Demikian pula dari faktor kultural tampak pertimbangan bahwa tindakan yang dilakukan terdakwa tercela/terlarang di dalam masyarakat. Penjatuhan pidana penjara untuk menjalani pidana sebagai warga binaan di LP dan menjalani latihan kerja (bilamana denda tidak dibayar) pun dapat dilihat berdasarkan sudut pandang edukatif. Apalagi mengingat bahwa masyarakat Kalimantan Selatan sangat memperhatikan nilai-nilai religius berdasarkan Agama Islam, di mana tindakan kejahatan terdakwa yang dalam sudut pandang agama sudah mencapai aqil baligh wajib dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan dan masyarakat.

Berdasarkan pada nilai keadilan, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi belum mencerminkan hal tersebut, karena putusan hakim tersebut tidak menampung nilai-nilai keadilan substansial berupa pengakomodasian nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.      
Nilai kemanfaatan juga kurang nampak pada Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan karena membebaskan terdakwa tidak akan memberikan efek jera, memperbaiki perilaku terdakwa maupun mencegah terjadinya tindakan serupa, sehingga Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan tidak teridentifikasi adanya falsafah pemidanaan retributif. Meskipun  terdakwa berusia muda, namun secara psikologis cara berfikir dan tindakannya mencerminkan cara berfikir dan bertindak sebagaimana layaknya orang dewasa, seyogyanya terdakwa mendapatkan konsekuensi dari tindakannya.  Hal ini diperlukan agar masyarakat memperoleh rasa keadilan.

Rangkuman :
Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan  belum mencerminkan adanya penggalian nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat.

5.      Profesionalisme Hakim
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan dalam putusannya ini belum melaksanakan profesionalitas dengan baik. Meskipun mereka telah cerdas secara intelektual melihat kesalahan dalam perumusan pasal yang termuat dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri, dan juga telah dengan baik melaksanakan ketentuan prosedur hukum acara pidana. Namun Majelis Hakim dalam perkara ini, tidak melakukan penggalian nilai-nilai yang hidup di masyarakat.

Rangkuman:
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan belum profesional dalam menjalankan tugasnya, karena meskipun telah dilaksanakan prosedur hukum acara pidana dengan baik, tetapi kurang jelas merumuskan ketentuan pidana materiil dan tidak melakukan penggalian nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat, maka putusan tersebut belum memenuhi tujuan dari penegakan hukum.




G.  Simpulan dan Rekomendasi
Berdasar hasil uraian analisis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Prosedur Hukum Acara Pidana kurang dijalankan dengan baik;
2.      Perumusan Hukum Pidana Materiil kurang dilaksanakan dengan baik;
3.      Penalaran Hukum dilakukan kurang baik;
4.      Hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat belum terakmodasi dengan baik;
5.      Majelis Hakim dalam perkara ini belum cukup profesional.
Berdasarkan kesimpulan tersebut Peneliti dapat menyampaikan rekomendasi sebagai berikut :  Majelis Hakim dalam perkara ini kurang profesional dalam tugasnya.



H.  Daftar Pustaka
Abdussalam. 2006. Prospek Hukum Pidana Indonesia dalam mewujudkan Rasa
Keadilan Masyarakat.  Jakarta:  Restu Agung.
Adi, Rianto.2004. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit
Garner, Bryan A. 1999. Blak’s Law Dictionary.Sevent Editions.St. Paul Min.:West Group.
Huda, Chairul. 2006. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada
Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan (Tinjauan Kritis
Terhadap TeoriPemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban
Pidana). Jakarta:  Predana Media.
Harahap, M.Yahya. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Edisi Kedua. Jakarta : Sinar Grafika
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. Ke-17,  Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Prinst, Darwan. 1998. Hukum Acara Pidana Dalam Praktik. Jakarta: Djambatan.
Rahardjo,  Satjipto. 1982. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni.
Rahardjo,  Satjipto. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya.
Rahardjo,  Satjipto.2009. Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta: Genta Publishing
Rakhmad, Jalaluddin. 1995. Kamus Filsafat. Jakarta: Rosda Karya.
Ranuhandoko, IPM.1996. Terminologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Wojowasito, S. 2001. Kamus Umum Belanda-Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru

Peraturan:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak



[1] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum. Bandung: Alumni, 1982, Halaman 14.
[2] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya, 2000, Halaman 19.
[3]M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hlm.280
[4]Chairul Huda,  Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan (Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana),  Jakarta:  Predana Media, 2006, halaman 36.
[5]Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta: Genta Publishing, 2009, halaman 77
[6] IPM. Ranuhandoko, Terminologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 1996, halaman  67.
[7]Jalaluddin Rakhmad, Kamus Filsafat. Jakarta: Rosda Karya, 1995, halaman 22-23.
[8]Bryan A. Garner,  Black’s Law Dictionary: Sevent Editions, St. Paul Min.: West Group, 1999, halaman 102.
[9] S. Wojowasito,. Kamus Umum Belanda-Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001, halaman 45. 
[10]Abdussalam. 2006.Prospek Hukum Pidana Indonesia dalam mewujudkan Rasa Keadilan Masyarakat. Jakarta:  Restu Agung.Halaman 15-16. 






RANGKUMAN PUTUSAN:
Nomor Perkara Pengadilan Negeri: 
179/Pid.Sus/2011/PN.Amt
 Nomor Perkara Pengadilan Tinggi: 
08/Pid.Sus/2012/PT.Bjm

No.
Dasar Hukum Penuntutan
Nama-nama Majelis Hakim PN
Tgl mulai
 sidang s.d.
putusan
Nama
Terdakwa
Maks. Sanksi menurut UU
Tuntutan menurut JPU
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI
Pokok-pokok pertimbangan
Hakim PN
Bunyi Amar Putusan PN
Sanksi Putusan PN
1

Pasal 81 ayat (1), Pasal 81 ayat (2) dan Pasal 82 UU No. 23 Tentang  Perlindungan Anak







Paluko Hutagalung,SH,MH
 (Hakim Tunggal)
30 Nopember 2011
s.d.
26 Januari 2012
AHMAD WAHYUNI Als. WAHYU Bin ERDIANTO (Alm)
Pidana Penjara 15 tahun dan Denda Rp 300.000.000
Denda Rp 200.000.000 Subsidair wajib latihan kerja selama 60 hari
Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana  yang didakwakan

Pidana penjara selama  3 tahun dan 6 bulan, dan Denda sebesar Rp.100.000.000,- Dengan ketentuan jika denda tidak dibayar maka akan diganti dengan kewajiban terdakwa untuk mengikuti latihan kerja selama 30 hari
- Surat Dakwaan Penuntut Umum;
- Surat Tuntutan Penuntut Umum;
- Nota Pembelaan (PLEDOI) dari Penasehat Hukum;
- Permohonan terdakwa dan orang tuanya;
- Pendapat Penasehat Hukum;
Alasan pengajuan banding:
1.      Lamanya pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa tidak sebanding dengan penderitaan korban di mana secara psikologis korban mengalami trauma psikis yang berkepanjangan yang dapat menyebabkan perasaan minder, tidak percaya diri dan bahkan dapat menyebabkan gangguan kejiwaan apabila tidak diantisipasi.
2.        Dari aspek sosiologis kemasyarakatan, akibat perbuatan terdakwa telah menyebabkan korban dikembalikan pihak sekolah kepada orang tua (dikeluarkan dari sekolah), padana seharusnya korban mendapat perlindungan akan hak-haknya termasuk hak untuk bersekolah. Kemudian, teman-teman sepermainan korban juga menjauhinya sehingga dikhawatirkan korban terisolasi dalam pergaulan  masyarakat
PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
Pokok-pokok pertimbangan
Hakim PT
Bunyi Amar Putusan PT
Sanksi Putusan PT
- Menyatakan surat dakwaan JPU tidak dapat diterima;
Bebas
- Surat Dakwaan Penuntut Umum
- Akta Permintaan Banding dari Penasihat Hukum
- Memori Banding dari Penasihat Hukum
- Kontra Memori Banding dari Penuntut Umum
- Surat Pemberitahuan kepada Penasihat Hukum dan JPU
- Surat Tuntutan JPU
- Salinan Putusan PN
Nama Hakim Pengadilan Tinggi:
a.        Gatot Supramono,SH,M.Hum(Ketua)
b.       Hizbullah,SH (Anggota)          
c.        Sutrisni, SH (Anggota)
Kasus Posisi:
21 Oktober 2012:
-      Pada hari Jum’at sekitar jam 19.30 wita saksi FITRI datang kerumah saksi SRI HANDAYANI dengan maksud mengajak makan bakso, namun saat itu saksi SRI HANDAYANI tidak mau diajak oleh saksi FITRI untuk makan bakso, kemudian saksi FITRI memberikan permen kiss warna biru yang saat itu bungkusnya dalam keadaan terbuka dan oleh saksi SRI HANDAYANI menolak untuk memakan permen tersebut akan tetapi saksi FITRI memaksa dan mengancam saksi SRI HANDAYANI apabila tidak mau memakan permen tersebut maka tidak mau lagi berteman sehingga saksi SRI HANDAYANI mau memakan permen kiss tersebut.
-      Saksi SRI HANDAYANI memakan permen kiss pemberian dari saksi FITRI tersebut kemudian saksi SRI HANDAYANI bermaksud mengantar jahitan dan minta ditemani dengan saksi FITRI namun waktu itu saksi FITRI tidak mau menemani dengan alasan mengajak makan bakso terlebih dahulu sehingga saksi SRI HANDAYANI berjalan sendiri untuk mengantar jahitan yang jaraknya sekitar 100 meter dari rumah saksi SRI HANDAYANI dan sewaktu berjalan hendak menuju ke tukang jahit saksi SRI HANDAYANI mengalami pusing dan tiba-tiba  saksi SRI HANDAYANI bertemu dengan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) yang sedang mengendarai sepeda motor dan bermaksud mengajak saksi SRI HANDAYANI untuk jalan-jalan.
-      Saksi SRI HANDAYANI menolak ajakan dari terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) tersebut namun terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) memaksa saksi SRI HANDAYANI dengan cara menarik tangan sebanyak 2 (dua) kali dan oleh karena kepala saksi SRI HANDAYANI bertambah pusing sehingga tidak berdaya dan mau menerima ajakan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) dengan cara berboncengan dengan mengendarai sepeda motor yang dikemudikan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) tersebut. 
-      Sekitar pukul 20.00 Wita sepeda motor terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) yang berboncengan dengan saksi SRI HANDAYANI singgah atau berhenti di lokasi Perkebunan Karet Kelurahan Paringin Timur Kecamatan Paringin Kabupaten Balangan kemudian terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) memaksa saksi SRI HANDAYANI untuk melakukan hubungan badan dengan cara saksi SRI HANDAYANI masih berada diatas jok sepeda motor terdakawa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) dengan kedua paha terbuka serta celana dalam dibawah lutut, oleh karena saksi SRI HANDAYANI dalam keadaan tidak berdaya sehingga tidak bisa berbuat apa dan saat itu terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) juga membuka celana dan memasukan kemaluannya kelubang kemaluan saksi SRI HANDAYANI melakukan hubungan layaknya suami isteri sekitar 3 menit lamanya kemudian air mani terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) keluar dan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO mencabut kemaluannya tersebut.
-      Setelah terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) menyetubuhi secara paksa saksi SRI HANDAYANI tersebut kemudian terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) mengantarkan saksi SRI HANDAYANI pulang kerumahnya dan sesampai dirumah saksi SRI HANDAYANI kemudian memeriksa kemaluannya yang terasa sakit dan terdapat lendir atau cairan, kemudian saksi SRI HANDAYANI menceritakan hal tersebut kepada orangtuanya yaitu saksi ABDUL MUTHALIB dan mendengar cerita dari anaknya tersebut sehingga saksi ABDUL MUTHALIB merasa tidak terima dan melaporkannya kepada pihak yang berwajib dan akhirnya terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) berhasil diamankan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya

25 Oktober 2012:
Akibat perbuatan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) tersebut saksi SRI HANDAYANI mengalami luka-luka sesuai dengan hasil Visum et Repertum dari PUSKESMAS KECAMATAN PARINGIN dengan Nomor: 002/Ver/PKM-PRG/2011 TANGGAL 25 Oktober 2011 yang ditandatangani oleh dr. AULIA ASMI SETIAWATY dengan kesimpulan selaput dara (Hymen) robek pada jam 6 dan jam 9, tidak terdapat darah, dan tidak terdapat cairan sperma, tidak terdapat lecet ataupun luka pada liang vagina akibat persentuhan dengan benda tumpul.







RINGKASAN WAWANCARA:

WAWANCARA TERKAIT PUTUSAN:
(wawancara ini selayaknya baru diadakan setelah naskah putusan tersebut dipelajari oleh peneliti).




        A.    Terkait kompleksitas perkara: 
  1.  Apabila dibandingkan dengan kasus-kasus pada umumnya yang Anda tangani, kasus dalam putusan Nomor 08/PID.SUS/2012/PT.BJM ini (menurut penilaian Anda) termasuk kategori: (a) sangat kompleks, (b) cukup kompleks, atau (c) biasa-biasa saja?
    Menurut Hakim PT yang diwawancarai, yaitu Hakim Gatot Supramono, SH, MH yang menangani Kasus ‘Dengan Sengaja Membujuk Anak untuk Melakukan Persetubuhan Dengannya’, perkara yang ditangani tidak kompleks dan tidak sulit. Yang paling penting adalah keterbukaan dari terdakwa.

  1. Apakah Anda menemukan ada kerumitan dalam menetapkan fakta-fakta yang diungkapkan dalam berkas-berkas perkara yang diajukan? Jika ya, menurut Anda, pada faktor apa persisnya letak kompleksitas tersebut?
    Tidak ada

  1. Jika dilihat dari kompleksitasnya, apakah pengadilan tinggi sebagai judex factie saat itu menganggap perlu dilakukan proses persidangan (pemeriksaan ulang) dengan menghadirkan para pihak?
    Tidak perlu

  1. Jika jawabannya “tidak perlu”, apa pertimbangannya?
Dalam putusan, dengan tegas dikatakan bahwa dakwaan dan tuntutan JPU tidak tepat karena menggunakan dasar hukum yang tidak sesuai. Seharusnya yang digunakan sebagai dasar hukum adalah KUHP, bukan UU tentang perlindungan anak. UU Perlindungan anak menurut Hakim PT hanya dapat diterapkan oleh tindak pidana yang dilakukan orang dewasa terhadap anak, bukan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Oleh karena itulah putusan PN dibatalkan.

       B.   Terkait dasar hukum yang digunakan: 
  1. Apakah Anda melihat dasar hukum yang digunakan oleh pihak JPU (dalam perkara pidana) atau penggugat (dalam perkara perdata) sudah cukup memadai untuk menyelesaikan kasus tersebut?
    Tidak memadai, karena menggunakan dasar hukum yang tidak tepat. tuntutan JPU tidak tepat karena menggunakan dasar hukum yang tidak sesuai. Seharusnya yang digunakan sebagai dasar hukum adalah KUHP, bukan UU tentang perlindungan anak. UU Perlindungan anak menurut Hakim PT hanya dapat diterapkan oleh tindak pidana yang dilakukan orang dewasa terhadap anak, bukan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

  1. Apakah ada elaborasi (penelaahan lebih dalam) yang dilakukan oleh majelis hakim tingkat banding dalam menstrukturkan dasar hukum yang digunakan?
    Hakim PT hanya mengatakan bahwa dasar hukum yang lebih tepat digunakan untuk kasus tersebut adalah KUHP. Namun, tidak dilakukan penelaahan lebih mendalam terhadap dasar hukum tersebut.

  1. Selain dasar hukum yang sudah disebutkan oleh para pihak dan di dalam putusan tingkata pertama, apakah ada dasar hukum lain yang majelis hakim banding pergunakan dalam penyelesaian perkara ini?
    KUHP

  1. Jika ada dasar hukum lain, mengapa menurut Anda, dasar-dasar tersebut perlu ditambahkan sebagai landasan yuridis penyelesaian perkara ini?
UU Perlindungan anak menurut Hakim PT hanya dapat diterapkan oleh tindak pidana yang dilakukan orang dewasa terhadap anak, bukan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

      C.   Terkait penalaran hukum dan penemuan hukum: 
  1. Apakah Anda (sebagai hakim pengadilan tingkat banding) menilai hakim pengadilan tingkat pertama sudah cukup komprehensif dalam memberikan pertimbangan-pertimbangan atas fakta dan hukum dalam perkara ini?
    Tidak teridentifikasi
  1. Jika belum, apa catatan Anda terhadap kekurangan dari pertimbangan putusan pengadilan tingkat pertama tersebut?
    Tidak teridentifikasi
  1. Apakah Anda telah melakukan penemuan hukum?
    Tidak
  1. Apa tepatnya penemuan hukum yang Anda sampaikan terkait perkara ini?
    Tidak ada
  1. Jika harus memberi nama, jenis penemuan hukum ini termasuk penemuan hukum dengan metode apa?
    Tidak ada
  1. Mengapa metode penemuan hukum ini, menurut Anda, yang paling tepat untuk memberi makna sebagai struktur aturan dalam penyelesaian perkara ini?
    Tidak ada


       D.   Terkait pertimbangan nonyuridis: 
  1.  Apakah ada nilai-nilai kemasyarakatan yang sangat mendesak untuk ditampung dalam pertimbangan para majelis hakim di pengadian banding? Tidak ada
  1. Apakah Anda merasakan ada intervensi yang mempengaruhi kebebasan hakim dalam memutuskan perkara tersebut?
    Tidak ada

E.   Terkait kontribusi hakim tinggi ybs.:
  1. Menurut Anda, apakah peran hakim ketua dalam sebuah majelis memang lebih   menentukan daripada peran hakim anggota?
    Tidak benar. Hakim ketua hanya berfungsi sebagai koordinator, bukan yang paling menentukan. Tidak ada seperti sistem hierarki atau komando dalam majelis hakim.
2.    Apakah terdapat perbedaan pendapat dalam majelis hakim ketika memutuskan perkara ini?
Tidak ada  
3.    Dalam hal terdapat perbedaan pendapat, bagaimana sikap Anda saat itu?
           Tidak








Form 1a-PT

PANDUAN PERTANYAAN
(Perkara Pidana)
PUTUSAN PENGADILAN TINGKAT BANDING
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pengantar
Panduan pertanyaan di bawah ini dimaksudkan untuk membantu peneliti dalam menentukan fokus penelitian dan membuat alur pikir yang nantinya dituangkan dalam Laporan Penelitian.. Isian panduan ini selanjutnya harus dijelaskan secara mendalam pada bagian analisis dan rekomendasi penelitian ini.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Identitas objek putusan dan hakim yang memutus:
1.   No. Perkara  (No. Reg. Perkara PT)                :   NO 08/PID.SUS/2012/PT.BJM
2.   Pengadilan Tinggi Provinsi                                :   KALIMANTAN SELATAN
3.   No. Perkara di Pengadilan Negeri                   :   179/Pid.Sus/2011/PN.Amt
4.   Pengadilan Negeri Kota/Kabupaten                :    Amuntai
5.   Putusan Menyangkut Perkara                           :   Dengan Sengaja Membujuk Anak untuk Melakukan Persetubuhan Dengannya            
                                                                                       
6.   Tanggal Penetapan Putusan PT                       :   9 Februari 2012
7.    Susunan Majelis Hakim PT :                a.   Gatot Supramono,SH,M.Hum (Ketua)
                                                                        b.   Hizbullah,SH (Anggota)
                                                                        c.   Sutrisni, SH (Anggota)
                                                                       
                       
                                   
1.  Apakah putusan hakim PT ini telah mengikuti prosedur hukum acara pidana?
1.1. Apakah putusan hakim PT sudah memuat hal-hal yang harus ada dalam suatu  putusan pengadilan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 197 jo. 199 KUHAP? (harap lihat keseluruhan item dari pasal-pasal tersebut!)
         a.  Ya
Dalam Putusan terlihat Majelis Hakim telah mengikuti prosedur hukum acara dalam memutuskan perkara di pengadilan tinggi sesuai denggan Pasal 197 KUHAP. Bahkan, dalam wawancara yang dilakukan, ketua majelis hakim  secara eksplisit menyatakan bahwa beliau mengutamakan terlebih dahulu proses peradilan agar sesuai dengan hukum acara yang berlaku dan juga mengecek apakah tuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum sudah sesuai dengan hukum acara pidana. Setelah prosedur-prosedur hukum acara telah ditaati, baru aspek hukum materialnya diperhatikan

1.2.  Dalam hal majelis hakim PT memeriksa kembali (fakta) di persidangan, apakah
         putusan hakim PT sudah didukung oleh minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 183 jo. Pasal 185 KUHAP?
b. Tidak
Majelis Hakim PT tidak memeriksa kembali dakwaan, saksi dan barang bukti
        
1.3. Apakah hakim PT melakukan pemeriksaan/penilaian alat bukti telah sesuai  dengan Undang-Undang, doktrin dan/atau yurisprudensi?
        b. Tidak
             
1.4. Apakah dalam putusan hakim PT ini, hakim sudah memuat secara proporsional antara argumen jaksa maupun dan penasihat hukum/terdakwa?
b.  Tidak
Dalam alasan pengajuan banding oleh JPU, tercantum dua alasan utama, yakni PERTAMA lamanya pidana kepada terdakwa yang tidak sebanding dengan akibat yang dialami korban secara psikologis dan KEDUA secara sosiologis. Alih-alih mempertimbangkan kedua alasan ini, hakim PT menolak permohonan banding dengan alasan dasar hukum yang digunakan oleh penuntut dan Hakim PN tidak sesuai, sehingga membatalkan hukuman terhadap terdakwa dan  menyatakan terdakwa bebas.Terlihat Hakim PT tidak proporsional menerapkan peraturan untuk fakta-fakta hukum yang ada, apalagi mempertimbangkan argumen-argumen yang diajukan jaksa maupun penasihat hukum/terdakwa.
        
1.5. Apakah hari/tanggal dilakukan musyawarah majelis hakim PT berbeda dengan hari/tanggal putusan diucapkan?
b. Tidak.
        
2.   Terkait dengan penerapan hukum pidana materiil, apakah unsur-unsur tindak pidana dan kesalahan sudah terpenuhi serta dilengkapi dengan sumber-sumber hukum di luar undang-undang?

2.1. Dalam hal putusan PT ini “mengadili sendiri,” apakah putusan hakim PT telah menguraikan secara lengkap unsur-unsur yang didakwakan?
         b.  Tidak
Hakim PT membatalkan putusan PN dengan pertimbangan bahwa dasar hukum yang digunakan dalam dakwaan dan putusan PN (UU Perlindungan anak) tidak tepat. Namun, Hakim PT tidak memeriksa kembali unsur-unsur yang didakwakan berdasarkan dasar hukum yang dinilai lebih tepat oleh Hakim PT.
                 
2.2. Selain undang-undang, apakah hakim PT juga menggunakan yurisprudensi sebagai dasar pertimbangan putusannya?
         b.   Tidak    
Hakim Pengadilan Tinggi hanya membatalkan dasar hukum putusan hakim PN, yaitu UU Perlindungan Anak, dan mengatakan dasar hukum yang lebih tepat adalah KUHP. Yurisprudensi tidak digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam membuat putusan.

2.3. Selain undang-undang, apakah hakim PT juga menggunakan sumber hukum berupa doktrin hukum sebagai dasar pertimbangan putusannya ?
         b.  Tidak
        
2.4. Apakah putusan hakim PT menggunakan sumber hukum lain (nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, yaitu berupa hukum adat dan/atau kebiasaan)?
         b.  Tidak
Dalam putusan, sumber hukum lain tidak digunakan Hakim PT. Bahkan, secara eksplisit dalam wawancara Hakim PN mengatakan tidak menggunakan hukum yang hidup dalam masyarakat dalam putusannya. Hakim hanya menggunakan dasar hukum normatif, yaitu pasal-pasal KUHP yang berkaitan.

2.5.  Dalam hal amar putusan berbeda (lebih berat/ringan) daripada putusan pengadilan negeri, apakah ada uraian yang memadai tentang faktor yang meringankan/memberatkan tersebut?
         b.  Tidak
Amar Putusan PT lebih ringan dari Amar Putusan PN, di mana terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan, terjadi setelah dasar hukum yang digunakan Hakim PT berbeda dengan dasar hukum yang digunakan Hakim PN. Uraian mengenai faktor-faktor yang meringankan maupun memberatkan tidak dimasukkan dalam penjelasan Hakim saat wawancara.


3.   Apakah putusan hakim PT telah mencerminkan penalaran hukum yang logis (runtut dan sistematis)?
3.1.  Apakah argumentasi yang dibangun oleh hakim PT menunjukkan keterkaitan antara pertimbangan hukum, fakta,  dan konklusinya?
c.   Tidak Teridentifikasi
        
3.2.  Apakah pertimbangan hukum yang disampaikan oleh hakim PT memiliki perbedaan yang mendasar dengan pertimbangan hukum yang diberikan oleh hakim pengadilan tingkat pertama?
a.   Ya
         
3.3.   Apakah putusan hakim PT mengandung penafsiran baru (di luar penafsiran
         gramatika dan otentik) dibandingkan putusan pengadilan tingkat pertama?
 c.  Tidak Teridentifikasi
        
3.4.   Apakah putusan hakim PT mengandung konstruksi hukum yang baru (misalnya analogi) dibandingkan putusan pengadilan tingkat pertama? (bedakan antara metode penemuan berupa penafsiran dan konstruksi!).
  c. Tidak Teridentifikasi
        
      3.5.    Dalam alur penalaran yang ditunjukkan oleh hakim PT, apakah Anda mengidentifikasi  adanya konklusi yang ”terlalu dipaksakan”?
                c. Tidak Teridentifikasi
        


4.   Apakah putusan hakim PT telah menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (aspek-aspek nonyuridis)?

      4.1.   Untuk menetapkan lamanya pidana (straftoemeting) apakah dalam putusan hakim PT teridentifikasikan pertimbangan faktor-faktor non-yuridis (psikologis, sosial, ekonomi, edukatif, lingkungan, religius) ?
         b.  Tidak
                  

      4.2.   Apakah faktor-faktor yang disebutkan dalam pertanyaan 4.1 sejalan dengan bunyi amar putusannya (penjatuhan pidana, putusan bebas, atau lepas dari tuntutan hukum)?
         c.  Tidak Teridenfitikasi
        

5.   Apakah Anda menyimpulkan hakim telah berlaku profesional dalam penyelesaian perkara ini?

5.1. Jika “profesionalisme” dimaknai sebagai telah dipenuhinya (ya) butr-butir 1 s.d. 4 di atas, menurut Anda (peneliti), apakah hakim PT telah berlaku profesional dalam menjalankan tugasnya?
b.   Tidak
Hakim PT belum dapat secara memadai mengoptimalkan fungsinya sebagai hakim untuk mewujudkan keadilan yang lebih substantif.

5.2.  Mengingat penelitian ini juga disertai dengan pengkajian data primer, apakah penilaian Anda pada butir 5.1) sejalan dengan deskripsi umum dari hasil pengkajian data primer tersebut?
a.   Ya
Data primer diperoleh melalui wawancara yang dilakukan pada tanggal 15 Maret 2012 di PT Kalimantan Selatan dengan Hakim Ketua Gatot Supramono, SH, M.Hum, yang menangani perkara yang dimaksud. Dalam wawancara tersebut, hakim PT menjelaskan garis-garis besar putusan dan pertimbangan-pertimbangan yang ia lakukan, namun tidak secara detail menjelaskan alasan-alasan di baliknya, seperti faktor sosial dan psikologis. Hakim PT secara tegas menyatakan bahwa ia hanya menggunakan dasar hukum normatif dalam memutuskan perkara tersebut dan tidak terdapat kompleksitas berarti dalam menghubungkan fakta hukum dengan dasar hukumnya.

5.3.  Apa rekomendasi Anda terkait dengan kesimpulan Anda pada butir 5.1 dan 5.2 di atas?
-       Hakim hendaknya menjelaskan dasar pertimbangan putusan yang tidak terungkap dalam Putusan tertulis pada saat wawancara, terutama pertimbangan pribadi, keyakinan moral dan psikologis, sehingga peneliti dapat lebih memahami faktor-faktor nonyuridis yang melatarbelakanginya.
-       Hakim perlu mempertimbangkan dasar-dasar hukum yang lain di luar Undang-undang, sehingga putusannya dapat merefleksikan keadilan yang lebih substantif.



22 Maret  2012
Peneliti Jejaring,
Tanda Tangan,



(Dr. Nirmala Sari, SH, M.Hum)
Instansi: Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin









Form 2a-PT
KODING PERKARA PIDANA
PUTUSAN PENGADILAN TINGKAT BANDING:

Nomor perkara            : NO 08/PID.SUS/2012/PT.BJM

Pengadilan Tinggi          : KALIMANTAN SELATAN

Nama hakim tinggi yang terkait:

a.   Gatot Supramono,SH,M.Hum (Ketua)
b.   Hizbullah,SH (Anggota)
c.   Sutrisni, SH (Anggota)


Nomor

Sub
Ya
Tidak
Tidak Teridentifikasi
1
1.1
1


1.2

1

1.3

1

1.4

1

1.5

1

JUMLAH
1
4
0
                       
Nomor

Sub
Ya
Tidak
Tidak Teridentifikasi

2
2.1

1

2.2

1

2.3

1

2.4

1

2.5

1

JUMLAH
0
5
0


Nomor

Sub
Ya
Tidak
Tidak Teridentifikasi

3
3.1


1
3.2
1


3.3


1
3.4


1
3.5


1
JUMLAH
1
0
4

Nomor

Sub
Ya
Tidak
Tidak Teridentifikasi

4
4.1

1

4.2


1
JUMLAH
0
1
1


TOTAL
Khusus jawaban nomor 1 s.d. 4
Total
Persentase
(dari 17 butir)
Jawaban YA
2
11,76%
Jawaban TIDAK
10
58,82%
Jawaban TIDAK TERIDENTIFIKASI
5
29,41%

===================================================================

Nomor

Sub
Ya
Tidak
Keterangan

5
5.1

1

5.2
1


5.3



JUMLAH
1
1
0

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar