LAPORAN HASIL PENELITIAN PUTUSAN
HAKIM
PENELITIAN
TERHADAP PUTUSAN HAKIM
NO
08/PID.SUS/2012/PT.BJM
TENTANG TINDAK PIDANA
DENGAN SENGAJA
MEMBUJUK ANAK UNTUK
MELAKUKAN
PERSETUBUHAN DENGANNYA
Oleh:
Dr. NIRMALA SARI, SH, M.Hum
DIBIAYAI PROYEK DIPA KOMISI YUDISIAL RI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
MARET 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Download Di Bawah Ini :
DAFTAR
ISI
Identitas Objek Putusan dan Hakim yang
Memutus 1
A. Pendahuluan 1
B. Posisi Kasus 2
C. Dasar Hukum Yang Digunakan 5
D. Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan 6
E. Studi Pustaka 9
F. Analisis 18
G. Kesimpulan dan Rekomendasi 30
H. Daftar Pustaka 31
Identitas Objek Putusan dan Hakim yang Memutus:
1. No. Perkara : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM
2.
Pengadilan tempat putusan ditetapkan :
Pengadilan Tinggi Kalimantan
Selatan
3.
Tanggal putusan ditetapkan :
9 Februari 2012
4.
Susunan majelis hakim :
a. Gatot Supramono,SH,M.Hum(Ketua)
b. Hizbullah,SH (Anggota)
c. Sutrisni, SH (Anggota)
5.
Pengadilan Negeri asal putusan : Pengadilan Negeri Amuntai
6. No.
Perkara (registrasi PN) :
179/Pid.Sus/2011/PN.Amt
A. Pendahuluan
Putusan Hakim yang diteliti ini tentang tindak
pidana Dengan Sengaja Membujuk
Anak untuk Melakukan Persetubuhan Dengannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Penuntut Umum mendakwa dengan dakwaan yang disusun secara alternatif yaitu PERTAMA melanggar Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, atau KEDUA melanggar Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, atau KETIGA melanggar Pasal
82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
Permintaan banding dari Jaksa
Penuntut Umum diterima oleh Majelis Hakim PT, namun memori banding JPU dinyatakan
tidak dapat diterima karena menggunakan dasar hukum yang tidak sesuai. Hakim PT
menilai bukan UU Perlindungan Anak yang dapat diterapkan pada kasus ini,
melainkan KUHP. Oleh karena itu, Putusan PN dibatalkan dan terdakwa dibebaskan
dari semua dakwaan, dikeluarkan dari tahanan serta biaya perkara dibebankan
kepada negara.
Penelitian ini ditujukan untuk
mengkaji hasil putusan yang dijatuhkan oleh hakim PT terhadap kasus di atas,
baik berkenaan dengan dasar hukum yang digunakan oleh hakim, pertimbangan hukum
dan amar putusan hakim PN dalam menangani kasus tersebut. Analisis didasarkan
pada perkembangan pemikiran ilmu hukum.
B. Kasus Posisi
Tanggal
|
Keterangan
|
21 Oktober 2011
|
Pada hari Jum’at
sekitar jam 19.30 wita saksi FITRI datang kerumah saksi SRI HANDAYANI dengan maksud mengajak
makan bakso, namun saat itu saksi SRI HANDAYANI tidak mau diajak oleh saksi
FITRI untuk makan bakso, kemudian saksi FITRI memberikan permen kiss warna
biru yang saat itu bungkusnya dalam keadaan terbuka dan oleh saksi SRI
HANDAYANI menolak untuk memakan permen tersebut akan tetapi saksi FITRI
memaksa dan mengancam saksi SRI HANDAYANI apabila tidak mau memakan permen
tersebut maka tidak mau lagi berteman sehingga saksi SRI HANDAYANI mau memakan
permen kiss tersebut.
|
21 Oktober 2011
|
Saksi SRI HANDAYANI
memakan permen kiss pemberian dari saksi FITRI tersebut kemudian saksi SRI
HANDAYANI bermaksud mengantar jahitan dan minta ditemani dengan saksi FITRI
namun waktu itu saksi FITRI tidak mau menemani dengan alasan mengajak makan
bakso terlebih dahulu sehingga saksi SRI HANDAYANI berjalan sendiri untuk
mengantar jahitan yang jaraknya sekitar 100 meter dari rumah saksi SRI
HANDAYANI dan sewaktu berjalan hendak menuju ke tukang jahit saksi SRI HANDAYANI
mengalami pusing dan tiba-tiba saksi
SRI HANDAYANI bertemu dengan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) yang sedang
mengendarai sepeda motor dan bermaksud mengajak saksi SRI HANDAYANI untuk
jalan-jalan.
|
21 Oktober 2011
|
Saksi SRI HANDAYANI
menolak ajakan dari terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm)
tersebut namun terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) memaksa
saksi SRI HANDAYANI dengan cara menarik tangan sebanyak 2 (dua) kali dan oleh
karena kepala saksi SRI HANDAYANI bertambah pusing sehingga tidak berdaya dan
mau menerima ajakan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm)
dengan cara berboncengan dengan mengendarai sepeda motor yang dikemudikan
terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) tersebut.
|
21 Oktober 2011
|
Sekitar pukul 20.00 Wita
sepeda motor terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) yang
berboncengan dengan saksi SRI HANDAYANI singgah atau berhenti di lokasi
Perkebunan Karet Kelurahan Paringin Timur Kecamatan Paringin Kabupaten
Balangan kemudian terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) memaksa
saksi SRI HANDAYANI untuk melakukan hubungan badan dengan cara saksi SRI
HANDAYANI masih berada diatas jok sepeda motor terdakawa AHMAD WAHYUNI Als
WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) dengan kedua paha terbuka serta celana dalam dibawah
lutut, oleh karena saksi SRI HANDAYANI dalam keadaan tidak berdaya sehingga
tidak bisa berbuat apa dan saat itu terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin
ERDIANTO (Alm) juga membuka celana dan memasukan kemaluannya kelubang
kemaluan saksi SRI HANDAYANI melakukan hubungan layaknya suami isteri sekitar
3 menit lamanya kemudian air mani terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin
ERDIANTO (Alm) keluar dan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO
mencabut kemaluannya tersebut.
|
21 Oktober 2011
|
Setelah terdakwa
AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) menyetubuhi secara paksa saksi SRI
HANDAYANI tersebut kemudian terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO
(Alm) mengantarkan saksi SRI HANDAYANI pulang kerumahnya dan sesampai dirumah
saksi SRI HANDAYANI kemudian memeriksa kemaluannya yang terasa sakit dan
terdapat lendir atau cairan, kemudian saksi SRI HANDAYANI menceritakan hal
tersebut kepada orangtuanya yaitu saksi ABDUL MUTHALIB dan mendengar cerita
dari anaknya tersebut sehingga saksi ABDUL MUTHALIB merasa tidak terima dan
melaporkannya kepada pihak yang berwajib dan akhirnya terdakwa AHMAD WAHYUNI
Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) berhasil diamankan untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya
|
25 Oktober 2011
|
Akibat perbuatan
terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) tersebut saksi SRI
HANDAYANI mengalami luka-luka sesuai dengan hasil Visum et Repertum dari PUSKESMAS KECAMATAN PARINGIN dengan Nomor:
002/Ver/PKM-PRG/2011 TANGGAL 25 Oktober 2011 yang ditandatangani
oleh dr. AULIA ASMI SETIAWATY dengan kesimpulan selaput dara (Hymen) robek
pada jam 6 dan jam 9, tidak terdapat darah, dan tidak terdapat cairan sperma,
tidak terdapat lecet ataupun luka pada liang vagina akibat persentuhan dengan
benda tumpul.
|
C. Dasar Hukum yang Digunakan
Dalam perkara pada putusan ini, dasar hukum yang
dipergunakan adalah sebagai berikut:
1. PENUNTUT UMUM dalam Surat Dakwaan dalam Surat Dakwaan No.Reg.Perkara : PDM-80/Pargn/Ep.2/11/2011 tertanggal 29 Nopember 2011
mempergunakan dasar hukum :
· Pasal
81 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, atau
· Pasal
81 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, atau
·
Pasal
82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
2. PENASEHAT HUKUM dalam Nota Pembelaan menyatakan bahwa Terdakwa AHMAD WAHYUNI
Als. WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) tidak terbukti melanggar dakwaan kedua Jaksa
Penuntut Umum Pasal 81 ayat
(2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak dan membebaskan terdakwa
dari semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum, serta merehabilitasi nama baik
terdakwa.
3. MAJELIS HAKIM PENGADILAN TINGGI KALIMANTAN
SELATAN dalam putusannya menyatakan
bahwa UU Perlindungan Anak tidak dapat diterapkan pada kasus ini, karena UU
Perlindungan Anak hanya ditujukan terhadap perbuatan yang dilakukan orang
dewasa dan bukan ditujukan kepada perbuatan yang dilakukan oleh anak. Oleh karena
itu ketentuan pidana yang mendasari kasus ini adalah KUHP.
D. Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan
Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi Kalimantan
Selatan dalam rangka memutus perkara Nomor 08/PID.SUS/2012/PT.BJM telah menimbang :
- Surat Dakwaan Penuntut Umum No.Reg.Perkara: PDM-80/Pargn/Ep.2/11/2011 tertanggal 29 Nopember 2011;
- Akta Permintaan Banding dari Penasihat Hukum Terdakwa dan Penuntut Umum No.01/Akta.Pid/2012/PN.Amt masing-masing tertanggal 10 Januari 2012 dan 12 Januari 2012;
- Memori Banding dari Penasihat Hukum Terdakwa tertanggal 24 Januari 2012 dan Penuntut Umum tertanggal 30 Januari 2012;
- Kontra memori banding dari Penuntut Umum tertanggal 30 Januari 2012;
- Surat Pemberitahuan untuk mempelajari berkas perkara secara resmi masing-masing kepada Penasihat Hukum Terdakwa dan Penuntut Umum masing-masing tertanggal 1 Februari 2012;
- Surat tuntutan (requisitoir) Penuntut Umum No.Reg.Perk : PDM-80/Pargn/Ep.1/12/2011 tertanggal 4 Januari 2012;
- Salinan Putusan Pengadilan Negeri Amuntai Nomor .179/Pid.Sus/2011/PN.Amt tertanggal 5 Januari 2012.
Maka Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi
Kalimantan Selatan memperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut :
1. Bahwa benar terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) telah kenal
dengan korban Sri Handayani, karena sama-sama sekolah di SMA Negeri 1 Paringin,
duduk di kelas 1, lain ruangan;
2. Bahwa benar terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) menyetubuhi
korban Sri Handayani pada hari Jumat tanggal 21 Oktober 2011 antara jam 20.00
s/d jam 21.00 Wita di jalan tembus parkiran Bis Pama arah ke Masjid Yampi, atau
kurang lebih 500 meter sebelum masjid, lokasi perkebunan karet Kelurahan
Paringin Timur Kecamatan Paringin Kabupaten Balangan dan perbuatan tersebut
dilakukan terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) diatas sepeda
motor yang dikemudikannya;
3. Bahwa benar yang mengajak untuk melakukan hubungan badan adalah terdakwa Ahmad
Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm);
4. Bahwa benar terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) datang menjemput
korban Sri Handayani pakai kendaraan Yamaha Yupiter MX Warna Hitam Nomor DA
3097 YF;
5. Bahwa benar diperjalanan terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm)
membawa korban Sri Handayani jalan kearah Paringin Timur, untuk main lalu tiba
ditempat kejadian terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) menyuruh
korban Sri Handayani membuka celananya dan setelah itu terdakwa Ahmad Wahyuni
Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) menurunkan celananya hingga lutut;
6. Bahwa benar setelah celana terdakwa Ahmad
Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) diturunkan terdakwa Ahmad Wahyuni Als
Wahyu Bin Erdianto (Alm) berusaha memasukkan kemaluannya kedalam lubang vagina
korban Sri Handayani namun tidak bisa terus masuk, baru setelah dilakukan
berulang-ulang dapat masuk, dan setelah lebih kurang 3 (tiga) menit air mani
terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) keluar dan setelah itu
terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) mencabut kemaluannya;
7. Bahwa benar disaat terdakwa Ahmad Wahyuni Als
Wahyu Bin Erdianto (Alm) menyetubuhi korban Sri Handayani, terdakwa Ahmad
Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) mengatakan akan bertanggung jawab;
8. Bahwa benar perasaan terdakwa Ahmad Wahyuni Als
Wahyu Bin Erdianto (Alm) menjadi nyaman setelah kemaluannya masuk kedalam
kemaluan korban Sri Handayani dan mengeluarkan air mani;
9. Bahwa benar terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu
Bin Erdianto (Alm) sadar perbuatannya dilarang oleh agama;
10. Bahwa benar setelah kejadian, keluarga Sri
Handayani ada datang menemui dan menanyakan kepada terdakwa Ahmad Wahyuni Als
Wahyu Bin Erdianto (Alm) tentang perbuatan yang dilakukannya.
Setelah
mempertimbangkan dakwaan Penuntut Umum yang disusun secara alternatif PERTAMA
melanggar Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; atau KEDUA melanggar Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
atau KETIGA melanggar Pasal 82 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak; serta memeriksa dan meneliti dengan seksama
putusan Pengadilan Negeri Amuntai Nomor 151/Pid.Sus/2010/Pn.Amt, juga
mempertimbangkan Memori Banding dari Penasehat Hukum tertanggal 25 November
2010; maka Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan dalam
putusannya menyatakan :
MENGADILI :
-
Menerima permintaan banding dari pembanding Jaksa Penuntut
Umum Kejaksaan Negeri Paringin
-
Menyatakan permintaan banding dari pembanding terdakwa tidak dapat
diterima;
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Amuntai No.179/Pid.Sus/2011/PN.Amt
tanggal 5 Januari 2012 an. Terdakwa AHMAD WAHYUNI Als. WAHYU bin ERDIANTO (Alm)
yang dimintakan banding tersebut;
MENGADILI SENDIRI
- Menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara pidana No.179/Pid.Su/2011/PN.Amt an. Terdakwa AHMAD WAHYUNI als. WAHYU bin ERDIANTO (alm) tidak dapat diterima;
- Menetapkan terdakwa dikeluarkan dari tahanan;
- Membebankan biaya perkara kepada Negara.
E. Studi Pustaka
Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Pernyataan tersebut secara tegas tercantum
dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai negara hukum,
Indonesia menerima hukum sebagai ideologi untuk menciptakan ketertiban,
keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negaranya. Konsekuensi dari
itu semua adalah bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga
negara Indonesia.
Hukum bisa dilihat sebagai perlengkapan masyarakat untuk
menciptakan ketertiban dan keteraturan dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena
itu hukum bekerja dengan cara memberikan petunjuk tentang tingkah laku dan
karena itu pula hukum berupa norma.[1]
Hukum yang berupa norma dikenal dengan sebutan norma hukum, dimana hukum
mengikatkan diri pada masyarakat sebagai tempat bekerjanya hukum tersebut.
Bila pada uraian di atas dikatakan bahwa konsekuensi
dari dianutnya hukum sebagai ideologi oleh suatu negara adalah bahwa hukum
mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia, maka hukum
juga wajib memberikan timbal balik terhadap negara yang menerimanya sebagai
ideologi, dengan cara memperhatikan kebutuhan dan kepentingan-kepentingan
anggota-anggota masyarakat serta memberikan pelayanan kepada masyarakat.
1. Hukum Pidana
Indonesia sebagai negara hukum memiliki beberapa macam
hukum untuk mengatur tindakan warga negaranya, antara lain adalah hukum pidana
dan hukum acara pidana. Kedua hukum ini memiliki hubungan yang sangat erat,
karena pada hakekatnya hukum acara pidana termasuk dalam pengertian hukum
pidana. Hanya saja hukum acara pidana atau yang juga dikenal dengan sebutan
hukum pidana formal lebih tertuju pada ketentuan yang mengatur bagaimana negara
melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk menjatuhkan pidana kepada pelaku
tindak pidana.
Pengadilan sebagai institusi lahirnya putusan hakim pada
hakikatnya tidak dapat dilepaskan sifatnya sebagai suatu lembaga yang
dihadapkan pada tugas pengintegrasian fungsi “adaptasi”, “pengejaran tujuan”
dan “mempetahankan pola”. Secara
faktual kadang peradilan dalam tugasnya yang demikian itu tidak mampu
sepenuhnya memainkan secara proporsional melakukan pengintegrasian ketiga
fungsi itu.[2]
Hakim sebagai salah satu alat negara yang diberikan kewenangan untuk memeriksa
dan memutus perkara, haruslah mengikuti prosedur hukum acara pidana yang sudah
ditentukan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Untuk melakukan pembuktian
terhadap suatu tindak pidana, Penjelasan Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa
pembuktian undang-undang secara negatif merupakan metode yang paling tepat
diterapkan di Indonesia, karena
dalam sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif terangkum kesatuan
penggabungan antara sistem conviction-in
time dengan sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif (positief wettelijk stelsel)[3]
Untuk menganalisis suatu kasus
tindak pidana, harus dilihat dalam kerangka tiga permasalahan pokok dalam hukum
pidana yaitu:
a. Tindak pidana (perbuatan pidana);
b. Pertanggungjawaban pidana; dan
c. Pemidanaan.
Perbuatan pidana sebagai ”actus yuris” adalah berdasarkan prinsip
terpenuhinya suatu perbuatan yang merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu
undang-undang, oleh karena itu yang terpenting dalam isu perbuatan pidana di
sini adalah apakah perbuatan seseorang tersebut telah memenuhi unsur-unsur
perbuatannya dan perbuatan tersebut
telah mendapatkan larangan oleh peraturan perundang-undangan.
Pertanggungjawaban pidana
adalah actus rea, yang melihat apakah
perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepada yang bersangkutan. Maknanya
apakah perbuatan tersebut adalah suatu perbuatan tercela yang harus
dipertanggungjawabkan oleh pelaku tindak pidana. Oleh karena itulah seseorang yang dinilai
telah melakukan tindak pidana belumlah serta merta akan dinyatakan bersalah
melakukan tindak pidana tersebut.
Pemberian pidana adalah masalah pokok yang ketiga dan menjadi sasaran
akhir dari adanya tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana tersebut. Dengan kerangka ini dalam hukum pidana
dikenal prinsip ”tiada pidana tanpa kesalahan” dan berkembang pula dalam kajian
hukum pidana adanya prinsip ”tiada pertanggungjawaban pidana tanpa adanya
kesalahan”.[4]
Dalam kerangka tiga permasalahan pokok hukum pidana inilah, maka suatu
proses hukum dalam perkara pidana haruslah mengungkapkan sedalam-dalamnya
tentang fakta telah terjadinya suatu tindak pidana dan adanya pertanggungjawaban
pidana dari terdakwa.
Untuk itu terdapat dua pihak yang sejatinya
dapat mengungkapkan tersebut, yaitu adanya kesempatan yang seluas-luasnya
kepada Jaksa penuntut Umum untuk dapat membuktikan adanya tindak pidana dan
harus dipertanggungjawabkan kepada terdakwa, sedangkan disisi lain diberi
kesempatan yang seluas-luasnya pula kepada terdakwa/penasihat hukumnya untuk
mengungkapkan fakta apakah perbuatan tersebut adalah termasuk katagori tindak
pidana dan juga apakah ia dapat dipersalahkan untuk mempertanggungjawabkan
perbuatan tersebut.
Gambaran saling terdapatnya kesempatan untuk mengungkapkan fakta yang
sedalam-dalamnya tersebut akan menggambarkan suatu proses yang ”fair”, sehingga terdapat interaksi positif dalam proses persidangan untuk
mendapatkan keadilan yang sejatinya dapat diterima oleh terdakwa dan pihak
penuntut umum.
Kekuasaan kehakiman adalah
kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum
Republik Indonesia. Tugas menyelenggarakan peradilan yang diperinci ke dalam
kegiatan-kegiatan menerima, memeriksa dan mengadili perkara, pengadilan
melakukan penegakan hukum. Cara mengadili seperti yang dikehendaki oleh sistem
hukum tersebut termasuk ke dalam kategori ajudikatif, yaitu menentukan apa yang
sesungguhnya merupakan isi suatu peraturan, kemudian menentukan apakah
peraturan itu telah dilanggar (khususnya dalam perkara pidana)[5].
2. Penalaran Hukum
Dalam Terminologi Hukum, istilah ‘argument’
diartikan sebagai berusaha mempercayakan orang lain dengan mengajukan
alasan-alasan.[6]
Dalam Kamus Filasafat, ‘argument’ dari bahasa Latin ‘arguere’
yang berarti menjelaskan. Alasan-alasan (bukti) yang ditawarkan untuk mendukung
atau menyangkal sesuatu.[7]
Dalam logika, diartikan sebagai serangkaian pernyataan yang disebut
premis-premis yang secara logis berkaitan dengan pernyataan berikutnya yang
disebut konklusi. Argumen-argumen dibagi menjadi dua kategori umum, yaitu deduktif
dan induktif.
Dalam Blak’s Law Dictionary (Garner, 1999:102), istilah ‘argument’
diartikan “a statement that attempts to persuase; esp., the remarks of
counsel in alalyzing and pointing out or repudiating a desired inference, for
the assistance of decision-maker. The act or process of attempting to persuade”.
Sedangkan ‘argumentative’, diartikan sebagai “of or relating to
argument or persuasion, stating not only facts, but also inferences and
conclusions drawn from facts (the judge sustained the prosecutor’s objection to
the argumentative question)”. [8]
Dalam Kamus
Hukum, istilah ‘argumen’ diberikan arti sebagai alasan yang dapat
dipakai untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan.
Berargumen, berarti berdebat dengan saling mempertahankan atau menolak alasan
masing-masing. Istilah argumentasi, diartikan sebagai pemberian alasan untuk
memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan. Berargumentasi
berarti memberikan alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat,
pendirian atau gagasan.
Dalam Kamus Belanda-Indonesia, istilah ‘argument’
diartikan bukti sanggahan, alasan, perbantahan, dan ‘argumentatie’
diartikan sebagai hal memberikan alasan dengan cara tertentu, debat,
pembahasan.[9]
Dalam ‘Kamus Inggris-Indonesia’ ditemukan istilah ‘argument’ yang
diberikan arti alasan, perdebatan, bukti, perbantahan, dan ‘argumentation’
diberikan arti sebagai pemberian alasan dengan cara tertentu, debat,
pembahasan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, argumen diartikan sebagai alasan
berupa uraian penjelasan, dan argumentasi diartikan sebagai pemberian alasan
yang diuraikan secara jelas untuk memperkuat suatu pendapat.
Dari pengertian-pengertian di atas, diambil simpulan
pengertian ‘argumentasi’ diartikan sebagai, ‘mengajukan alasan berupa uraian
penjelasan yang diuraikan secara jelas, berupa serangkaian pernyataan yang
secara logis berkaitan dengan pernyataan berikutnya yang disebut konklusi,
untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan’.
Di dalam masyarakat terdapat banyak masalah sosial. Dari
sekian banyak masalah-masalah sosial itu kita harus mampu menemukan atau
menyeleksi masalah hukumnya, untuk kemudian dirumuskan dan dipecahkan. Bukan
pekerjaan yang mudah untuk menyeleksi masalah hukum dari masalah-masalah
sosial, yang sering tumpang tindih dengan masalah hukum dan sulit untuk dicari
batasnya, seperti misalnya masalah politik, masalah kesusilaan, masalah agama
dan sebagainya. Di sinilah pentingnya kemampuan untuk menyeleksi dan kemudian
merumuskan masalah hukum (legal problem identification).
Sebagai contoh konkret dapat dikemukakan kegiatan Hakim
dalam memeriksa perkara. Setelah peristiwa konkretnya diseleksi melalui proses
tanya-jawab dengan argumentasi masing-masing pihak, maka kemudian peristiwa
konkret itu dibuktikan untuk dikonstatasi dan sekaligus dirumuskan dan
diidentifikasi bahwa benar-benar telah terjadi peristiwa hukum.
Kalau masalah hukumnya telah diketemukan dan dirumuskan,
masih perlu diketahui masalah hukum itu masalah hukum bidang apa, hukum
perdata, hukum dagang, hukum agraria, hukum pidana dan sebagainya.
Setelah diketemukan masalah hukumnya dengan menggunakan
penemuan hukum, maka harus dicari pemecahannya (legal problem solving).
Kalau misalnya sudah diketahui bahwa masalah itu merupakan peristiwa pembunuhan
harus dicari siapa pelakunya dan hukumnya untuk diterapkan.Sehingga dalam
mempelajari hukum, dihadapkan pada peristiwa konkret, kasus atau konflik yang
memerlukan pemecahan dengan mencari hukumnya. Bekal untuk memecahkan konfik itu
adalah pengetahuan tentang norma hukum, sistem hukum dan penemuan hukum.
Setelah pemecahan masalah hukum perlu diberi hukumnya, haknya atau hukumannya.
Dengan kata lain, harus diambil keputusan (decision making).
Hakim sebagai sebuah jabatan yang memiliki fungsi
yudikatif, pada dasarnya memiliki dua tindakan/peran. Pertama, untuk
membuktikan keberadaan suatu fakta yang dikualifikasikan sebagai delik pidana
oleh suatu norma umum yang harus diterapkan kepada kasus tertentu. Kedua, hakim
menjatuhkan suatu sanksi pidana yang konkret
yang ditetapkan secara umum dalam norma yang harus diterapkan. Dari kedua peran
tersebut dapat disimpulkan bahwa hakim merupakan penerap dari norma hukum yang
berupa peraturan perundang-undangan yang kemudian diikuti dengan menerapkan
sanksi demi tegaknya peraturan perundang-undangan tersebut. Di mana kedua
tindakan/peran tersebut akan tertuang dalam isi putusannya yang tersusun
secara runtut dan sistematis sehingga
akan tercermin adanya penalaran hukum yang logis.
3. Filosofi Pemidanaan
Dalam penerapan atau penegakan
hukum, masyarakat tidak hanya ingin melihat diciptakannya ketertiban dan
kepentingan-kepentingannya dilayani oleh hukum, melainkan menginginkan pula
agar dalam masyarakat terdapat peraturan-peraturan yang menjamin nilai-nilai
keadilan dan kemanfaatan hukum.
Roscoe Pound sebagaimana
dikutip Abdussalam dalam bukunya ”Prospek Hukum Pidana Indonesia” mengemukakan
tujuan hukum sebagai berikut:
1. Pemenuhan keinginan masyarakat berupa
keamanan umum dalam hubungannya dalam kehidupan masyarakat.
2. Melakukan kontrol dan merespon kemauan masyarakat
terhadap tuntutan jaminan keamanan sesuai dengan paraturan yang hidup di tengah
masyarakat.
3. Memelihara agar jangan terjadi
konflik dengan tetap menjaga agar tetap
di jalur rel hukum yang sudah ditetapkan bersama.
4. Mencegah terjadi gangguan-gangguan
terhadap peraturan-peraturan masyarakat dengan menempatkan setiap orang pada
tempat yang sudah ditetapkan.
5. Menjamin kebebasan individu dengan tetap
menjaga hak orang lain yang juga mempunyai kebebasan.
6. Menjamin kepentingan-kepentingan sosial,
selama kepentingan-kepentingan tersebut dijamin melalui suatu penertiban
manusia dalam hubungan-hubungan kemasyarakatan.[10]
Ada tiga pilar utama dalam
hukum yang dapat dijadikan tolak ukur untuk mengukur suatu putusan hakim,
yaitu:
a. Apakah putusan tersebut mengandung nilai-nilai
kepastian hukum;
b. Apakah putusan tersebut mengandung
nilai-nilai keadilan;
c. Apakah putusan tersebut mengandung
nilai-nilai kemanfatan.
Dalam kerangka berfikir hukum,
tentunya ketiga aspek nilai-nilai hukum tersebut tidak dapat dipisahkan dari
instrumen yang digunakan untuk dapat memasuki tataran ketiga nilai tersebut.
Oleh karena itu, putusan hakim yang baik atau ideal adalah putusan yang dapat
menempatkan titik keseimbangan antara tiga pilar hukum tersebut, seperti bagan
di bawah ini:
KEADILAN
KEPASTIAN
KEMANFAATAN
Titik merah tersebut adalah
titik keseimbangan sebagai titik hukum yang ideal untuk menilai suatu putusan
hakim, maknanya putusan hakim tersebut telah berhasil menggabungkan ketiga
nilai hukum tersebut dalam suatu putusannya secara seimbang. Dan manakala ada putusan yang lebih cenderung
kepada suatu sudut tertentu, maka putusan tersebut tidak seimbang, kalau
terjadi demikian maka putusan itu belum mampu menempatkan keadilan dalam hukum.
Keadilan dalam hukum tersebut
adalah suatu keadilan yang mampu menyeimbangkan ketiga pilar nilai-nilai dasar
hukum tersebut, yang dalam bahasa operasional, berarti putusan hakim tersebut
adalah putusan yang berkepastian, berkeadilan, dan mempunyai kemanfatan.
Keadilan adalah sesuatu yang
diharapkan oleh semua masyarakat sebagai perwujudan dari keseimbangan antara
hak dan kewajiban. Manusia yang hidup di suatu negara tentunya memiliki hak-hak
dan kewajiban-kewajiban tertentu yang melekat pada diri setiap warga
negaranya. Untuk itu, nilai keadilan
dalam putusan pengadilan harus mencerminkan kepada kepentingan terdakwa,
korban, dan masyarakat.
4. Profesionalisme Hakim
Penegakan hukum merupakan
rangkaian proses untuk menjabarkan nilai, ide, cita yang cukup abstrak yang
menjadi tujuan hukum. Tujuan hukum atau cita hukum memuat nilai-nilai moral,
seperti keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai tersebut harus mampu diwujudkan dalam
realitas nyata. Eksistensi hukum diakui apabila nilai-nilai moral yang
terkandung dalam hukum tersebut mampu untuk diemplementasikan atau tidak.
Menurut Soerjono Soekanto,
secara konsepsional inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang
mantap dan mengejawantahkan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai
tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian
pergaulan hidup.
Penegakan hukum sebagai sarana
untuk mencapai tujuan hukum, maka sudah semestinya seluruh energi dikerahkan
agar hukum mampu bekerja untuk mewujudkan nilai-nilai moral dalam hukum.
Kegagalan hukum untuk mewujudkan nilai-nilai hukum tersebut merupakan ancaman
bahaya bangkrutnya hukum yang ada. Hukum yang miskin implementasi terhadap
nilai-nilai moral akan berjaran serta terisolasi dari masyarakatnya.
Keberhasilan penegakan hukum akan menentukan serta menjadi barometer lagitimasi
hukum ditengah-tengah realitas sosialnya.
Hukum dibuat untuk
dilaksanakan, dan dalam rangka melaksanakan dan menegakan hukum diperlukan
institusi-institusi hukum. Salah satu dari institusi penegak hukum adalah
pengadilan, dalam hal ini salah satunya dilaksanakan oleh para Hakim. Penegak
hukum tidak bekerja dalam ruang hampa dan kedap pengaruh, melainkan selalu
berinteraksi dengan lingkup sosial yang besar.
Menurut Satjipto Rahardjo,
keadilan akan dapat ditegakan apabila para penegak hukum mau menggunakan atau
tidak menggunakan hukum. Hukum yang progresif salah satunya dipengaruhi oleh
faktor manusia yang akan menegakan hukum itu sendiri. Penegakan hukum progresif
bertolak dari pilar utamanya, yaitu determinasi dan komitmen kuat dari sekalian
sub sistem peradilan untuk memerangi korupsi. Memerangi korupsi dalam dunia
peradilan disini, dalam kaitan dengan profesionalisme Hakim adalah terwujudnya
para Hakim yang menggunakan hukum tersebut secara kreatif, inovatif dan agresif
untuk mencapai tujuan yang telah dipastikan.
Penegakan hukum progresif
adalah menjalankan hukum tidak sekedar menurut kata-kata hitam putih dari
peraturan (according to the letter), melainkan menurut semangat dan makna lebih
dalam (to the very meaning) dari undang-undang atau hukum. Penegakan hukum
tidak hanya dengan kecerdasan intelektual, melainkan dengan kecerdasan
spiritual. Dengan kata lain, penegakan hukum yang dilakukan dengan penuh
determinasi, empati, dedikasi, komitmen terhadap penderitaan bangsa dan
disertai keberanian untuk mencari jalan lain daripada yang biasa dilakukan.
F. Analisis
Berdasar uraian sebelumnya,
maka pada bagian ini Peneliti akan melakukan analisis terhadap putusan Nomor 08/PID.SUS/2011/PT.BJM dengan Terdakwa AHMAD WAHYUNI alias WAHYU bin ERDIANTO (Alm). Analisis ini
Peneliti bagi dalam beberapa bagian, sebagai berikut :
1. Prosedur Hukum Acara
Berkenaan dengan prosedur hukum acara
pidana yang termuat dalam putusan ini adalah sebagai berikut :
a.
Penerapan
ketentuan Pasal 197 KUHAP
KUHAP
|
PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
|
Pasal 197
KUHAP menyatakan sebagai berikut :
(1)
Surat
putusan pemidanaan memuat :
|
|
a.
Kepala
putusan yang dituliskan berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA”
|
Di dalam putusan, bunyi ini juga dimuat dalam kepala
putusan (terdapat dalam halaman 1 dari 14 halaman Putusan
Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
|
b.
Nama
lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa
|
Dalam putusan pada bagian data tentang Terdakwa termuat sebagai berikut:
nama AHMAD WAHYUNI Als. WAHYU BIN ERDIANTO (alm), tempat lahir GALUMBANG, umur/tanggal lahir 16 tahun/29 JULI 1995, jenis kelamin LAKI-LAKI, kebangsaan INDONESIA, tempat tinggal
DESA GALUMBANG RT 03
KECAMATAN PARINGIN SELATAN KABUPATEN BALANGAN, agama ISLAM, pekerjaan PELAJAR/KELAS I SMA N PARINGIN (terdapat dalam halaman 1 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
|
c.
Dakwaan,
sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan
|
Di dalam putusan termuat sebagai berikut: Surat Dakwaan Penuntut Umum
tertanggal 29 Nopember 2011,
No.Reg.Perkara : PDM-80/Pargn/Ep.2/11/2011, Terdakwa telah didakwa dengan dakwaan
sebagai berikut: DAKWAAN PERTAMA dst nya
DAKWAAN KEDUA dst nya
DAKWAAN KETIGA dst nya
(terdapat dalam halaman 3 s.d. 10 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
|
d.
Pertimbangan
yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat
pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar
penentuan kesalahan terdakwa
|
Di dalam putusan termuat sebagai berikut:
- Menimbang dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan, yang
menjadi terdakwa adalah seorang anak yang masih di bawah umur (terdapat dalam halaman 12 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
- Menimbang bahwa di dalam perkara ini
terdakwanya adalah anak dan didakwa dengan tindak pidana yang diatur dalam UU
No. 23 Tahun 2002 (terdapat dalam halaman 12 dari 14 halaman Putusan Nomor:
08/PID.SUS/2012/PT.BJM )
|
e.
Tuntutan
pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan
|
Dalam putusan termuat sebagai berikut: Surat Tuntutan Penuntut Umum tanggal
12 Oktober 2010, No.Reg.Perk: PDM-80/Pargn/Ep.1/12/2011 menuntut agar Majelis Hakim yang mengadili perkara ini memutuskan dstnya
(terdapat dalam halaman 10 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
|
f.
Pasal
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai
keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa
|
Di dalam putusan termuat sebagai berikut:
-
Menimbang,
bahwa terdakwa telah diajukan oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun
secara alternatif, yaitu : PERTAMA melanggar pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak dstnya, KEDUA
melanggar Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak dstnya, KETIGA melanggar Pasal 82
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (terdapat dalam halaman 11 s.d. 12 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
-
Menimbang,
bahwa dakwaan yang didasarkan pada UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak dinilai tidak tepat oleh Majelis Hakim Tingkat Banding dengan
pertimbangan: Tujuan UU No. 23 Tahun 2002, Pasal 20 UU No. 23 Tahun 2002 (terdapat dalam halaman 12 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
-
Menimbang,
UU No. 23 Tahun 2002 tidak dapat dijadikan dasar dakwaan jaksa, sehingga
dakwaan Penuntut Umum tidak dapat diterima (terdapat dalam halaman 12 s.d. 13 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
-
Menimbang,
Putusan PN tidak dapat
dipertahankan dan harus dibatalkan (terdapat dalam halaman 13 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
-
Memperhatikan, akan ketentuan Pasal 156 KUHAP dan peraturan lain yang bersangkutan (terdapat
dalam halaman 13 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
|
g.
Hari
dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa
oleh hakim tunggal
|
Di dalam putusan termuat sebagai berikut:
demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan
Tinggi Kalimantan Selatan di Banjarmasin pada hari KAMIS, tanggal 9 FEBRUARI 2012, dstnya (terdapat dalam halaman 13 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
|
h.
Pernyataan
kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan
tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan
yang dijatuhkan.
|
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
Menyatakan surat dakwaan JPU dalam perkara pidana No.
179/Pid.Sus/2011/PN.Amt an. Terdakwa AHMAD WAHYUNI alias WAHYU bin ERDIANTO (alm) tidak dapat diterima; Menetapkan terdakwa
dikeluarkan dari tahanan
(terdapat dalam halaman 13 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
|
i.
Ketentuan
kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti
dan ketentuan mengenai barang bukti
|
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
Membebankan biaya perkara kepada Negara (terdapat dalam halaman 13 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
;
Ketentuan mengenai barang bukti tidak diatur,
karena dakwaan tidak diterima
|
j.
Keterangan
bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana letaknya kepalsuan
itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu
|
Dalam perkara ini tidak ada yang berkenaan
dengan surat otentik, sehingga dalam putusan ini tidak memuat tentang hal
yang terdapat pada point j ini.
|
k.
Perintah
supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan
|
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
Memerintahkan agar Terdakwa dikeluarkan tahanan (terdapat dalam halaman 13 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
|
l.
Hari
dan tanggal putusan, nama penutut umum, nama hakim yang memutus dan nama
panitera
|
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan
Majelis Haki Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan di Banjarmasin pada hari KAMIS, tanggal 9 FEBRUARI 2012, oleh
kami GATOT SUPRAMONO,SH.,M.Hum., Hakim Pengadilan Tinggi
Kalimantan Selatan, sebagai Hakim Ketua Majelis, HIZBULLAH, S.H. dan SUTRISNI S.H.,M.Hum., masing-masing sebagai Hakim Anggota, yang ditunjuk
berdasarkan Surat Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan di
Banjarmasin tertanggal 1 Februari 2012 Nomor 08/Pen.Pid/2012/PT.BJM, untuk mengadili perkara ini pada peradilan tingkat banding, dan
pada hari itu juga putusan tersebut diucapkan oleh hakim Ketua tersebut dalam
persidangan yang terbuka untuk umum dengan dihadiri para Hakim Anggota serta DIYONO, Panitera
Pengganti pada Pengadilan Tinggi tersebut, dan tidak dihadiri oleh Terdakwa dan Penuntut Umum (terdapat dalam halaman 14 dari 14 halaman Putusan Nomor : 08/PID.SUS/2012/PT.BJM)
|
Dalam putusan kasus ini Majelis Hakim tidak memuat
secara proporsional argumen Jaksa dan Penasihat Hukum, sebab dalam putusan ini
Majelis Hakim tidak mempertimbangkan Surat Dakwaan Penuntut Umum tertanggal 31
Agustus 2010, No.Reg.Perkara: PDM-87/Amunt/Ep.2/08/2010. Bahkan, Majelis Hakim mengatakan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum tidak dapat
diterima karena UU yang digunakan dalam dakwaan tidak tepat dan membatalkan
seluruh keputusan PN.
Perkara ini dimusyawarahkan dan diputuskan dalam
tanggal yang sama dan dibacakan dalam dalam persidangan yang terbuka untuk
umum. Namun dalam perkara ini pembacaan putusan tidak dihadiri oleh Terdakwa
atau Penasehat Hukumnya. Sehingga Ketua
Majelis Hakim dalam perkara ini sebagaimana ketentuan Pasal 196 ayat (3)
KUHAP mempunyai kewajiban untuk memberitahukan segala sesuatu apa yang menjadi
haknya terdakwa sehubungan dengan putusan pemidanaan yang diucapkannya. Sifat
pemberitahuan menurut Pasal 196 ayat (3) adalah “wajib”, Cuma sekalipun sifat
pemberitahuan merupakan “kewajiban”, namun undang-undang sendiri tidak
menentukan sanksi atas kelalaiannya.
Rangkuman:
Majelis Hakim yang memutus dalam perkara
di tingkat banding ini sudah melaksanakan segala hal yang terkait dengan
prosedur hukum acara pidana,
namun tidak memuat secara proporsional menilai argumen dari jaksa dalam dakwaan
dan memori banding. Selain itu, karena dalam pembacaan putusan tanpa dihadiri oleh
Terdakwa atau Penasehat Hukumnya, maka kewajiban Ketua Majelis dalam perkara
ini sebagaimana yang diamanatkankan dalam Pasal 196 ayat (3) KUHAP harus
benar-benar dilaksanakan dengan baik, sehingga Hak Terdakwa tidak ada yang
dilanggar. Dan fungsi penegakan hukum melalui diadakannya peradilan agar
didapatkan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan, dapat terlaksana.
2. Hukum Materiil
Putusan yang dijatuhkan oleh
Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan dalam hal ini adalah: menyatakan surat dakwaan
Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri
Amuntai No. 179/PID.SUS/2011/PN.AMT dengan pertimbangan bahwa dasar hukum yang
digunakan dalam dakwaan dan putusan PN tidak tepat. Namun, Hakim PT tidak
memeriksa kembali unsur-unsur yang didakwakan berdasarkan dasar hukum yang
dinilai lebih tepat oleh Hakim Pengadilan Tinggi, sehingga dalam rangka memutus
perkara ini, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan, tidak terlihat
mempergunakan yurisprudensi, doktrin, maupun hukum adat.
Majelis Hakim Pengadilan
Tinggi berpendapat bahwa pihak yang berkewajiban bertanggung jawab
menyelenggarakan perlindungan anak sesuai Pasal 20 UU No. 23 Tahun 2002 adalah
Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua. Dari ketentuan ini,
anak tidak termasuk pihak yang dibebani kewajiban menyelenggarakan perlindungan
anak.
Dengan dasar pertimbangan
tersebut di atas, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa semua
ketentuan pidana yang diatur dalam UU Perlindungan Anak hanya ditujukan
terhadap perbuatan yang dilakukan oleh orang dewasa dan bukan ditujukan kepada
perbuatan yang dilakukan oleh anak.
Selanjutnya Majelis Hakim
Pengadilan Tinggi berpendapat juga bahwa apabila ketentuan pidana di dalam UU
Perlindungan Anak diterapkan terhadap terdakwa anak, sama halnya melakukan
pemaksaan anak untuk bertanggung jawab atas kewajiban penyelenggaraan anak
seperti orang dewasa, sehingga Majelis Hakim Pengadilan Tinggi memandang bahwa
terhadap terdakwa anak dalam perkara ini lebih tepat diterapkan ketentuan
pidana yang terdapat di dalam KUHP. Dengan pertimbangan tersebut, Majelis Hakim
Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa ketentuan-ketentuan pidana di dalam UU
Perlindungan Anak tidak dapat dijadikan sebagai dasar dakwaan Jaksa Penuntut
Umum terhadap terdakwa AHMAD WAHYUNI Als. WAHYU bin ERDIANTO (alm) yang
berstatus anak.
Meskipun Majelis Hakim
Pengadilan Tinggi mempertimbangkan bahwa ketentuan pidana yang diatur di dalam
KUHP lebih tepat diterapkan, namun Majelis Hakim Pengadilan Tinggi tidak
menguraikan dengan jelas ketentuan-ketentuan dalam KUHP yang seharusnya
diterapkan.
Rangkuman:
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan
dalam perkara ini telah menjatuhkan putusan banding dalam bentuk membatalkan putusan Pengadilan Negeri. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa, dasar hukum yang digunakan dalam dakwaan
dan putusan Pengadilan Negeri tidak tepat. Putusan tersebut ditinjau dari hukum
materiil tidak tepat, karena tidak menghubungkan dasar hukum dengan fakta-fakta hukum secara
baik.
3. Penalaran Hukum
Putusan yang dijatuhkan oleh
Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan dalam hal ini adalah: menyatakan surat
dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima dan membatalkan putusan
Pengadilan Negeri Amuntai No. 179/PID.SUS/2011/PN.AMT dengan pertimbangan bahwa
dasar hukum yang digunakan dalam dakwaan dan putusan PN tidak tepat. Namun,
Hakim PT tidak memeriksa kembali unsur-unsur yang didakwakan berdasarkan dasar
hukum yang dinilai lebih tepat oleh Hakim Pengadilan Tinggi.
Putusan Pengadilan Tinggi
kurang mencerminkan penalaran hukum yang logis (runtut dan sistematis), karena beberapa hal yang yang tidak
teridentifikasi, antara lain:
-
Argumentasi yang dibangun apakah menunjukkan
keterkaitan antara pertimbangan hukum, fakta,
dan konklusinya. Hal
tersebut dapat dilihat dari pertimbangan bahwa pihak yang berkewajiban
bertanggung jawab menyelenggarakan perlindungan anak sesuai Pasal 20 UU No. 23
Tahun 2002 adalah Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua. Dari
ketentuan ini, anak tidak termasuk pihak yang dibebani kewajiban
menyelenggarakan perlindungan anak. Namun, Hakim Pengadilan Tinggi tidak
memberikan penjelasan logis tentang bentuk pertanggungjawaban seperti apa yang
harus diemban pihak-pihak tersebut.
-
Alur penalaran yang ditunjukkan oleh hakim
PT apakah terdapat konklusi yang ”terlalu dipaksakan”. Hal itu dapat dilihat dari pertimbangan yang
menyatakan bahwa Hakim Pengadilan Tinggi memandang bahwa terhadap terdakwa anak
dalam perkara ini lebih tepat diterapkan ketentuan pidana yang terdapat di
dalam KUHP. Dengan pertimbangan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
berpendapat bahwa ketentuan-ketentuan pidana di dalam UU Perlindungan Anak tidak
dapat dijadikan sebagai dasar dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa
AHMAD WAHYUNI Als. WAHYU bin ERDIANTO (alm) yang berstatus anak. Sementara
Hakim Pengadilan Tinggi tidak mempertimbangkan lebih jauh terhadap kepentingan
korban yang juga merupakan seorang anak.
Rangkuman :
Putusan hakim Pengadilan Tinggi kurang mencerminkan
penalaran hukum yang logis (runtut dan sistematis), karena
kesimpulan (konklusi) tidak teridentifikasi argumentasi yang dibangun oleh hakim Pengadilan Tinggi
|
4. Penggalian Nilai-nilai yang Hidup dalam Masyarakat
Dalam putusan hakim Pengadilan
Tinggi tidak teridentifikasikan pertimbangan faktor-faktor non-yuridis
(psikologis, sosial, ekonomi, edukatif, lingkungan, religius).
Pertimbangan faktor-faktor
nonyuridis ini sebenarnya sangat dibutuhkan dan menjadi bagian yang intergral
dengan pertimbangan yuridis berdasarkan hukum materiil. Hal tersebut dapat
dilihat dari fakta hukum bahwa secara psikologis meskipun terdakwa masih tergolong anak, namun cara
berfikir dan tindakan yang dilakukannya dapat diktegorikan sebagai cara berfikir dan tindakan orang dewasa. Demikian pula dari faktor kultural tampak pertimbangan bahwa tindakan yang dilakukan
terdakwa tercela/terlarang di dalam masyarakat. Penjatuhan pidana penjara untuk menjalani pidana sebagai warga binaan di LP
dan menjalani latihan kerja (bilamana denda tidak dibayar) pun dapat dilihat berdasarkan sudut pandang
edukatif. Apalagi mengingat bahwa masyarakat Kalimantan Selatan sangat
memperhatikan nilai-nilai religius berdasarkan Agama Islam, di mana tindakan
kejahatan terdakwa yang dalam sudut pandang agama sudah mencapai aqil baligh
wajib dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan dan masyarakat.
Berdasarkan pada nilai
keadilan, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi belum mencerminkan hal
tersebut, karena putusan hakim tersebut tidak menampung nilai-nilai keadilan
substansial berupa pengakomodasian nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat.
Nilai kemanfaatan juga kurang nampak
pada Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan karena
membebaskan terdakwa tidak akan memberikan efek jera, memperbaiki perilaku
terdakwa maupun mencegah terjadinya tindakan serupa, sehingga Putusan Majelis
Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan tidak teridentifikasi adanya
falsafah pemidanaan retributif. Meskipun
terdakwa berusia muda, namun secara psikologis cara berfikir dan
tindakannya mencerminkan cara berfikir dan bertindak sebagaimana layaknya orang
dewasa, seyogyanya terdakwa mendapatkan konsekuensi dari tindakannya. Hal ini diperlukan agar masyarakat memperoleh
rasa keadilan.
Rangkuman :
Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan
Selatan belum mencerminkan adanya penggalian nilai-nilai yang hidup di dalam
masyarakat.
|
5. Profesionalisme Hakim
Majelis Hakim Pengadilan
Tinggi Kalimantan Selatan dalam putusannya ini belum melaksanakan
profesionalitas dengan baik.
Meskipun mereka telah cerdas
secara intelektual melihat kesalahan dalam perumusan pasal yang termuat dalam
putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri, dan juga telah dengan baik
melaksanakan ketentuan prosedur hukum acara pidana. Namun Majelis Hakim dalam perkara ini, tidak melakukan penggalian nilai-nilai yang hidup di masyarakat.
Rangkuman:
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan
Selatan belum profesional dalam menjalankan tugasnya, karena meskipun telah dilaksanakan prosedur hukum acara pidana dengan baik, tetapi kurang jelas merumuskan ketentuan pidana materiil dan tidak melakukan penggalian nilai-nilai yang
hidup di dalam masyarakat, maka putusan tersebut belum memenuhi tujuan dari penegakan hukum.
G. Simpulan dan Rekomendasi
Berdasar hasil uraian analisis,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Prosedur
Hukum Acara Pidana kurang dijalankan dengan baik;
2.
Perumusan
Hukum Pidana Materiil kurang dilaksanakan dengan baik;
3.
Penalaran
Hukum dilakukan kurang baik;
4.
Hukum
yang hidup dan berkembang di masyarakat belum terakmodasi dengan baik;
5.
Majelis
Hakim dalam perkara ini belum cukup profesional.
Berdasarkan kesimpulan tersebut Peneliti dapat menyampaikan rekomendasi
sebagai berikut : Majelis Hakim dalam
perkara ini kurang profesional dalam tugasnya.
H. Daftar Pustaka
Abdussalam.
2006. Prospek Hukum Pidana Indonesia
dalam mewujudkan Rasa
Keadilan Masyarakat.
Jakarta: Restu Agung.
Adi,
Rianto.2004. Metodologi Penelitian Sosial
dan Hukum. Jakarta: Granit
Garner, Bryan A. 1999. Blak’s
Law Dictionary.Sevent Editions.St.
Paul Min.:West Group.
Huda, Chairul. 2006. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada
Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan (Tinjauan Kritis
Terhadap TeoriPemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban
Pidana). Jakarta: Predana
Media.
Harahap, M.Yahya. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Edisi Kedua. Jakarta :
Sinar Grafika
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. Ke-17, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Prinst, Darwan. 1998. Hukum Acara Pidana Dalam Praktik. Jakarta: Djambatan.
Rahardjo, Satjipto. 1982. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni.
Rahardjo, Satjipto. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya.
Rahardjo, Satjipto.2009. Penegakan
Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta: Genta Publishing
Rakhmad, Jalaluddin. 1995. Kamus
Filsafat. Jakarta:
Rosda Karya.
Ranuhandoko, IPM.1996. Terminologi
Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Wojowasito, S. 2001. Kamus Umum
Belanda-Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru
Peraturan:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak
[1] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum.
Bandung:
Alumni, 1982, Halaman 14.
[3]M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan
KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hlm.280
[4]Chairul Huda, Dari Tiada
Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa
Kesalahan (Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan
Pertanggungjawaban Pidana), Jakarta:
Predana Media, 2006, halaman 36.
[5]Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta: Genta Publishing, 2009, halaman 77
[6] IPM. Ranuhandoko, Terminologi Hukum.
Jakarta: Sinar Grafika, 1996, halaman
67.
[7]Jalaluddin Rakhmad, Kamus
Filsafat. Jakarta: Rosda Karya, 1995, halaman 22-23.
[8]Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary: Sevent Editions, St. Paul Min.: West Group, 1999, halaman 102.
RANGKUMAN PUTUSAN:
Nomor Perkara Pengadilan
Negeri:
179/Pid.Sus/2011/PN.Amt
Nomor Perkara Pengadilan
Tinggi:
08/Pid.Sus/2012/PT.Bjm
No.
|
Dasar Hukum Penuntutan
|
Nama-nama Majelis Hakim PN
|
Tgl mulai
sidang s.d.
putusan
|
Nama
Terdakwa
|
Maks. Sanksi menurut UU
|
Tuntutan menurut JPU
|
PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI
|
Pokok-pokok pertimbangan
Hakim PN
|
|
Bunyi Amar Putusan PN
|
Sanksi Putusan
PN
|
||||||||
1
|
Pasal 81 ayat (1), Pasal 81 ayat (2) dan Pasal 82 UU No. 23 Tentang Perlindungan Anak
|
Paluko Hutagalung,SH,MH
(Hakim Tunggal)
|
30 Nopember 2011
s.d.
26 Januari 2012
|
AHMAD WAHYUNI Als. WAHYU
Bin ERDIANTO (Alm)
|
Pidana Penjara 15 tahun dan Denda Rp 300.000.000
|
Denda Rp 200.000.000 Subsidair wajib latihan kerja selama 60 hari
|
Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan
|
Pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan, dan Denda sebesar
Rp.100.000.000,- Dengan ketentuan jika denda tidak dibayar maka akan diganti
dengan kewajiban terdakwa untuk mengikuti latihan kerja selama 30 hari
|
- Surat Dakwaan Penuntut
Umum;
- Surat Tuntutan Penuntut
Umum;
- Nota Pembelaan (PLEDOI)
dari Penasehat Hukum;
- Permohonan terdakwa dan
orang tuanya;
- Pendapat Penasehat Hukum;
|
Alasan pengajuan banding:
1. Lamanya pidana yang dijatuhkan kepada
terdakwa tidak sebanding dengan penderitaan korban di mana secara psikologis
korban mengalami trauma psikis yang berkepanjangan yang dapat menyebabkan
perasaan minder, tidak percaya diri dan bahkan dapat menyebabkan gangguan
kejiwaan apabila tidak diantisipasi.
2.
Dari
aspek sosiologis kemasyarakatan, akibat perbuatan terdakwa telah menyebabkan
korban dikembalikan pihak sekolah kepada orang tua (dikeluarkan dari
sekolah), padana seharusnya korban mendapat perlindungan akan hak-haknya
termasuk hak untuk bersekolah. Kemudian, teman-teman sepermainan korban juga
menjauhinya sehingga dikhawatirkan korban terisolasi dalam pergaulan masyarakat
|
PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
|
Pokok-pokok pertimbangan
Hakim PT
|
|||||||
Bunyi Amar Putusan PT
|
Sanksi Putusan PT
|
||||||||
- Menyatakan surat dakwaan JPU tidak dapat diterima;
|
Bebas
|
- Surat Dakwaan Penuntut
Umum
- Akta Permintaan Banding
dari Penasihat Hukum
- Memori Banding dari
Penasihat Hukum
- Kontra Memori Banding
dari Penuntut Umum
- Surat Pemberitahuan
kepada Penasihat Hukum dan JPU
- Surat Tuntutan JPU
- Salinan Putusan PN
|
|||||||
Nama Hakim Pengadilan Tinggi:
a.
Gatot Supramono,SH,M.Hum(Ketua)
b.
Hizbullah,SH (Anggota)
c.
Sutrisni, SH (Anggota)
|
|||||||||
Kasus Posisi:
21 Oktober 2012:
-
Pada hari Jum’at sekitar jam 19.30 wita saksi FITRI
datang kerumah saksi SRI HANDAYANI dengan maksud mengajak makan bakso, namun
saat itu saksi SRI HANDAYANI tidak mau diajak oleh saksi FITRI untuk makan
bakso, kemudian saksi FITRI memberikan permen kiss warna biru yang saat itu
bungkusnya dalam keadaan terbuka dan oleh saksi SRI HANDAYANI menolak untuk
memakan permen tersebut akan tetapi saksi FITRI memaksa dan mengancam saksi
SRI HANDAYANI apabila tidak mau memakan permen tersebut maka tidak mau lagi
berteman sehingga saksi SRI HANDAYANI mau memakan permen kiss tersebut.
-
Saksi SRI HANDAYANI memakan permen kiss pemberian dari
saksi FITRI tersebut kemudian saksi SRI HANDAYANI bermaksud mengantar jahitan
dan minta ditemani dengan saksi FITRI namun waktu itu saksi FITRI tidak mau
menemani dengan alasan mengajak makan bakso terlebih dahulu sehingga saksi
SRI HANDAYANI berjalan sendiri untuk mengantar jahitan yang jaraknya sekitar
100 meter dari rumah saksi SRI HANDAYANI dan sewaktu berjalan hendak menuju
ke tukang jahit saksi SRI HANDAYANI mengalami pusing dan tiba-tiba saksi SRI HANDAYANI bertemu dengan terdakwa
AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) yang sedang mengendarai sepeda
motor dan bermaksud mengajak saksi SRI HANDAYANI untuk jalan-jalan.
-
Saksi SRI HANDAYANI menolak ajakan dari terdakwa AHMAD
WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) tersebut namun terdakwa AHMAD WAHYUNI
Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) memaksa saksi SRI HANDAYANI dengan cara menarik tangan
sebanyak 2 (dua) kali dan oleh karena kepala saksi SRI HANDAYANI bertambah
pusing sehingga tidak berdaya dan mau menerima ajakan terdakwa AHMAD WAHYUNI
Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) dengan cara berboncengan dengan mengendarai
sepeda motor yang dikemudikan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO
(Alm) tersebut.
-
Sekitar pukul 20.00 Wita sepeda motor terdakwa AHMAD
WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) yang berboncengan dengan saksi SRI
HANDAYANI singgah atau berhenti di lokasi Perkebunan Karet Kelurahan Paringin
Timur Kecamatan Paringin Kabupaten Balangan kemudian terdakwa AHMAD WAHYUNI
Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) memaksa saksi SRI HANDAYANI untuk melakukan
hubungan badan dengan cara saksi SRI HANDAYANI masih berada diatas jok sepeda
motor terdakawa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) dengan kedua paha
terbuka serta celana dalam dibawah lutut, oleh karena saksi SRI HANDAYANI
dalam keadaan tidak berdaya sehingga tidak bisa berbuat apa dan saat itu
terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) juga membuka celana dan
memasukan kemaluannya kelubang kemaluan saksi SRI HANDAYANI melakukan
hubungan layaknya suami isteri sekitar 3 menit lamanya kemudian air mani
terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) keluar dan terdakwa AHMAD
WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO mencabut kemaluannya tersebut.
-
Setelah terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO
(Alm) menyetubuhi secara paksa saksi SRI HANDAYANI tersebut kemudian terdakwa
AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) mengantarkan saksi SRI HANDAYANI
pulang kerumahnya dan sesampai dirumah saksi SRI HANDAYANI kemudian memeriksa
kemaluannya yang terasa sakit dan terdapat lendir atau cairan, kemudian saksi
SRI HANDAYANI menceritakan hal tersebut kepada orangtuanya yaitu saksi ABDUL
MUTHALIB dan mendengar cerita dari anaknya tersebut sehingga saksi ABDUL
MUTHALIB merasa tidak terima dan melaporkannya kepada pihak yang berwajib dan
akhirnya terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) berhasil
diamankan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya
25 Oktober 2012:
Akibat perbuatan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm)
tersebut saksi SRI HANDAYANI mengalami luka-luka sesuai dengan hasil Visum et
Repertum dari PUSKESMAS KECAMATAN PARINGIN dengan Nomor: 002/Ver/PKM-PRG/2011
TANGGAL 25 Oktober 2011 yang ditandatangani oleh dr. AULIA ASMI SETIAWATY
dengan kesimpulan selaput dara (Hymen) robek pada jam 6 dan jam 9, tidak
terdapat darah, dan tidak terdapat cairan sperma, tidak terdapat lecet
ataupun luka pada liang vagina akibat persentuhan dengan benda tumpul.
|
RINGKASAN WAWANCARA:
WAWANCARA TERKAIT
PUTUSAN:
(wawancara ini
selayaknya baru diadakan setelah naskah putusan tersebut dipelajari oleh
peneliti).
A. Terkait kompleksitas perkara:
- Apabila dibandingkan dengan kasus-kasus pada
umumnya yang Anda tangani, kasus dalam putusan Nomor 08/PID.SUS/2012/PT.BJM ini
(menurut penilaian Anda) termasuk kategori: (a) sangat kompleks, (b) cukup
kompleks, atau (c) biasa-biasa saja?
Menurut Hakim PT yang diwawancarai, yaitu Hakim Gatot Supramono, SH, MH yang menangani Kasus ‘Dengan Sengaja Membujuk Anak untuk Melakukan Persetubuhan Dengannya’, perkara yang ditangani tidak kompleks dan tidak sulit. Yang paling penting adalah keterbukaan dari terdakwa.
- Apakah Anda menemukan ada kerumitan dalam menetapkan fakta-fakta yang
diungkapkan dalam berkas-berkas perkara yang diajukan? Jika ya, menurut
Anda, pada faktor apa persisnya letak kompleksitas tersebut?
Tidak ada
- Jika dilihat dari kompleksitasnya, apakah pengadilan tinggi sebagai
judex factie saat itu menganggap perlu dilakukan proses persidangan
(pemeriksaan ulang) dengan menghadirkan para pihak?
Tidak perlu
- Jika jawabannya “tidak perlu”, apa pertimbangannya?
Dalam putusan, dengan tegas dikatakan bahwa
dakwaan dan tuntutan JPU tidak tepat karena menggunakan dasar hukum yang tidak
sesuai. Seharusnya yang digunakan sebagai dasar hukum adalah KUHP, bukan UU
tentang perlindungan anak. UU Perlindungan anak menurut Hakim PT hanya dapat
diterapkan oleh tindak pidana yang dilakukan orang dewasa terhadap anak, bukan
terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Oleh karena itulah putusan PN
dibatalkan.
B. Terkait dasar hukum yang digunakan:
- Apakah Anda melihat dasar hukum yang
digunakan oleh pihak JPU (dalam perkara pidana) atau penggugat (dalam perkara
perdata) sudah cukup memadai untuk menyelesaikan kasus tersebut?
Tidak memadai, karena menggunakan dasar hukum yang tidak tepat. tuntutan JPU tidak tepat karena menggunakan dasar hukum yang tidak sesuai. Seharusnya yang digunakan sebagai dasar hukum adalah KUHP, bukan UU tentang perlindungan anak. UU Perlindungan anak menurut Hakim PT hanya dapat diterapkan oleh tindak pidana yang dilakukan orang dewasa terhadap anak, bukan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak.
- Apakah ada elaborasi (penelaahan lebih dalam) yang dilakukan oleh
majelis hakim tingkat banding dalam menstrukturkan dasar hukum yang
digunakan?
Hakim PT hanya mengatakan bahwa dasar hukum yang lebih tepat digunakan untuk kasus tersebut adalah KUHP. Namun, tidak dilakukan penelaahan lebih mendalam terhadap dasar hukum tersebut.
- Selain dasar hukum yang sudah disebutkan oleh para pihak dan di dalam
putusan tingkata pertama, apakah ada dasar hukum lain yang majelis hakim
banding pergunakan dalam penyelesaian perkara ini?
KUHP
- Jika ada dasar hukum lain, mengapa menurut Anda, dasar-dasar tersebut perlu ditambahkan sebagai landasan yuridis penyelesaian perkara ini?
UU Perlindungan anak menurut Hakim PT hanya
dapat diterapkan oleh tindak pidana yang dilakukan orang dewasa terhadap anak,
bukan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak.
C.
Terkait penalaran hukum dan penemuan hukum:
- Apakah Anda (sebagai hakim pengadilan tingkat
banding) menilai hakim pengadilan tingkat pertama sudah cukup komprehensif
dalam memberikan pertimbangan-pertimbangan atas fakta dan hukum dalam perkara
ini?
Tidak teridentifikasi
- Jika belum, apa catatan Anda
terhadap kekurangan dari pertimbangan putusan pengadilan tingkat pertama
tersebut?
Tidak teridentifikasi
- Apakah Anda telah melakukan
penemuan hukum?
Tidak
- Apa tepatnya penemuan hukum yang
Anda sampaikan terkait perkara ini?
Tidak ada
- Jika harus memberi nama, jenis
penemuan hukum ini termasuk penemuan hukum dengan metode apa?
Tidak ada
- Mengapa metode penemuan hukum
ini, menurut Anda, yang paling tepat untuk memberi makna sebagai struktur
aturan dalam penyelesaian perkara ini?
Tidak ada
D.
Terkait pertimbangan nonyuridis:
- Apakah ada nilai-nilai kemasyarakatan yang sangat mendesak untuk ditampung dalam pertimbangan para majelis hakim di pengadian banding? Tidak ada
- Apakah Anda merasakan ada
intervensi yang mempengaruhi kebebasan hakim dalam memutuskan perkara
tersebut?
Tidak ada
E.
Terkait kontribusi hakim tinggi ybs.:
- Menurut Anda, apakah peran hakim ketua dalam sebuah majelis memang lebih
menentukan daripada peran hakim anggota?
Tidak benar. Hakim ketua hanya berfungsi sebagai koordinator, bukan yang paling menentukan. Tidak ada seperti sistem hierarki atau komando dalam majelis hakim.
2. Apakah terdapat perbedaan pendapat dalam majelis
hakim ketika memutuskan perkara ini?
Tidak ada
3. Dalam hal terdapat perbedaan pendapat,
bagaimana sikap Anda saat itu?
Tidak
Form 1a-PT
PANDUAN PERTANYAAN
(Perkara Pidana)
PUTUSAN PENGADILAN TINGKAT BANDING
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pengantar
Panduan
pertanyaan di bawah ini dimaksudkan untuk membantu peneliti dalam menentukan
fokus penelitian dan membuat alur pikir yang nantinya dituangkan dalam Laporan
Penelitian.. Isian panduan ini selanjutnya harus dijelaskan secara mendalam pada bagian analisis dan
rekomendasi penelitian ini.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Identitas objek putusan dan hakim yang memutus:
1. No. Perkara
(No. Reg. Perkara PT) : NO 08/PID.SUS/2012/PT.BJM
2. Pengadilan Tinggi Provinsi : KALIMANTAN SELATAN
3. No. Perkara di Pengadilan Negeri : 179/Pid.Sus/2011/PN.Amt
4. Pengadilan Negeri Kota/Kabupaten : Amuntai
5. Putusan Menyangkut Perkara : Dengan Sengaja Membujuk Anak untuk Melakukan
Persetubuhan Dengannya
6. Tanggal
Penetapan Putusan PT : 9 Februari 2012
7. Susunan
Majelis Hakim PT : a. Gatot Supramono,SH,M.Hum (Ketua)
b. Hizbullah,SH (Anggota)
c. Sutrisni, SH (Anggota)
1. Apakah putusan
hakim PT ini telah mengikuti prosedur hukum acara pidana?
1.1. Apakah putusan hakim PT sudah
memuat hal-hal yang harus ada dalam suatu
putusan pengadilan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 197 jo. 199 KUHAP? (harap lihat keseluruhan item dari
pasal-pasal tersebut!)
a. Ya
Dalam Putusan terlihat Majelis Hakim telah mengikuti
prosedur hukum acara dalam memutuskan perkara di pengadilan tinggi sesuai
denggan Pasal 197 KUHAP. Bahkan, dalam wawancara yang dilakukan, ketua majelis hakim secara eksplisit menyatakan bahwa beliau
mengutamakan terlebih dahulu proses peradilan agar sesuai dengan hukum acara
yang berlaku dan juga mengecek apakah tuntutan yang dilakukan oleh Jaksa
Penuntut Umum sudah sesuai dengan hukum acara pidana. Setelah prosedur-prosedur
hukum acara telah ditaati, baru aspek hukum materialnya diperhatikan
1.2. Dalam hal
majelis hakim PT memeriksa kembali (fakta) di persidangan, apakah
putusan hakim PT sudah didukung oleh minimal dua alat
bukti yang sah sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 183 jo. Pasal
185 KUHAP?
b. Tidak
Majelis Hakim PT tidak memeriksa kembali dakwaan,
saksi dan barang bukti
1.3. Apakah
hakim PT melakukan pemeriksaan/penilaian alat bukti
telah sesuai dengan Undang-Undang,
doktrin dan/atau yurisprudensi?
b. Tidak
1.4. Apakah dalam putusan hakim PT ini, hakim sudah memuat
secara proporsional antara argumen jaksa maupun dan penasihat hukum/terdakwa?
b. Tidak
Dalam alasan pengajuan banding oleh JPU, tercantum dua
alasan utama, yakni PERTAMA lamanya pidana kepada terdakwa yang tidak sebanding
dengan akibat yang dialami korban secara psikologis dan KEDUA secara
sosiologis. Alih-alih mempertimbangkan kedua alasan ini, hakim PT menolak
permohonan banding dengan alasan dasar hukum yang digunakan oleh penuntut dan
Hakim PN tidak sesuai, sehingga membatalkan hukuman terhadap terdakwa dan menyatakan terdakwa bebas.Terlihat Hakim PT
tidak proporsional menerapkan peraturan untuk fakta-fakta hukum yang ada,
apalagi mempertimbangkan argumen-argumen yang diajukan jaksa maupun penasihat
hukum/terdakwa.
1.5.
Apakah hari/tanggal dilakukan musyawarah majelis
hakim PT berbeda dengan hari/tanggal putusan diucapkan?
b. Tidak.
2. Terkait dengan penerapan
hukum pidana materiil, apakah unsur-unsur
tindak pidana dan kesalahan
sudah terpenuhi serta dilengkapi dengan sumber-sumber
hukum di luar undang-undang?
2.1. Dalam
hal putusan PT ini “mengadili sendiri,” apakah putusan hakim PT telah
menguraikan secara lengkap unsur-unsur yang didakwakan?
b.
Tidak
Hakim PT
membatalkan putusan PN dengan pertimbangan bahwa dasar hukum yang digunakan
dalam dakwaan dan putusan PN (UU Perlindungan anak) tidak tepat. Namun, Hakim
PT tidak memeriksa kembali unsur-unsur yang didakwakan berdasarkan dasar hukum
yang dinilai lebih tepat oleh Hakim PT.
2.2. Selain
undang-undang, apakah hakim PT juga menggunakan yurisprudensi sebagai dasar pertimbangan putusannya?
b.
Tidak
Hakim
Pengadilan Tinggi hanya membatalkan dasar hukum putusan hakim PN, yaitu UU
Perlindungan Anak, dan mengatakan dasar hukum yang lebih tepat adalah KUHP.
Yurisprudensi tidak digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam membuat putusan.
2.3. Selain undang-undang,
apakah hakim PT juga menggunakan sumber hukum berupa doktrin hukum sebagai dasar pertimbangan putusannya ?
b.
Tidak
2.4. Apakah
putusan hakim PT menggunakan sumber hukum lain (nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat, yaitu berupa hukum adat dan/atau kebiasaan)?
b.
Tidak
Dalam
putusan, sumber hukum lain tidak digunakan Hakim PT. Bahkan, secara
eksplisit dalam wawancara Hakim PN mengatakan tidak menggunakan hukum yang
hidup dalam masyarakat dalam putusannya. Hakim hanya menggunakan dasar hukum
normatif, yaitu pasal-pasal KUHP yang berkaitan.
2.5. Dalam hal amar putusan berbeda (lebih
berat/ringan) daripada putusan pengadilan negeri, apakah ada uraian yang
memadai tentang faktor yang meringankan/memberatkan tersebut?
b.
Tidak
Amar
Putusan PT lebih ringan dari Amar Putusan PN, di mana terdakwa dibebaskan dari
segala tuntutan, terjadi setelah dasar hukum yang digunakan Hakim PT berbeda
dengan dasar hukum yang digunakan Hakim PN. Uraian mengenai faktor-faktor yang
meringankan maupun memberatkan tidak dimasukkan dalam penjelasan Hakim saat
wawancara.
3. Apakah putusan hakim PT telah mencerminkan
penalaran hukum yang logis (runtut dan sistematis)?
3.1. Apakah argumentasi yang
dibangun oleh hakim PT
menunjukkan keterkaitan antara pertimbangan hukum, fakta, dan konklusinya?
c. Tidak Teridentifikasi
3.2. Apakah pertimbangan hukum yang disampaikan oleh hakim PT
memiliki perbedaan yang mendasar dengan pertimbangan hukum yang diberikan oleh
hakim pengadilan tingkat pertama?
a. Ya
3.3. Apakah putusan hakim PT mengandung penafsiran baru (di
luar penafsiran
gramatika
dan otentik) dibandingkan putusan pengadilan tingkat pertama?
c. Tidak
Teridentifikasi
3.4. Apakah putusan
hakim PT mengandung konstruksi hukum yang baru (misalnya analogi) dibandingkan
putusan pengadilan tingkat pertama? (bedakan antara metode penemuan berupa penafsiran dan konstruksi!).
c. Tidak
Teridentifikasi
3.5. Dalam alur penalaran yang ditunjukkan oleh
hakim PT, apakah Anda mengidentifikasi adanya konklusi
yang ”terlalu dipaksakan”?
c.
Tidak Teridentifikasi
4. Apakah putusan hakim PT telah menggali nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat
(aspek-aspek nonyuridis)?
4.1. Untuk menetapkan lamanya pidana (straftoemeting)
apakah dalam putusan hakim PT teridentifikasikan pertimbangan faktor-faktor
non-yuridis (psikologis, sosial, ekonomi, edukatif, lingkungan, religius) ?
b.
Tidak
4.2. Apakah faktor-faktor yang disebutkan dalam pertanyaan 4.1
sejalan dengan bunyi amar putusannya (penjatuhan pidana, putusan bebas, atau
lepas dari tuntutan hukum)?
c.
Tidak Teridenfitikasi
5. Apakah Anda menyimpulkan hakim telah
berlaku profesional dalam penyelesaian perkara
ini?
5.1. Jika
“profesionalisme” dimaknai sebagai telah dipenuhinya (ya) butr-butir 1 s.d. 4
di atas, menurut Anda (peneliti), apakah hakim PT telah berlaku profesional
dalam menjalankan tugasnya?
b. Tidak
Hakim PT
belum dapat secara memadai mengoptimalkan fungsinya sebagai hakim untuk
mewujudkan keadilan yang lebih substantif.
5.2. Mengingat penelitian ini juga disertai dengan pengkajian
data primer, apakah penilaian Anda pada butir 5.1) sejalan
dengan deskripsi umum dari hasil pengkajian data primer tersebut?
a. Ya
Data primer diperoleh melalui wawancara yang dilakukan
pada tanggal 15 Maret 2012 di PT Kalimantan Selatan dengan Hakim Ketua Gatot
Supramono, SH, M.Hum, yang menangani perkara yang dimaksud. Dalam wawancara
tersebut, hakim PT menjelaskan garis-garis besar putusan dan
pertimbangan-pertimbangan yang ia lakukan, namun tidak secara detail
menjelaskan alasan-alasan di baliknya, seperti faktor sosial dan psikologis.
Hakim PT secara tegas menyatakan bahwa ia hanya menggunakan dasar hukum
normatif dalam memutuskan perkara tersebut dan tidak terdapat kompleksitas
berarti dalam menghubungkan fakta hukum dengan dasar hukumnya.
5.3. Apa rekomendasi Anda terkait dengan
kesimpulan Anda pada butir 5.1 dan 5.2 di atas?
-
Hakim hendaknya menjelaskan dasar pertimbangan putusan
yang tidak terungkap dalam Putusan tertulis pada saat wawancara, terutama
pertimbangan pribadi, keyakinan moral dan psikologis, sehingga peneliti dapat
lebih memahami faktor-faktor nonyuridis yang melatarbelakanginya.
-
Hakim perlu mempertimbangkan dasar-dasar hukum yang lain
di luar Undang-undang, sehingga putusannya dapat merefleksikan keadilan yang
lebih substantif.
22 Maret 2012
Peneliti Jejaring,
Tanda Tangan,
(Dr. Nirmala Sari, SH, M.Hum)
Instansi: Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
Form 2a-PT
KODING PERKARA PIDANA
PUTUSAN
PENGADILAN TINGKAT BANDING:
Nomor perkara :
NO
08/PID.SUS/2012/PT.BJM
Pengadilan Tinggi :
KALIMANTAN SELATAN
Nama hakim tinggi yang terkait:
a. Gatot Supramono,SH,M.Hum (Ketua)
b. Hizbullah,SH (Anggota)
c. Sutrisni, SH (Anggota)
Nomor
|
Sub
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
Teridentifikasi
|
1
|
1.1
|
1
|
||
1.2
|
1
|
|||
1.3
|
1
|
|||
1.4
|
1
|
|||
1.5
|
1
|
|||
JUMLAH
|
1
|
4
|
0
|
Nomor
|
Sub
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
Teridentifikasi
|
2
|
2.1
|
1
|
||
2.2
|
1
|
|||
2.3
|
1
|
|||
2.4
|
1
|
|||
2.5
|
1
|
|||
JUMLAH
|
0
|
5
|
0
|
|
Nomor
|
Sub
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
Teridentifikasi
|
3
|
3.1
|
1
|
||
3.2
|
1
|
|||
3.3
|
1
|
|||
3.4
|
1
|
|||
3.5
|
1
|
|||
JUMLAH
|
1
|
0
|
4
|
Nomor
|
Sub
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
Teridentifikasi
|
4
|
4.1
|
1
|
||
4.2
|
1
|
|||
JUMLAH
|
0
|
1
|
1
|
TOTAL
Khusus jawaban nomor 1 s.d. 4
|
Total
|
Persentase
(dari 17 butir)
|
Jawaban YA
|
2
|
11,76%
|
Jawaban TIDAK
|
10
|
58,82%
|
Jawaban TIDAK
TERIDENTIFIKASI
|
5
|
29,41%
|
===================================================================
Nomor
|
Sub
|
Ya
|
Tidak
|
Keterangan
|
5
|
5.1
|
1
|
||
5.2
|
1
|
|||
5.3
|
||||
JUMLAH
|
1
|
1
|
0
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar