Sabtu, 20 September 2014

PENELITIAN TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO 179/PID.SUS/2011/PN.AMT TENTANG TINDAK PIDANA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK UNTUK MELAKUKAN PERSETUBUHAN DENGANNYA







LAPORAN HASIL PENELITIAN PUTUSAN HAKIM



  PENELITIAN TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO. 179 / PID.SUS / 2011 / PN.AMT  TENTANG TINDAK PIDANA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK UNTUK MELAKUKAN PERSETUBUHAN DENGANNYA


                                                                   Oleh :


Dr. NIRMALA SARI, SH, M.Hum


DIBIAYAI PROYEK DIPA KOMISI YUDISIAL RI


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
MARET 2012



HALAMAN PENGESAHAN


Download Di Bawah Ini :




DAFTAR  ISI



Identitas Objek Putusan dan Hakim yang Memutus                        1



A.     Pendahuluan                                                                                  1
 B.     Posisi Kasus                                                                                  2          



C.     Dasar Hukum Yang Digunakan                                                    5



D.    Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan                                   5            



E.     Studi Pustaka                                                                                 8



F.      Analisis                                                                                          18  


G.  Kesimpulan dan Rekomendasi                                                  32           
                 
H.    Daftar Pustaka                                                                              33

 





Identitas Objek Putusan dan Hakim yang Memutus:
      1. No. Perkara                                           : NO 179/PID.SUS/2011/PN.AMT
      2. Pengadilan tempat putusan ditetapkan     : Pengadilan Negeri Amuntai
      3. Tanggal putusan ditetapkan                     : 26 Januari 2012
      4. Susunan majelis hakim                            : Paluko Hutagalung,SH,MH
                                                                          (Hakim Tunggal)
A.   Pendahuluan
Putusan Hakim yang diteliti ini tentang tindak pidana Dengan Sengaja Membujuk Anak untuk Melakukan Persetubuhan Dengannya” sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Penuntut Umum mendakwa dengan dakwaan yang disusun secara alternatif, yaitu PERTAMA melanggar Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, atau KEDUA melanggar Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, atau KETIGA melanggar Pasal 82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Putusan Hakim menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan Sengaja Membujuk Anak untuk Melakukan Persetubuhan Dengannya” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Terdakwa AHMAD WAHYUNI Als. WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) dijatuhi pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp 100.000.000,- (dua ratus juta rupiah) Subsidair Wajib Latihan Kerja selama 30 (tiga puluh) hari.
Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji hasil putusan yang dijatuhkan oleh hakim PN terhadap kasus di atas, baik berkenaan dengan dasar hukum yang digunakan oleh hakim, pertimbangan hukum dan amar putusan hakim PN dalam menangani kasus tersebut. Analisis didasarkan pada perkembangan pemikiran ilmu hukum.


B.   Kasus Posisi
Tanggal
Keterangan
21 Oktober 2011
Pada hari Jum’at sekitar jam 19.30 wita saksi FITRI datang kerumah saksi SRI HANDAYANI dengan maksud mengajak makan bakso, namun saat itu saksi SRI HANDAYANI tidak mau diajak oleh saksi FITRI untuk makan bakso, kemudian saksi FITRI memberikan permen kiss warna biru yang saat itu bungkusnya dalam keadaan terbuka dan oleh saksi SRI HANDAYANI menolak untuk memakan permen tersebut akan tetapi saksi FITRI memaksa dan mengancam saksi SRI HANDAYANI apabila tidak mau memakan permen tersebut maka tidak mau lagi berteman sehingga saksi SRI HANDAYANI mau memakan permen kiss tersebut.
21 Oktober 2011
Saksi SRI HANDAYANI memakan permen kiss pemberian dari saksi FITRI tersebut kemudian saksi SRI HANDAYANI bermaksud mengantar jahitan dan minta ditemani dengan saksi FITRI namun waktu itu saksi FITRI tidak mau menemani dengan alasan mengajak makan bakso terlebih dahulu sehingga saksi SRI HANDAYANI berjalan sendiri untuk mengantar jahitan yang jaraknya sekitar 100 meter dari rumah saksi SRI HANDAYANI dan sewaktu berjalan hendak menuju ke tukang jahit saksi SRI HANDAYANI mengalami pusing dan tiba-tiba  saksi SRI HANDAYANI bertemu dengan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) yang sedang mengendarai sepeda motor dan bermaksud mengajak saksi SRI HANDAYANI untuk jalan-jalan.
21 Oktober 2011
Saksi SRI HANDAYANI menolak ajakan dari terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) tersebut namun terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) memaksa saksi SRI HANDAYANI dengan cara menarik tangan sebanyak 2 (dua) kali dan oleh karena kepala saksi SRI HANDAYANI bertambah pusing sehingga tidak berdaya dan mau menerima ajakan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) dengan cara berboncengan dengan mengendarai sepeda motor yang dikemudikan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) tersebut. 
21 Oktober 2011
Sekitar pukul 20.00 Wita sepeda motor terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) yang berboncengan dengan saksi SRI HANDAYANI singgah atau berhenti di lokasi Perkebunan Karet Kelurahan Paringin Timur Kecamatan Paringin Kabupaten Balangan kemudian terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) memaksa saksi SRI HANDAYANI untuk melakukan hubungan badan dengan cara saksi SRI HANDAYANI masih berada diatas jok sepeda motor terdakawa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) dengan kedua paha terbuka serta celana dalam dibawah lutut, oleh karena saksi SRI HANDAYANI dalam keadaan tidak berdaya sehingga tidak bisa berbuat apa dan saat itu terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) juga membuka celana dan memasukan kemaluannya kelubang kemaluan saksi SRI HANDAYANI melakukan hubungan layaknya suami isteri sekitar 3 menit lamanya kemudian air mani terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) keluar dan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO mencabut kemaluannya tersebut.
21 Oktober 2011
Setelah terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) menyetubuhi secara paksa saksi SRI HANDAYANI tersebut kemudian terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) mengantarkan saksi SRI HANDAYANI pulang kerumahnya dan sesampai dirumah saksi SRI HANDAYANI kemudian memeriksa kemaluannya yang terasa sakit dan terdapat lendir atau cairan, kemudian saksi SRI HANDAYANI menceritakan hal tersebut kepada orangtuanya yaitu saksi ABDUL MUTHALIB dan mendengar cerita dari anaknya tersebut sehingga saksi ABDUL MUTHALIB merasa tidak terima dan melaporkannya kepada pihak yang berwajib dan akhirnya terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) berhasil diamankan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya
25 Oktober 2011
Akibat perbuatan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) tersebut saksi SRI HANDAYANI mengalami luka-luka sesuai dengan hasil Visum et Repertum dari PUSKESMAS KECAMATAN PARINGIN dengan Nomor: 002/Ver/PKM-PRG/2011 TANGGAL 25 Oktober 2011 yang ditandatangani oleh dr. AULIA ASMI SETIAWATY dengan kesimpulan selaput dara (Hymen) robek pada jam 6 dan jam 9, tidak terdapat darah, dan tidak terdapat cairan sperma, tidak terdapat lecet ataupun luka pada liang vagina akibat persentuhan dengan benda tumpul.





C.   Dasar Hukum yang Digunakan
Dalam perkara ini, dasar hukum yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
1.      PENUNTUT UMUM dalam Surat Dakwaan dalam Surat Dakwaan No. Reg.Perkara : PDM-80/Pargn/Ep.2/11/2011 tertanggal 29 Nopember 2011  mempergunakan dasar hukum :
·    Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, atau
·    Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, atau
·      Pasal 82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
2.      TERDAKWA dan PENASIHAT HUKUMNYA tidak mengajukan keberatan terhadap dakwaan
3.   MAJELIS HAKIM PENGADILAN NEGERI AMUNTAI dalam putusannya mempergunakan dasar hukum :
·    Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
·          Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
·          Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

D.  Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan
      Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Amuntai dalam rangka memutus perkara Nomor 179/PID.SUS/2011/PN.AMT telah menimbang :
      1. Surat Dakwaan Penuntut UmumKeterangan saksi-saksi;
      2. Keterangan terdakwa; 
      3. Barang-barang bukti
S          4. Surat Tuntutan Penuntut Umum;
      5. Nota Pembelaan (Pledoi) dari Penasehat Hukum;
7          6. Permohonan terdakwa dan orang tuanya;
8          7. Pendapat Penasehat Hukum;
Maka Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Amuntai memperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut :
1.      Bahwa benar terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) telah kenal dengan korban Sri Handayani, karena sama-sama sekolah di SMA Negeri 1 Paringin, duduk di kelas 1, lain ruangan;
2.      Bahwa benar terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) menyetubuhi korban Sri Handayani pada hari Jumat tanggal 21 Oktober 2011 antara jam 20.00 s/d jam 21.00 Wita di jalan tembus parkiran Bis Pama arah ke Masjid Yampi, atau kurang lebih 500 meter sebelum masjid, lokasi perkebunan karet Kelurahan Paringin Timur Kecamatan Paringin Kabupaten Balangan dan perbuatan tersebut dilakukan terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) diatas sepeda motor yang dikemudikannya;
3.      Bahwa benar yang mengajak untuk melakukan hubungan badan adalah terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm);
4.      Bahwa benar terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) datang menjemput korban Sri Handayani pakai kendaraan Yamaha Yupiter MX Warna Hitam Nomor DA 3097 YF;
5.      Bahwa benar diperjalanan terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) membawa korban Sri Handayani jalan kearah Paringin Timur, untuk main lalu tiba ditempat kejadian terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) menyuruh korban Sri Handayani membuka celananya dan setelah itu terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) menurunkan celananya hingga lutut;
6.      Bahwa benar setelah celana terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) diturunkan terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) berusaha memasukkan kemaluannya kedalam lubang vagina korban Sri Handayani namun tidak bisa terus masuk, baru setelah dilakukan berulang-ulang dapat masuk, dan setelah lebih kurang 3 (tiga) menit air mani terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) keluar dan setelah itu terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) mencabut kemaluannya;
7.      Bahwa benar disaat terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) menyetubuhi korban Sri Handayani, terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) mengatakan akan bertanggung jawab;
8.      Bahwa benar perasaan terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) menjadi nyaman setelah kemaluannya masuk kedalam kemaluan korban Sri Handayani dan mengeluarkan air mani;
9.      Bahwa benar terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) sadar perbuatannya dilarang oleh agama;
10.  Bahwa benar setelah kejadian, keluarga Sri Handayani ada datang menemui dan menanyakan kepada terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) tentang perbuatan yang dilakukannya.

Setelah mempertimbangkan dakwaan Penuntut Umum yang disusun secara alternatif PERTAMA melanggar Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; atau KEDUA  melanggar Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; atau KETIGA melanggar Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; dengan Memperhatikan Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, dan ketentuan Perundang-undangan lain yang berhubungan; maka Hakim pada Pengadilan Negeri Amuntai dalam putusannya menyatakan :

MENGADILI :
1.      Menyatakan terdakwa AHMAD WAHYUNI Alias Wahyu bin Erdianto (Alm)., telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK UNTUK MELAKUKAN PERSETUBUHAN DENGANNYA;
2.      Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama : 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan, dan Denda sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah), Dengan ketentuan jika denda tidak dibayar maka akan diganti dengan kewajiban terdakwa untuk mengikuti latihan kerja selama 30 (tiga puluh) hari;
3.      Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana yang dijatuhkan;
4.      Terdakwa tetap berada dalam tahanan
5.      Menetapkan barang bukti berupa:
-         1 (satu) lembar Celana dalam wanita warna orange kecerahan bergambar kupu-kupu;
-         1 (satu) lembar  baju berwarna coklat kombinasi warna putih bergambar kartun kelinci;
-         1 (satu) lembar celana panjang kain berwarna merah hati;
-         1 (satu) lembar Bra / kutang wanita berwarna merah muda;
-         1 (satu) buah Handphone Merk Nokia Type 1202 warna Ungu;
Kesemuanya dikembalikan kepada saksi korban :  Sri Handayani.
6.      Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp.5000,- (lima ribu rupiah).

E.     Studi Pustaka
Negara Indonesia adalah Negara Hukum.  Pernyataan tersebut secara tegas tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai negara hukum, Indonesia menerima hukum sebagai ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negaranya. Konsekuensi dari itu semua adalah bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.
Hukum bisa dilihat sebagai perlengkapan masyarakat untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu hukum bekerja dengan cara memberikan petunjuk tentang tingkah laku dan karena itu pula hukum berupa norma.[1] Hukum yang berupa norma dikenal dengan sebutan norma hukum, dimana hukum mengikatkan diri pada masyarakat sebagai tempat bekerjanya hukum tersebut.
Bila pada uraian di atas dikatakan bahwa konsekuensi dari dianutnya hukum sebagai ideologi oleh suatu negara adalah bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia, maka hukum juga wajib memberikan timbal balik terhadap negara yang menerimanya sebagai ideologi, dengan cara memperhatikan kebutuhan dan kepentingan-kepentingan anggota-anggota masyarakat serta memberikan pelayanan kepada masyarakat.

            1.      Hukum Pidana
Indonesia sebagai negara hukum memiliki beberapa macam hukum untuk mengatur tindakan warga negaranya, antara lain adalah hukum pidana dan hukum acara pidana. Kedua hukum ini memiliki hubungan yang sangat erat, karena pada hakekatnya hukum acara pidana termasuk dalam pengertian hukum pidana. Hanya saja hukum acara pidana atau yang juga dikenal dengan sebutan hukum pidana formal lebih tertuju pada ketentuan yang mengatur bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana.
Pengadilan sebagai institusi lahirnya putusan hakim pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan sifatnya sebagai suatu lembaga yang dihadapkan pada tugas pengintegrasian fungsi “adaptasi”, “pengejaran tujuan” dan “mempetahankan pola”.   Secara faktual kadang peradilan dalam tugasnya yang demikian itu tidak mampu sepenuhnya memainkan secara proporsional melakukan pengintegrasian ketiga fungsi itu.[2] Hakim sebagai salah satu alat negara yang diberikan kewenangan untuk memeriksa dan memutus perkara, haruslah mengikuti prosedur hukum acara pidana yang sudah ditentukan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Untuk melakukan pembuktian terhadap suatu tindak pidana, Penjelasan Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa pembuktian undang-undang secara negatif merupakan metode yang paling tepat diterapkan di Indonesia, karena dalam sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif terangkum kesatuan penggabungan antara sistem conviction-in time dengan sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif (positief wettelijk stelsel)[3]
Untuk menganalisis suatu kasus tindak pidana, harus dilihat dalam kerangka tiga permasalahan pokok dalam hukum pidana yaitu:
a.       Tindak pidana (perbuatan pidana);
b.      Pertanggungjawaban pidana; dan
c.       Pemidanaan.
Perbuatan pidana sebagai ”actus yuris” adalah berdasarkan prinsip terpenuhinya suatu perbuatan yang merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu undang-undang, oleh karena itu yang terpenting dalam isu perbuatan pidana di sini adalah apakah perbuatan seseorang tersebut telah memenuhi unsur-unsur perbuatannya  dan perbuatan tersebut telah mendapatkan larangan oleh peraturan perundang-undangan.
Pertanggungjawaban pidana adalah actus rea, yang melihat apakah perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepada yang bersangkutan. Maknanya apakah perbuatan tersebut adalah suatu perbuatan tercela yang harus dipertanggungjawabkan oleh pelaku tindak pidana.  Oleh karena itulah seseorang yang dinilai telah melakukan tindak pidana belumlah serta merta akan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana tersebut.
       Pemberian pidana adalah masalah pokok yang ketiga dan menjadi sasaran akhir dari adanya tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana tersebut.  Dengan kerangka ini dalam hukum pidana dikenal prinsip ”tiada pidana tanpa kesalahan” dan berkembang pula dalam kajian hukum pidana adanya prinsip ”tiada pertanggungjawaban pidana tanpa adanya kesalahan”.[4]
      Dalam kerangka tiga permasalahan pokok hukum pidana inilah, maka suatu proses hukum dalam perkara pidana haruslah mengungkapkan sedalam-dalamnya tentang fakta telah terjadinya suatu tindak pidana dan adanya pertanggungjawaban pidana dari terdakwa.
      Untuk itu terdapat dua pihak yang sejatinya dapat mengungkapkan tersebut, yaitu adanya kesempatan yang seluas-luasnya kepada Jaksa penuntut Umum untuk dapat membuktikan adanya tindak pidana dan harus dipertanggungjawabkan kepada terdakwa, sedangkan disisi lain diberi kesempatan yang seluas-luasnya pula kepada terdakwa/penasihat hukumnya untuk mengungkapkan fakta apakah perbuatan tersebut adalah termasuk katagori tindak pidana dan juga apakah ia dapat dipersalahkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut.
      Gambaran saling terdapatnya kesempatan untuk mengungkapkan fakta yang sedalam-dalamnya tersebut akan menggambarkan suatu proses yang ”fair”, sehingga terdapat interaksi  positif dalam proses persidangan untuk mendapatkan keadilan yang sejatinya dapat diterima oleh terdakwa dan pihak penuntut umum.
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia. Tugas menyelenggarakan peradilan yang diperinci ke dalam kegiatan-kegiatan menerima, memeriksa dan mengadili perkara, pengadilan melakukan penegakan hukum. Cara mengadili seperti yang dikehendaki oleh sistem hukum tersebut termasuk ke dalam kategori ajudikatif, yaitu menentukan apa yang sesungguhnya merupakan isi suatu peraturan, kemudian menentukan apakah peraturan itu telah dilanggar (khususnya dalam perkara pidana)[5].

            2.      Penalaran Hukum
Dalam Terminologi Hukum, istilah ‘argument’ diartikan sebagai berusaha mempercayakan orang lain dengan mengajukan alasan-alasan.[6] Dalam Kamus Filasafat, ‘argument’ dari bahasa Latin ‘arguere’ yang berarti menjelaskan. Alasan-alasan (bukti) yang ditawarkan untuk mendukung atau menyangkal sesuatu.[7] Dalam logika, diartikan sebagai serangkaian pernyataan yang disebut premis-premis yang secara logis berkaitan dengan pernyataan berikutnya yang disebut konklusi. Argumen-argumen dibagi menjadi dua kategori umum, yaitu deduktif dan induktif.
Dalam Blak’s Law Dictionary (Garner, 1999:102), istilah ‘argument’ diartikan “a statement that attempts to persuase; esp., the remarks of counsel in alalyzing and pointing out or repudiating a desired inference, for the assistance of decision-maker. The act or process of attempting to persuade”. Sedangkan ‘argumentative’, diartikan sebagai “of or relating to argument or persuasion, stating not only facts, but also inferences and conclusions drawn from facts (the judge sustained the prosecutor’s objection to the argumentative question)”. [8]
    Dalam Kamus Hukum, istilah ‘argumen’ diberikan arti sebagai alasan yang dapat dipakai untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan. Berargumen, berarti berdebat dengan saling mempertahankan atau menolak alasan masing-masing. Istilah argumentasi, diartikan sebagai pemberian alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan. Berargumentasi berarti memberikan alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan.
Dalam Kamus Belanda-Indonesia, istilah ‘argument’ diartikan bukti sanggahan, alasan, perbantahan, dan ‘argumentatie’ diartikan sebagai hal memberikan alasan dengan cara tertentu, debat, pembahasan.[9] Dalam ‘Kamus Inggris-Indonesia’ ditemukan istilah ‘argument’ yang diberikan arti alasan, perdebatan, bukti, perbantahan, dan ‘argumentation’ diberikan arti sebagai pemberian alasan dengan cara tertentu, debat, pembahasan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, argumen diartikan sebagai alasan berupa uraian penjelasan, dan argumentasi diartikan sebagai pemberian alasan yang diuraikan secara jelas untuk memperkuat suatu pendapat.
Dari pengertian-pengertian di atas, diambil simpulan pengertian ‘argumentasi’ diartikan sebagai, ‘mengajukan alasan berupa uraian penjelasan yang diuraikan secara jelas, berupa serangkaian pernyataan yang secara logis berkaitan dengan pernyataan berikutnya yang disebut konklusi, untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan’.
Di dalam masyarakat terdapat banyak masalah sosial. Dari sekian banyak masalah-masalah sosial itu kita harus mampu me­nemukan atau menyeleksi masalah hukumnya, untuk kemudian dirumuskan dan dipecahkan. Bukan pekerjaan yang mudah untuk menyeleksi masalah hukum dari masalah-masalah sosial, yang sering tumpang tindih dengan masalah hukum dan sulit untuk dicari batasnya, seperti misalnya masalah politik, masalah kesusilaan, masalah agama dan sebagainya. Di sinilah pentingnya kemampuan untuk menyeleksi dan kemudian merumuskan masalah hukum (legal problem identification).
Sebagai contoh konkret dapat dikemukakan kegiatan Hakim dalam memeriksa perkara. Setelah peristiwa konkretnya diseleksi melalui proses tanya-jawab dengan argumentasi masing-masing pihak, maka kemudian peristiwa konkret itu dibuktikan untuk dikonstatasi dan sekaligus dirumuskan dan diidentifikasi bahwa benar-benar telah terjadi peristiwa hukum.
Kalau masalah hukumnya telah diketemukan dan dirumuskan, masih perlu diketahui masalah hukum itu masalah hukum bidang apa, hukum perdata, hukum dagang, hukum agraria, hukum pidana dan sebagainya.
Setelah diketemukan masalah hukumnya dengan menggunakan penemuan hukum, maka harus dicari pemecahannya (legal problem solving). Kalau misalnya sudah diketahui bahwa masalah itu merupakan peristiwa pembunuhan harus dicari siapa pelakunya dan hukumnya untuk diterapkan.Sehingga dalam mempelajari hukum, dihadapkan pada peristiwa konkret, kasus atau konflik yang memerlukan pemecahan dengan mencari hukumnya. Bekal untuk memecahkan konfik itu adalah pengetahuan tentang norma hukum, sistem hukum dan penemuan hukum. Setelah pemecahan masalah hukum perlu diberi hukumnya, hak­nya atau hukumannya. Dengan kata lain, harus diambil keputusan (decision making).
Hakim sebagai sebuah jabatan yang memiliki fungsi yudikatif, pada dasarnya memiliki dua tindakan/peran. Pertama, untuk membuktikan keberadaan suatu fakta yang dikualifikasikan sebagai delik pidana oleh suatu norma umum yang harus diterapkan kepada kasus tertentu. Kedua, hakim menjatuhkan suatu sanksi  pidana yang konkret yang ditetapkan secara umum dalam norma yang harus diterapkan. Dari kedua peran tersebut dapat disimpulkan bahwa hakim merupakan penerap dari norma hukum yang berupa peraturan perundang-undangan yang kemudian diikuti dengan menerapkan sanksi demi tegaknya peraturan perundang-undangan tersebut. Di mana kedua tindakan/peran tersebut akan tertuang dalam isi putusannya yang tersusun secara  runtut dan sistematis sehingga akan tercermin adanya penalaran hukum yang logis.

            3.      Filosofi Pemidanaan
Dalam penerapan atau penegakan hukum, masyarakat tidak hanya ingin melihat diciptakannya ketertiban dan kepentingan-kepentingannya dilayani oleh hukum, melainkan menginginkan pula agar dalam masyarakat terdapat peraturan-peraturan yang menjamin nilai-nilai keadilan dan kemanfaatan hukum.
Roscoe Pound sebagaimana dikutip Abdussalam dalam bukunya ”Prospek Hukum Pidana Indonesia” mengemukakan tujuan hukum sebagai berikut:
a.       Pemenuhan keinginan masyarakat berupa keamanan umum dalam hubungannya dalam kehidupan masyarakat.
b.      Melakukan kontrol dan merespon kemauan masyarakat terhadap tuntutan jaminan keamanan sesuai dengan paraturan yang hidup di tengah masyarakat.
c.       Memelihara agar jangan terjadi konflik  dengan tetap menjaga agar tetap di jalur rel hukum yang sudah ditetapkan bersama.
d.      Mencegah terjadi gangguan-gangguan terhadap peraturan-peraturan masyarakat dengan menempatkan setiap orang pada tempat yang sudah ditetapkan.
e.       Menjamin kebebasan individu dengan tetap menjaga hak orang lain yang juga mempunyai kebebasan.
f.        Menjamin kepentingan-kepentingan sosial, selama kepentingan-kepentingan tersebut dijamin melalui suatu penertiban manusia dalam hubungan-hubungan kemasyarakatan.[10]
Ada tiga pilar utama dalam hukum yang dapat dijadikan tolak ukur untuk mengukur suatu putusan hakim, yaitu:
a.    Apakah putusan tersebut mengandung nilai-nilai kepastian hukum;
b.    Apakah putusan tersebut mengandung nilai-nilai keadilan;
c.    Apakah putusan tersebut mengandung nilai-nilai kemanfatan.
Dalam kerangka berfikir hukum, tentunya ketiga aspek nilai-nilai hukum tersebut tidak dapat dipisahkan dari instrumen yang digunakan untuk dapat memasuki tataran ketiga nilai tersebut. Oleh karena itu, putusan hakim yang baik atau ideal adalah putusan yang dapat menempatkan titik keseimbangan antara tiga pilar hukum tersebut, seperti bagan di bawah ini:
 
 
                                                       KEADILAN
  
                                  

KEPASTIAN                                     KEMANFAATAN
    
Titik merah tersebut adalah titik keseimbangan sebagai titik hukum yang ideal untuk menilai suatu putusan hakim, maknanya putusan hakim tersebut telah berhasil menggabungkan ketiga nilai hukum tersebut dalam suatu putusannya secara seimbang.  Dan manakala ada putusan yang lebih cenderung kepada suatu sudut tertentu, maka putusan tersebut tidak seimbang, kalau terjadi demikian maka putusan itu belum mampu menempatkan keadilan dalam hukum.
Keadilan dalam hukum tersebut adalah suatu keadilan yang mampu menyeimbangkan ketiga pilar nilai-nilai dasar hukum tersebut, yang dalam bahasa operasional, berarti putusan hakim tersebut adalah putusan yang berkepastian, berkeadilan, dan mempunyai kemanfatan.
Keadilan adalah sesuatu yang diharapkan oleh semua masyarakat sebagai perwujudan dari keseimbangan antara hak dan kewajiban. Manusia yang hidup di suatu negara tentunya memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu yang melekat pada diri setiap warga negaranya.   Untuk itu, nilai keadilan dalam putusan pengadilan harus mencerminkan kepada kepentingan terdakwa, korban, dan masyarakat.

            4.      Profesionalisme Hakim
Penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan nilai, ide, cita yang cukup abstrak yang menjadi tujuan hukum. Tujuan hukum atau cita hukum memuat nilai-nilai moral, seperti keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai tersebut harus mampu diwujudkan dalam realitas nyata. Eksistensi hukum diakui apabila nilai-nilai moral yang terkandung dalam hukum tersebut mampu untuk diemplementasikan atau tidak.
Menurut Soerjono Soekanto, secara konsepsional inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantahkan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.
Penegakan hukum sebagai sarana untuk mencapai tujuan hukum, maka sudah semestinya seluruh energi dikerahkan agar hukum mampu bekerja untuk mewujudkan nilai-nilai moral dalam hukum. Kegagalan hukum untuk mewujudkan nilai-nilai hukum tersebut merupakan ancaman bahaya bangkrutnya hukum yang ada. Hukum yang miskin implementasi terhadap nilai-nilai moral akan berjaran serta terisolasi dari masyarakatnya. Keberhasilan penegakan hukum akan menentukan serta menjadi barometer lagitimasi hukum ditengah-tengah realitas sosialnya.
Hukum dibuat untuk dilaksanakan, dan dalam rangka melaksanakan dan menegakan hukum diperlukan institusi-institusi hukum. Salah satu dari institusi penegak hukum adalah pengadilan, dalam hal ini salah satunya dilaksanakan oleh para Hakim. Penegak hukum tidak bekerja dalam ruang hampa dan kedap pengaruh, melainkan selalu berinteraksi dengan lingkup sosial yang besar.
Menurut Satjipto Rahardjo, keadilan akan dapat ditegakan apabila para penegak hukum mau menggunakan atau tidak menggunakan hukum. Hukum yang progresif salah satunya dipengaruhi oleh faktor manusia yang akan menegakan hukum itu sendiri. Penegakan hukum progresif bertolak dari pilar utamanya, yaitu determinasi dan komitmen kuat dari sekalian sub sistem peradilan untuk memerangi korupsi. Memerangi korupsi dalam dunia peradilan disini, dalam kaitan dengan profesionalisme Hakim adalah terwujudnya para Hakim yang menggunakan hukum tersebut secara kreatif, inovatif dan agresif untuk mencapai tujuan yang telah dipastikan.
Penegakan hukum progresif adalah menjalankan hukum tidak sekedar menurut kata-kata hitam putih dari peraturan (according to the letter), melainkan menurut semangat dan makna lebih dalam (to the very meaning) dari undang-undang atau hukum. Penegakan hukum tidak hanya dengan kecerdasan intelektual, melainkan dengan kecerdasan spiritual. Dengan kata lain, penegakan hukum yang dilakukan dengan penuh determinasi, empati, dedikasi, komitmen terhadap penderitaan bangsa dan disertai keberanian untuk mencari jalan lain daripada yang biasa dilakukan.

F.      Analisis   
Pada bagian ini Peneliti akan melakukan analisis terhadap putusan Nomor 179/PID.SUS/2011/PN.AMT dengan Terdakwa AHMAD WAHYUNI alias WAHYU bin ERDIANTO (ALM). Analisis ini Peneliti bagi dalam beberapa bagian, sebagai berikut :

            1.      Prosedur Hukum Acara
Berkenaan dengan prosedur hukum acara pidana yang termuat dalam putusan ini adalah sebagai berikut :
a.       Penerapan ketentuan Pasal 197 KUHAP

KUHAP

PUTUSAN PENGADILAN NEGERI

Pasal 197 KUHAP menyatakan sebagai berikut :
(1)   Surat putusan pemidanaan memuat :


a.    Kepala putusan yang dituliskan berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

Di dalam putusan bunyi ini juga dimuat dalam kepala putusan (terdapat dalam halaman 1 dari 30 halaman Putusan Nomor : 179/PID.SUS/2011/PN.AMT)
b.    Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa
Dalam putusan pada bagian data tentang Terdakwa termuat sebagai berikut: nama AHMAD WAHYUNI alias WAHYU bin ERDIANTO (alm), tempat lahir GALUMBANG, umur/tanggal lahir 16 tahun/29 JULI 1995, jenis kelamin LAKI-LAKI, kebangsaan INDONESIA, tempat tinggal DESA GALUMBANG RT.03 KECAMATAN PARINGIN SELATAN KABUPATEN BALANGAN, agama ISLAM, pekerjaan PELAJAR/KELAS I SMA N PARINGIN (terdapat dalam halaman 1 dari 30 halaman Putusan Nomor : 179/PID.SUS/2011/PN.AMT)
c.    Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan
Di dalam putusan termuat dakwaan Penuntut Umum, namun tanggal dan nomor registrasi perkara tidak tertulis. Terdakwa telah didakwa dengan dakwaan sebagai berikut: DAKWAAN PERTAMA dst nya
(terdapat dalam halaman 3 s.d. 4 dari 30 halaman Putusan Nomor: 179/PID.SUS/2011/PN.AMT)

DAKWAAN KEDUA dst nya
(terdapat dalam halaman 4 s.d. 6 dari 30 halaman Putusan Nomor: 179/PID.SUS/2011/PN.AMT)

DAKWAAN KETIGA dst nya
(terdapat dalam halaman 6 s.d. 7 dari 30 halaman Putusan Nomor: 179/PID.SUS/2011/PN.AMT)
d.    Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa
Di dalam putusan termuat sebagai berikut:
Menimbang dari keterangan saksi-saksi, keterangan Terdakwa serta adanya barang bukti dan visum et repertum, maka diperoleh fakta-fakta hukum dstnya (terdapat dalam halaman 7 s.d. 19 dari 30 halaman Putusan Nomor : 179/PID.SUS/2011/PN.AMT)
e.    Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan
Dalam putusan termuat tuntutan Penuntut Umum, namun tanpa tanggal dan nomor registrasi perkara, yang menuntut agar Hakim yang mengadili perkara ini memutuskan dstnya (terdapat dalam halaman 19 s.d. 20 dari 30 halaman Putusan Nomor : 179/PID.SUS/2011/PN.AMT)
f.      Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa
Di dalam putusan termuat sebagai berikut:
-        Menimbang, bahwa terdakwa telah diajukan oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun secara alternatif, yaitu : PERTAMA melanggar pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dstnya, KEDUA melanggar Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dstnya, KETIGA melanggar Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (terdapat dalam halaman 21 s.d. 22 dari 30 halaman Putusan Nomor : 179/PID.SUS/2011/PN.AMT)

-        Menimbang, bahwa dalam penjatuhan pidana turut dipertimbangkan keadaan yang memberatkan dan keadaan yang meringankan sebagai berikut: KEADAAN YANG MEMBERATKAN dst (terdapat dalam halaman 27 dari 30 halaman Putusan Nomor : 179/PID.SUS/2011/PN.AMT)

KEADAAN YANG MERINGANKAN dst (terdapat dalam halaman 28 dari 30 halaman Putusan Nomor : 179/PID.SUS/2011/PN.AMT)

-        Memperhatikan, akan ketentuan Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak serta peraturan lain yang berhubungan (terdapat dalam halaman 29 dari 30 halaman Putusan Nomor : 179/PID.SUS/2011/PN.AMT)
g.    Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal
Di dalam putusan tidak termuat hari dan tanggal musyawarah majelis hakim, karena perkara diperiksa oleh hakim tunggal
h.    Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan.
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
Menyatakan Terdakwa AHMAD WAHYUNI alias WAHYU bin ERDIANTO (alm) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana:DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK UNTUK MELAKUKAN PERSETUBUHAN DENGANNYA;
Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa AHMAD WAHYUNI alias WAHYU bin ERDIANTO (alm) dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan serta denda sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka harus diganti dengan kewajiban terdakwa untuk mengikuti latihan kerja selama 30 (tiga puluh) hari (terdapat dalam halaman 29 dari 30 halaman Putusan Nomor : 179/PID.SUS/2011/PN.AMT)
i.      Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah);
Menyatakan barang bukti berupa ...dikembalikan kepada saksi korban SRI HANDAYANI; (terdapat dalam halaman 29 s.d. 30 dari 30 halaman Putusan Nomor : 179/PID.SUS/2011/PN.AMT)
j.      Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu
Dalam perkara ini tidak ada yang berkenaan dengan surat otentik, sehingga dalam putusan ini tidak memuat tentang hal yang terdapat pada point j ini.
k.    Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan (terdapat dalam halaman 29 dari 30 halaman Putusan Nomor : 179/PID.SUS/2011/PN.AMT)
l.      Hari dan tanggal putusan, nama penutut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera
Didalam putusan termuat sebagai berikut:
Demikianlah diputuskan pada hari: Kamis, tanggal 05 Januari 2012, oleh kami PALUKO HUTAGALUNG, SH.MH sebagai hakim yang ditunjuk untuk mengadili perkara terdakwa, dan putusan tersebut diucapkan di dalam persidangan yang dinyatakan terbuka untuk umum oleh Hakim tersebut, dengan dibantu oleh ADI JAYADI, Panitera Pengganti Pengadilan Negeri tersebut, dihadiri oleh FAHRIN AMRULLAH, SH., MH Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri PARINGIN, dan di hadapan terdakwa didampingi oleh orang tua terdakwa dan Penasihat hukumnya (terdapat dalam halaman 30 dari 30 halaman Putusan Nomor : 179/PID.SUS/2011/PN.AMT)

Berkenaan dengan alat bukti yang sah sebagaimana termuat dalam Pasal 183 jo Pasal 185 KUHAP, dapat dinyatakan bahwa alat bukti tersebut didapat dengan cara yang dapat dibenarkan. Hal ini sebagaimana termuat dalam putusan bahwa di persidangan telah diperlihatkan barang bukti berupa:
-         1 (satu) lembar Celana dalam wanita warna orange kecerahan bergambar kupu-kupu;
-         1 (satu) lembar  baju berwarna coklat kombinasi warna putih bergambar kartun kelinci;
-         1 (satu) lembar celana panjang kain berwarna merah hati;
-         1 (satu) lembar Bra / kutang wanita berwarna merah muda;
-         1 (satu) buah Handphone Merk Nokia Type 1202 warna Ungu;
dan kesemuanya barang bukti aquo telah disita menurut prosedur yang benar dan telah pula dibenarkan oleh saksi-saksi dan juga oleh terdakwa, karenanya akan turut dipertimbangkan dalam pembuktian perbuatan yang didakwakan, sehingga tidak ada alat bukti dalam perkara ini yang didapatkan dengan cara yang bertentangan dengan aturan hukum (terdapat dalam halaman 14 s.d. 15 dari 30 halaman Putusan Nomor : 179/PID.SUS/2011/PN.AMT).
Berkenaan dengan penerapan pembuktian, maka dalam putusan ini Majelis Hakim juga telah melaksanakan apa yang diamanatkan dalam Pasal 183 KUHAP: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Bila dilihat dari putusan tersebut jelas terlihat bahwa Majelis Hakim telah mempunyai alat bukti yang cukup dan didapatkan dengan cara yang sah, sehingga dapat memberikan keyakinan kepada Majelis Hakim untuk memutus perkara ini dengan berkeadilan.
Dihubungkan dengan doktrin artinya KUHAP menganut sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif. Sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif menentukan sebagai berikut : “salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Artinya dalam penegakan hukum terhadap kasus AHMAD WAHYUNI alias WAHYU bin ERDIANTO (alm), Hakim Pengadilan Negeri Amuntai yang memeriksa perkara ini juga sudah menerapkan ajaran ini dalam putusannya. Sistem penegakan hukum yang terkait dengan pembuktian ini sangat tepat diterapkan di Indonesia karena pembuktian seperti ini menjamin tegaknya keadilan, kebenaran dan kepastian hukum. Karena dalam sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif terangkum kesatuan penggabungan antara sistem conviction-in time dengan sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif (positief wettelijk stelsel)[11]. Dalam putusan ini sangat tergambar bahwa Majelis Hakim yang menyidangkan perkara benar-benar memperhatikan alat bukti dan didukung oleh jumlah alat bukti yang memadai, serta didapatkan dengan cara-cara yang dibenarkan oleh hukum. Dengan keberadaan alat bukti yang sah dan memenuhi untuk Hakim menghubungkannya dengan konstruksi pasal yang didakwakan, Hakim akan mudah mendapatkan keyakinan tentang bersalah atau tidaknya Terdakwa. Sebagaimana tergambar dalam kasus dalam putusan ini, bahwa dari rangkaian saksi-saksi dihubungkan dengan keterangan terdakwa dan barang bukti serta Visum et repertum, ternyata dari substansinya terdapat ada persamaan dan persesuaian yang saling menguatkan.
Dalam putusan kasus ini Majelis Hakim telah memuat secara proporsional argumen Jaksa dan Penasihat Hukum, sebab dalam putusan ini Majelis Hakim telah mempertimbangkan Surat Dakwaan Penuntut Umum tertanggal 29 Nopember 2011, No.Reg.Perkara: PDM-80/Pargn/Ep.2/11/2011 dan juga telah mempertimbangkan Nota Pembelaan (PLEDOI) dari Penasehat Hukum terdakwa. Perkara ini juga diputuskan dan dibacakan dalam dalam persidangan yang terbuka untuk umum dengan dihadiri oleh Terdakwa atau Penasehat Hukumnya.

Rangkuman:
Hakim PN yang memutus perkara ini sudah melaksanakan segala hal yang terkait dengan prosedur hukum acara pidana agar fungsi penegakan hukum melalui diadakannya peradilan untuk mendapatkan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan, dapat terlaksana.


             2.      Hukum Materiil
Bila dihubungkan dengan putusan dalam perkara ini, maka putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Amuntai dalam hal ini adalah menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana  yang didakwakan dan menjatuhkan Pidana penjara selama  3 tahun dan 6 bulan, dan Denda sebesar Rp.100.000.000,- Dengan ketentuan jika denda tidak dibayar maka akan diganti dengan kewajiban terdakwa untuk mengikuti latihan kerja selama 30 hari.
Dalam rangka memutus perkara ini, Hakim Pengadilan Negeri Amuntai, tidak terlihat mempergunakan yurisprudensi, doktrin, maupun hukum adat. Sedangkan berkenaan dengan putusan Hakim Pengadilan Negeri Amuntai yang menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, telah didukung dengan pertimbangan yang cukup memadai, dimana Hakim Pengadilan Negeri Amuntai dalam putusannya memberikan pertimbangan tentang hal yang  memberatkan dan meringankan sebagai berikut :
Keadaan yang memberatkan:
-         Perbuatan terdakwa telah merusak nama baik keluarga korban dan merusak citra korban
Keadaan yang meringankan:
-         Terdakwa memberi keterangan yang jelas dan menyesali kesalahan yang dilakukannya
-         Terdakwa masih sekolah
-         Terdakwa belum pernah dihukum
-         Orang tua (ibu kandung) terdakwa telah berusaha untuk mengadakan perdamaian dengan keluarga korban




Rangkuman:
Hakim Pengadilan Negeri Amuntai dalam perkara ini telah menjatuhkan putusan  dalam bentuk menyatakan terdakwa menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana  yang didakwakan dan menjatuhkan pidana penjara selama  3 tahun dan 6 bulan, dan denda sebesar Rp.100.000.000,- Dengan ketentuan jika denda tidak dibayar maka akan diganti dengan kewajiban terdakwa untuk mengikuti latihan kerja selama 30 hari. Terkait dengan hukum materiil, putusan hakim telah dapat membuktikan unsur yang didakwakan.


             3.      Penalaran Hukum
Dalam putusan Pengadilan Negeri Amuntai, Hakim dalam mengungkapkan fakta hukum sudah tersusun secara sistematis sehingga mudah dipahami. Tidak terdapat adanya sebuah kesimpulan yang diperoleh melalui logika yang melompat (jumping conclusion). Hakim dalam putusannya telah melakukan proses berpikir silogistik, dimana semua unsur-unsur yang dituduhkan berdasarkan peraturan perundang-undangan dihubungkan dengan fakta hukum sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan, seperti misalnya: Pasal 81 (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara... (2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya, maka bila dihubungkan dengan fakta hukum yang didapat dalam putusan ini seperti bahwa  benar terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) menyetubuhi korban Sri Handayani pada hari Jumat tanggal 21 Oktober 2011 antara jam 20.00 s/d jam 21.00 Wita di jalan tembus parkiran Bis Pama arah ke Masjid Yampi, atau kurang lebih 500 meter sebelum masjid, lokasi perkebunan karet Kelurahan Paringin Timur Kecamatan Paringin Kabupaten Balangan dan perbuatan tersebut dilakukan terdakwa Ahmad Wahyuni Als Wahyu Bin Erdianto (Alm) di atas sepeda motor yang dikemudikannya; diperolehnya keterangan dari para saksi; dan didapatkan berbagai alat bukti (sebagaimana yang diterangkan dalam bagian sebelumnya dari analisis ini)”.
Dari uraian di atas, jelas terlihat bahwa Hakim telah benar dalam proses berpikirnya, dimana Hakim Pengadilan Negeri Amuntai yang memutus perkara ini telah melihat kepada konstruksi hukum yang terdapat dalam pasal-pasal yang didakwakan, kemudian dihubungkan dengan fakta-fakta hukum yang didapatkan dipersidangan, maka dapat ditarik kesimpulan tentang kesalahan yang telah dilakukan oleh Terdakwa. Berdasar uraian tersebut, maka Peneliti tidak menemukan adanya proses penyimpulan yang dilakukan dengan cara melompat dan konklusi yang terlalu dipaksakan dalam putusan ini.

Rangkuman :
Proses berpikir secara silogistik telah dilakukan Hakim,   karena kesimpulan yang diperoleh sesuai dengan analisis unsur-unsur pasal dihubungkan dengan fakta hukum yang ditemukan dipersidangan sehingga  kesimpulan (konklusi) yang diperoleh tidak ada upaya untuk memaksakan agar terdakwa dapat dipidana. Putusan hakim telah mencerminkan penalaran hukum yang logis (runtut dan sistematis )


             4.      Penggalian Nilai-nilai yang Hidup dalam Masyarakat
Dalam menetapkan lamanya pidana (straftoemeting), dalam putusan hakim PN teridentifikasi adanya pertimbangan faktor-faktor non-yuridis sebagai berikut:
Pertimbangan faktor psikologis tampak pada pertimbangan bahwa, meskipun terdakwa masih tergolong anak, namun cara berfikir dan tindakan yang dilakukannya dapat diktegorikan sebagai cara berfikir dan tindakan orang dewasa.
Pertimbangan faktor kultural tampak   pada pertimbangan bahwa tindakan yang dilakukan terdakwa tercela/terlarang di dalam masyarakat.
Pertimbangan faktor edukatif tampak  pada penjatuhan pidana penjara untuk menjalani pidana sebagai warga binaan di LP dan menjalani latihan kerja (bilamana denda tidak dibayar).
Pertimbangan faktor religius tampak pada pertimbangan bahwa tindakan yang dilakukan oleh terdakwa terlarang menurut agama.
Faktor-faktor tersebut di atas sejalan dengan bunyi amar putusan Pengadilan Negeri Amuntai.
Berdasarkan pada nilai keadilan, Putusan Hakim Pengadilan Negeri Amuntai sudah mencerminkan hal tersebut, walaupun putusan hakim tersebut tidak menampung nilai-nilai keadilan substansial berupa pengakomodasian nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Proporsionalitas pencerminan nilai keadilan dalam  putusan hakim tersebut, dapat terlihat  sebagai berikut:
a.       Proporsionalitas  tindak pidana  dengan sanksi yang dijatuhkan memperlihatkan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa sudah setimpal dengan sanksi yang dijatuhkan
b.      Proposionalitas pertimbangan sanksi bagi pelaku dan korban menunjukkan bahwa, sanksi yang diberikan kepada pelaku cukup memadai dengan tidak memberikan sanksi yang sesuai dengan ancaman maksimal dalam undang-undang, karena terdakwa masih muda
c.       Proposionalitas pertimbangan sanksi  bagi masyarakat,  dimana sanksi diberikan agar masyarakat  percaya bahwa hukum telah ditegakkan dengan baik.
Nilai kemanfaatan juga nampak pada Putusan Hakim Pengadilan Negeri Amuntai, yakni adanya pemberian sanksi  akan memberikan efek jera bagi terdakwa,  pemberian sanksi  akan membuat masyarakat takut melakukan perbuatan tindak pidana  dan taat pada hukum.
Dalam Putusan Hakim Pengadilan Negeri Amuntai telah teridentifikasi adanya falsafah pemidanaan retributif, dimana  pidana penjara selama  3 tahun dan 6 bulan, dan denda sebesar Rp.100.000.000,- Dengan ketentuan jika denda tidak dibayar maka akan diganti dengan kewajiban terdakwa untuk mengikuti latihan kerja selama 30 hari yang dijatuhkan hakim kepada terdakwa sudah setimpal dengan perbuatan yang dilakukan terdakwa. Hal ini memadai untuk diterapkan agar masyarakat merasa adil atas hukuman yang telah dijatuhkan kepada terdakwa.
Selain itu,  pada Putusan Hakim Pengadilan Negeri Amuntai  juga telah tergambar adanya  falsafah pemidanaan yang bertujuan penjeraan, hal ini ditunjukan bahwa terdakwa tetap dijatuhi hukuman walaupun masih berusia muda.  Falsafah ini tetap memadai untuk diterapkan agar  terdakwa tidak lagi mengulangi perbuatan yang sama dan tidak berani melakukan tindak pidana lainnya.
Putusan Hakim Pengadilan Negeri Amuntai juga telah memuat falsafah pemidanaan yang bersifat  pembinaan, yakni pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan, dan denda sebesar Rp.100.000.000,- Dengan ketentuan jika denda tidak dibayar maka akan diganti dengan kewajiban terdakwa untuk mengikuti latihan kerja selama 30 hari,  bermakna bahwa selama menjalani hukuman terdakwa akan dilakukan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan dan pada saat menjalani latihan kerja. Penerapan falsafah  pemidanaan  pembinaan itu memadai diterapkan untuk memberikan perubahan pada perilaku terdakwa untuk tidak lagi berprilaku negatif ketika sudah selesai menjalani hukuman.
Rangkuman :
Putusan hakim PN telah menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (aspek-aspek nonyuridis),sehingga putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Amuntaii  telah memenuhi  nilai keadilan dan kemanfaatan.




             5.      Profesionalisme Hakim
Hakim Pengadilan Negeri Amuntai dalam putusannya ini telah melaksanakan tugasnya secara profesional, dimana Hakim dalam putusan telah dengan baik melaksanakan ketentuan prosedur hukum acara pidana. Disamping itu kecerdasan spiritual juga ditunjukan oleh Majelis Hakim dalam perkara ini, dimana telah dipertimbangkannya usia Terdakwa yang masih muda sebagai dasar untuk meringankan putusan, namun tetap memberikan hukuman kepada Terdakwa, agar dikemudian hari menyadari kekeliruan yang telah dilakukannya

Rangkuman:
Hakim Pengadilan Negeri Amuntai telah profesional dalam menjalankan tugasnya, karena telah melaksanakan prosedur hukum acara pidana dengan baik, merumuskan ketentuan pidana materiil dengan tepat, serta pengambilan kesimpulan yang runut, sehingga putusan tersebut memenuhi tujuan dari penegakan hukum. Profesionalisme hakim terlihat dalam penyelesaian perkara ini. 



G.  Kesimpulan dan Rekomendasi
Berdasar hasil uraian analisis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
            1.      Prosedur Hukum Acara Pidana sudah dijalankan dengan baik;
            2.      Perumusan Hukum Pidana Materiil sudah dilaksanakan dengan baik;
            3.      Penalaran Hukum sudah dilakukan dengan baik;
            4.      Hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat belum terakmodasi dengan baik;
            5.      Hakim dalam perkara ini cukup profesional.

Berdasarkan kesimpulan tersebut Peneliti dapat menyampaikan rekomendasi sebagai berikut :       Hakim dalam perkara ini cukup profesional dalam tugasnya, sehingga layak untuk mendapatkan         penghargaan untuk memperbaiki jenjang karier dimasa depan.



H.  Daftar Pustaka
Abdussalam. 2006. Prospek Hukum Pidana Indonesia dalam mewujudkan Rasa
Keadilan Masyarakat.  Jakarta:  Restu Agung.
Adi, Rianto.2004. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit
Garner, Bryan A. 1999. Blak’s Law Dictionary.Sevent Editions.St. Paul Min.:West Group.
Huda, Chairul. 2006. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalhan Menuju Kepada
Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan (Tinjauan Kritis
Terhadap TeoriPemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban
Pidana). Jakarta:  Predana Media.
Harahap, M.Yahya. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Edisi Kedua. Jakarta : Sinar Grafika
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. Ke-17,  Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Prinst, Darwan. 1998. Hukum Acara Pidana Dalam Praktik. Jakarta: Djambatan.
Rahardjo,  Satjipto. 1982. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni.
Rahardjo,  Satjipto. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya.
Rahardjo,  Satjipto.2009. Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta: Genta Publishing
Rakhmad, Jalaluddin. 1995. Kamus Filsafat. Jakarta: Rosda Karya.
Ranuhandoko, IPM.1996. Terminologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Wojowasito, S. 2001. Kamus Umum Belanda-Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru

Peraturan:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak





[1] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum. Bandung: Alumni, 1982, Halaman 14.
[2] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya, 2000, Halaman 19.
[3]M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hlm.280
[4]Chairul Huda,  Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan (Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana),  Jakarta:  Predana Media, 2006, halaman 36.
[5]Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta: Genta Publishing, 2009, halaman 77
[6] IPM. Ranuhandoko, Terminologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 1996, halaman  67.
[7]Jalaluddin Rakhmad, Kamus Filsafat. Jakarta: Rosda Karya, 1995, halaman 22-23.
[8]Bryan A. Garner,  Black’s Law Dictionary: Sevent Editions, St. Paul Min.: West Group, 1999, halaman 102.
[9] S. Wojowasito,. Kamus Umum Belanda-Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001, halaman 45. 
[10]Abdussalam. 2006.Prospek Hukum Pidana Indonesia dalam mewujudkan Rasa Keadilan Masyarakat. Jakarta:  Restu Agung.Halaman 15-16.  
[11]M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Jakarta:  Sinar Grafika, 2002, halaman 280.









RANGKUMAN PUTUSAN:
Nomor Perkara Pengadilan Negeri: 
179/Pid.Sus/2011/PN.Amt


No.
Dasar Hukum Penuntutan
Nama-nama Majelis Hakim PN
Tgl mulai
 sidang s.d.
putusan
Nama
Terdakwa
Maks. Sanksi menurut UU
Tuntutan menurut JPU
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI
Pokok-pokok pertimbangan
Hakim PN
Bunyi Amar Putusan PN
Sanksi Putusan PN


Pasal 81 ayat (1), Pasal 81 ayat (2) dan Pasal 82 UU No. 23 Tentang  Perlindungan Anak







Paluko Hutagalung,SH,MH
 (Hakim Tunggal)
30 Nopember 2011
s.d.
26 Januari 2012
AHMAD WAHYUNI Als. WAHYU Bin ERDIANTO (Alm)
Pidana Penjara 15 tahun dan Denda Rp 300.000.000
Denda Rp 200.000.000 Subsidair wajib latihan kerja selama 60 hari
Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana  yang didakwakan

Pidana penjara selama  3 tahun dan 6 bulan, dan Denda sebesar Rp.100.000.000,- Dengan ketentuan jika denda tidak dibayar maka akan diganti dengan kewajiban terdakwa untuk mengikuti latihan kerja selama 30 hari
- Surat Dakwaan Penuntut Umum;
- Surat Tuntutan Penuntut Umum;
- Nota Pembelaan (PLEDOI) dari Penasehat Hukum;
- Permohonan terdakwa dan orang tuanya;
- Pendapat Penasehat Hukum;
Nama Hakim Pengadilan Negeri:
Paloko Hutagalung, SH, MH
Kasus Posisi:
21 Oktober 2012:
-      Pada hari Jum’at sekitar jam 19.30 wita saksi FITRI datang kerumah saksi SRI HANDAYANI dengan maksud mengajak makan bakso, namun saat itu saksi SRI HANDAYANI tidak mau diajak oleh saksi FITRI untuk makan bakso, kemudian saksi FITRI memberikan permen kiss warna biru yang saat itu bungkusnya dalam keadaan terbuka dan oleh saksi SRI HANDAYANI menolak untuk memakan permen tersebut akan tetapi saksi FITRI memaksa dan mengancam saksi SRI HANDAYANI apabila tidak mau memakan permen tersebut maka tidak mau lagi berteman sehingga saksi SRI HANDAYANI mau memakan permen kiss tersebut.
-      Saksi SRI HANDAYANI memakan permen kiss pemberian dari saksi FITRI tersebut kemudian saksi SRI HANDAYANI bermaksud mengantar jahitan dan minta ditemani dengan saksi FITRI namun waktu itu saksi FITRI tidak mau menemani dengan alasan mengajak makan bakso terlebih dahulu sehingga saksi SRI HANDAYANI berjalan sendiri untuk mengantar jahitan yang jaraknya sekitar 100 meter dari rumah saksi SRI HANDAYANI dan sewaktu berjalan hendak menuju ke tukang jahit saksi SRI HANDAYANI mengalami pusing dan tiba-tiba  saksi SRI HANDAYANI bertemu dengan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) yang sedang mengendarai sepeda motor dan bermaksud mengajak saksi SRI HANDAYANI untuk jalan-jalan.
-      Saksi SRI HANDAYANI menolak ajakan dari terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) tersebut namun terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) memaksa saksi SRI HANDAYANI dengan cara menarik tangan sebanyak 2 (dua) kali dan oleh karena kepala saksi SRI HANDAYANI bertambah pusing sehingga tidak berdaya dan mau menerima ajakan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) dengan cara berboncengan dengan mengendarai sepeda motor yang dikemudikan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) tersebut. 
-      Sekitar pukul 20.00 Wita sepeda motor terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) yang berboncengan dengan saksi SRI HANDAYANI singgah atau berhenti di lokasi Perkebunan Karet Kelurahan Paringin Timur Kecamatan Paringin Kabupaten Balangan kemudian terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) memaksa saksi SRI HANDAYANI untuk melakukan hubungan badan dengan cara saksi SRI HANDAYANI masih berada diatas jok sepeda motor terdakawa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) dengan kedua paha terbuka serta celana dalam dibawah lutut, oleh karena saksi SRI HANDAYANI dalam keadaan tidak berdaya sehingga tidak bisa berbuat apa dan saat itu terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) juga membuka celana dan memasukan kemaluannya kelubang kemaluan saksi SRI HANDAYANI melakukan hubungan layaknya suami isteri sekitar 3 menit lamanya kemudian air mani terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) keluar dan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO mencabut kemaluannya tersebut.
-      Setelah terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) menyetubuhi secara paksa saksi SRI HANDAYANI tersebut kemudian terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) mengantarkan saksi SRI HANDAYANI pulang kerumahnya dan sesampai dirumah saksi SRI HANDAYANI kemudian memeriksa kemaluannya yang terasa sakit dan terdapat lendir atau cairan, kemudian saksi SRI HANDAYANI menceritakan hal tersebut kepada orangtuanya yaitu saksi ABDUL MUTHALIB dan mendengar cerita dari anaknya tersebut sehingga saksi ABDUL MUTHALIB merasa tidak terima dan melaporkannya kepada pihak yang berwajib dan akhirnya terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) berhasil diamankan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya

25 Oktober 2012:
Akibat perbuatan terdakwa AHMAD WAHYUNI Als WAHYU Bin ERDIANTO (Alm) tersebut saksi SRI HANDAYANI mengalami luka-luka sesuai dengan hasil Visum et Repertum dari PUSKESMAS KECAMATAN PARINGIN dengan Nomor: 002/Ver/PKM-PRG/2011 TANGGAL 25 Oktober 2011 yang ditandatangani oleh dr. AULIA ASMI SETIAWATY dengan kesimpulan selaput dara (Hymen) robek pada jam 6 dan jam 9, tidak terdapat darah, dan tidak terdapat cairan sperma, tidak terdapat lecet ataupun luka pada liang vagina akibat persentuhan dengan benda tumpul.






Form 1a-PN
PANDUAN PERTANYAAN
(Perkara Pidana)
PUTUSAN PENGADILAN TINGKAT PERTAMA
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pengantar
Panduan pertanyaan di bawah ini dimaksudkan untuk membantu peneliti dalam menentukan fokus penelitian dan membuat alur pikir yang nantinya dituangkan dalam Laporan Penelitian.. Isian panduan ini selanjutnya harus dijelaskan secara mendalam pada bagian analisis dan rekomendasi penelitian ini.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Identitas objek putusan dan hakim yang memutus:
1.   No. Perkara  (No. Reg. Perkara PN)    :   179/PID.SUS/2011/PN.AMT
2.   Pengadilan Negeri Kota/Kabupaten                :    Amuntai
3.   Putusan Menyangkut Perkara                           :   Dengan Sengaja Membujuk Anak Untuk
                                                                               Melakukan Persetubuhan Dengannya
4.   Tanggal Penetapan Putusan PN                      :   26 Januari 2012
4.    Susunan Majelis Hakim PN                              :   Paluko Hutagalung, SH, MH (Tunggal)
           
1.  Apakah putusan hakim PN ini telah mengikuti prosedur hukum acara pidana?
1.1. Apakah putusan hakim PN sudah memuat hal-hal yang harus ada dalam suatu  putusan pengadilan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 197 jo. 199 KUHAP? (harap lihat keseluruhan item dari pasal-pasal tersebut!)
        a.   Ya  *
b.   Tidak
c.   Tidak Teridentifikasi   
            
1.2.  Apakah putusan hakim PN sudah didukung oleh minimal dua alat bukti yang sah
  sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 183 jo. Pasal 185 KUHAP?
a.  Ya *
b.  Tidak
c.  Tidak Teridentifikasi
            
1.3. Apakah hakim PN melakukan pemeriksaan/penilaian alat bukti telah sesuai  dengan  Undang-Undang, doktrin dan/atau yurisprudensi?
        a.    Ya *
         b.   Tidak
c.   Tidak Teridentifikasi
        Sesuai dengan  UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dan UU No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak 

1.4. Apakah pengambilan putusan oleh hakim PN telah didasarkan pada surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti di persidangan (fakta hukum)?
a.   Ya *
b.   Tidak
c.   Tidak Teridentifikasi
        
1.5. Apakah dalam putusan hakim PN ini, hakim sudah memuat secara proporsional antara argumen jaksa maupun dan penasihat hukum/terdakwa?
a.  Ya *
b.  Tidak
c.  Tidak Teridentifikasi
        
1.6. Apakah hari/tanggal dilakukan musyawarah majelis hakim PN berbeda dengan hari/tanggal putusan diucapkan?
a.   Ya
b.   Tidak 
c.   Tidak Teridentifikasi *
         Hakim yang memeriksa adalah hakim tunggal

2.   Terkait dengan penerapan hukum pidana materiil, apakah unsur-unsur tindak pidana dan kesalahan sudah terpenuhi serta dilengkapi dengan sumber-sumber hukum di luar undang-undang?

2.1. Apakah putusan hakim PN telah menguraikan secara lengkap unsur-unsur yang didakwakan?
a.  Ya *
         b.  Tidak
         c.  Tidak Teridentifikasi    
2.2. Selain undang-undang, apakah hakim PN juga menggunakan yurisprudensi sebagai dasar pertimbangan putusannya?
         a.  Ya
         b.   Tidak *
         c.   Tidak Teridentifikasi
        
2.3. Selain undang-undang, apakah hakim PN juga menggunakan sumber hukum berupa doktrin hukum sebagai dasar pertimbangan putusannya ?
         a. Ya
         b.  Tidak *
         c.  Tidak Teridentifikasi
        
2.4. Apakah putusan hakim PN menggunakan sumber hukum lain (nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, yaitu berupa hukum adat dan/atau kebiasaan)?
         a.  Ya
         b.  Tidak *
         c.  Tidak Teridenfitikasi
        
2.5. Apakah dalam pertimbangan putusan PN, ada uraian tentang faktor yang meringankan/memberatkan tersebut?
        a.  Ya *
         b.   Tidak
        c.   Tidak Teridentifikasi
        Berikan penjelasan jawaban Anda dalam laporan! 
Apakah menurut Anda, uraian tersebut cukup memadai?
Cukup memadai Karena telah memasukkan pertimbangan psikologis, sosial, edukatif dan yuridis

3.   Apakah putusan hakim PN telah mencerminkan penalaran hukum yang logis (runtut dan sistematis)?
3.1.  Apakah argumentasi yang dibangun oleh hakim PN menunjukkan keterkaitan antara pertimbangan hukum, fakta,  dan konklusinya?
a.   Ya *
b.   Tidak
c.   Tidak Teridentifikasi
        
3.2.  Apakah putusan hakim PN mengandung penafsiran baru (di luar penafsiran
         gramatika dan otentik)?
a.   Ya
b.   Tidak *
c.   Tidak Teridentifikasi
       
3.3.  Apakah putusan hakim PN mengandung konstruksi hukum yang baru (misalnya
  analogi)? (bedakan antara metode penemuan berupa penafsiran dan konstruksi!).
a.   Ya
b.   Tidak *
c.   Tidak Teridentifikasi
   
       3.4.   Dalam alur penalaran yang ditunjukkan oleh hakim PN, apakah Anda   mengidentifikasi  adanya konklusi yang ”terlalu dipaksakan”?
                a. Ya
                b. Tidak *
                c. Tidak Teridentifikasi
   

4.   Apakah putusan hakim PN telah menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (aspek-aspek nonyuridis)?
      4.1.   Untuk menetapkan lamanya pidana (straftoemeting) apakah dalam putusan hakim PN teridentifikasikan pertimbangan faktor-faktor non-yuridis (psikologis, sosial, ekonomi, edukatif, lingkungan, religius) ?
         a. Ya *
         b.  Tidak
         c.  Tidak Teridenfitikasi
         Berikan penjelasan jawaban Anda dalam laporan! 
         Pertimbangan faktor psikologis tampak sbb: menurut Hakim, meskipun terdakwa yang  masih tergolong anak, namun cara berfikir dan tindakan yang dilakukannya dapat diktegorikan sebagai cara berfikir dan tindakan orang dewasa
Pertimbangan faktor ekonomi tidak ada

         Pertimbangan faktor sosial tampak pada pertimbangan bahwa penjatuhan pidana sebagai upaya prevensi umum

         Pertimbangan faktor kultural tampak   pada pertimbangan bahwa tindakan yang dilakukan terdakwa tercela/terlarang di dalam masyarakat

         Pertimbangan faktor edukatif tampak  pada penjatuhan pidana penjara untuk menjalani pidana sebagai warga binaan di LP dan menjalani latihan kerja (bilamana denda tidak dibayar)

         Pertimbangan faktor lingkungan tampak tidak ada

         Pertimbangan faktor religius tampak pada pertimbangan bahwa tindakan yang dilakukan oleh terdakwa terlarang menurut agama

      4.2.   Apakah faktor-faktor yang disebutkan dalam pertanyaan 4.1 sejalan dengan bunyi amar putusannya (penjatuhan pidana, putusan bebas, atau lepas dari tuntutan hukum)?
         a. Ya *
         b.  Tidak
         c.  Tidak Teridenfitikasi
        
5.   Apakah Anda menyimpulkan hakim telah berlaku profesional dalam penyelesaian perkara ini?

5.1. Jika “profesionalisme” dimaknai sebagai telah dipenuhinya (ya) butr-butir 1 s.d. 4 di atas, menurut Anda (peneliti), apakah hakim PN telah berlaku profesional dalam menjalankan tugasnya?
a.   Ya *
b.   Tidak
       
5.2.   Apa rekomendasi Anda terkait dengan kesimpulan Anda pada butir 5.1 di atas (sehubungan dengan putusan PN)?
Seyogyanya Hakim melakukan penggalian terhadap hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat dan perkembangan pemikiran dalam ilmu hukum, agar putusan yang dihasilkan lebih baik dan dapat menjadi yurisprudensi di masa yang akan datang

Banjarmasin, 22 Maret  2012
Peneliti Jejaring,
Tanda Tangan,



(Dr. Nirmala Sari, SH, M.Hum)
Instansi: Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat






KODING PERKARA PIDANA
PUTUSAN PENGADILAN TINGKAT PERTAMA:

Nomor perkara            : 179/PID.SUS/2011/PN.AMT

Pengadilan Negeri         : Amuntai

Nama majelis hakim:

  1. Paluko Hutagalung, SH, MH (Hakim Tunggal)


Nomor

Sub
Ya
Tidak
Tidak Teridentifikasi
1
1.1
1


1.2
1


1.3
1


1.4
1


1.5
1


1.6


1
JUMLAH
5
0
1
                       
Nomor

Sub
Ya
Tidak
Tidak Teridentifikasi

2
2.1
1


2.2

1

2.3

1

2.4

1

2.5
1


JUMLAH
2
3
0


Nomor

Sub
Ya
Tidak
Tidak Teridentifikasi

3
3.1
1


3.2

1

3.3

1

3.4

1

JUMLAH
1
3
0




Nomor

Sub
Ya
Tidak
Tidak Teridentifikasi

4
4.1
1


4.2
1


JUMLAH
2
0
0


TOTAL
Khusus jawaban nomor 1 s.d. 4
Total
Persentase
(dari 17 butir)
Jawaban YA
10
58,82%
Jawaban TIDAK
6
35,29%
Jawaban TIDAK TERIDENTIFIKASI
1
5,88%

===================================================================

Nomor

Sub
Ya
Tidak
Keterangan

5
5.1
1


5.2



JUMLAH













Tidak ada komentar:

Posting Komentar